Zakat Profesi Punya Potensi Makin Berkembang
Zakat memegang fungsi penting dalam stabilitas ekonomi dan kesejahteraan umat Islam. Kewajiban berzakat bahkan disandingkan dengan kewajiban shalat sehingga menunjukan betapa penting peran zakat. Demikian disampaikan oleh Drs. Asmuni M.Th., MA pada kajian yang diselenggarakan oleh Takmir Masjid Ulil Albab (TMUA) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Rabu (11/4). Bertempat di Masjid Ulil Albab, Kampus Terpadu UII, kajian tersebut mengambil tema “Mengupas Tuntas Zakat Profesi ”.
Asmuni membuka pemaparannya dengan mengatakan bahwa zakat profesi termasuk dalam kerangka fiqh kontemporer. Ia melanjutkan, tidak ada ayat Al-Quran maupun Hadits yang secara khusus berkenaan dengan zakat profesi. Namun demikian, praktik pada masa kekhalifahan Islam, yaitu oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz selanjutnya dapat melegitimasi zakat profesi. Praktik ini kemudian diakomodasi oleh ulama-ulama fiqh lewat kitab-kitab fiqh, termasuk oleh Abu Zahrah dan Yusuf Qaradhawi.
Ia mengaku cukup prihatin terhadap penyerapan zakat di Indonesia. “Potensi zakat di Indonesia berdasarkan hasil kajian tahun 2015, mencapai 287 triliun rupiah, termasuk di dalamnya adalah zakat profesi, khususnya yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Persoalannya kemudian, kemampuan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baik pusat, termasuk provinsi, kebupaten dan kota untuk menghimpun zakat tidak mencapai 2% dari keseluruhan,” ungkapnya.
Selanjutnya, Asmuni melanjutkan bagaimana ketentuan zakat profesi berkaitan dengan haul dan nishab (batas minimum wajib zakat). Secara umum, paparnya, ulama fiqh mengatakan bahwa nishab dari zakat profesi adalah ketika akumulasi pendapatan seseorang dalam satu tahun mencapai nilai seharga 85 gram emas. Adapun jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah sebesar 2.5%, di mana pengeluaran zakatnya tidak perlu menunggu satu tahun, yaitu bisa dibayarkan pada saat menerima gaji.
“Dalam fiqh klasik, zakat tunduk kepada dua konsep, haul dan nishab. Tetapi Ulama berpendapat tidak apa-apa bila zakat profesi dibayarkan perbulan, karena sudah ada kepastian bahwa harta bisa melampaui nishab dalam waktu 12 bulan,” ungkap dosen FIAI tersebut.
Selanjutnya, Asmuni juga menghimbau bagi seseorang yang ingin membayar zakat, agar membayar zakat kepada lembaga resmi penyaluran zakat. Menurutnya, untuk mencapai tujuan zakat yakni menyelesaikan problematika umat, maka zakat sebaiknya ditunaikan melalui lembaga tersebut.
“Kalau zakat itu dikeluarkan secara personal maka gerakannya akan sporadis, tidak mampu mengentaskan kemiskinan. Harapan kita, zakat mampu mengentaskan kemiskinan. Tetapi kalau misalnya ada orang mengeluarkan zakat untuk tetangganya, dan selesai hanya untuk membeli beras maka itu tidak menyelesaikan masalah,” tuturnya kepada para jamaah. (MIH/ESP)