Yuk Kenali Prinsip dan Jenis Investasi Syariah
Salah satu instrumen keuangan yang saat ini begitu masif diminati oleh khalayak adalah investasi syariah. “Kalau berbicara mengenai investasi syariah, itu sangat menarik karena ruang lingkupnya sangat cepat,” ujar Abdur Rafik, S.E., M.Sc. pada kajian Ramadhan yang diadakan oleh Masjid Al-Muqtashidin FBE UII Rabu (5/5).
Dalam bingkai Islam, investasi memiliki kedudukan pada bagan muamalah. “Posisi dalam bingkai tersebut mengakibatkan penetapan hukumnya lumayan fleksibel,” ujar Rafik. Islam memiliki asas kebermanfaatan dalam penerapannya yakni; memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Konsep pengelolaan tujuan berupa harta dituturkan sudah diatur sedemikian rupa dalam Al-Qur’an sehingga harus diperhatikan betul aspek-aspeknya.
Ia memaparkan dalam investasi syariah haruslah bebas dari unsur riba. Tidak cukup di situ, investasi syariah juga harus bebas dari aktivitas bisnis yang operasinya berlawanan dengan ketentuan syariah (judi, alkohol, persenjataan, dan lainnya). Menghindari ambiguitas ketika ingin melakukan pengembangan harta dalam konteks Islam juga masuk dalam prinsip dalam berinvestasi syariah.
Lebih jauh, dalam Islam juga diatur dengan rigid aturan berinvestasi, diantaranya: keuntungan tidak bisa dihasilkan tanpa disertai kesediaan menanggung risiko; tidak ada jaminan keuntungan; tidak ada kerugian melebihi yang diinvestasikan; semua investor diperlakukan sama/adil; tidak ada transaksi jual untuk barang yang tak dimiliki; supaya menghasilkan untung, uang harus diinvestasikan di sesuatu yang produktif.
Lebih lanjut ia menjabarkan pada prakteknya ada investasi riil dan investasi aset keuangan. Dalam investasi riil dinilai dapat dengan bebas melakukan pengembangan harta asalkan tetap memenuhi prinsip dasar Islam. Konteks berinvestasi pada aset ini juga dianggapnya tidak banyak perdebatan. Sementara itu, pada aset keuangan dinyatakan ada banyak instrumen yang tersedia. Selain itu peluang untuk munculnya perdebatan juga lebih besar dibandingkan investasi pada aset riil.
Ragam pilihan investasi syariah di pasar keuangan itu sendiri: deposito bank syariah, sukuk, reksadana syariah, dan saham syariah. Secara keseluruhan, pada produk investasi syariah juga berlaku kaidah high risk, high return.
Seperti misal dijelaskan, kedudukan deposito bank syariah dinilai menjadi produk investasi yang cukup aman dari risiko, namun profit atau keuntungan dari produk itu sendiri juga dapat dikatakan cukup rendah. Di sisi lain, saham syariah merupakan produk yang berpotensi paling tinggi dalam meraup profit juga berpotensi untuk mengalami risiko kerugian yang cukup tinggi.
Spekulasi dan Gambling
Selain produk investasi yang telah disebutkan, ada pula isu kontemporer yang cukup masif beredar di masyarakat. Salah satunya mengenai spekulasi dan gambling. Dua hal ini merupakan hal yang paling sering diperdebatkan bahwa apakah spekulasi sama dengan gambling. Kesempatan kali ini, Rafik menjelaskan bahwa spekulasi dan gambling jelas berbeda. Spekulasi dinilai sebagai praktik jual beli dengan motif untuk menjual dan membeli kembali agar memperoleh keuntungan tanpa melibatkan pertukaran komoditas secara fisik.
Poin dasar yang membedakan adalah menggunakan pengetahuan dan keterampilan. Gambling dapat juga dikatakan sebagai praktik spekulasi, tapi dasarnya hanyalah harapan keberuntungan dan kebetulan, tidak pada pengetahuan dan keterampilan yang ada pada spekulasi.
“Semua investasi pada prinsipnya ada komponen spekulasi, jadi ulama memperkenankan spekulasi,” terang Rafik. Spekulasi diperbolehkan asalkan menggunakan pengetahuan dan keterampilan.
Terakhir, ia sedikit menyinggung tentang mata uang kripto. Rafik menjelaskan, bahwa berdasarkan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan hukum kripto itu ada dua; haram sebagai alat investasi tetapi boleh sebagai alat tukar. Justifikasi dari kedua hal tersebut adalah bentuk uang itu pada umumnya boleh apa saja (pada prinsipnya) selama disepakati dan diterima bersama.
Akan tetapi, ketika hal tersebut dijadikan sebagai produk investasi, kripto itu sendiri akan cenderung mendekati gharar. Karena keberadaannya tak ada aset pendukung, lalu harga juga tak bisa dikontrol dan yang terakhir “keberadaannya tak ada yang menjamin secara resmi,” tutup Rafik. (KR/ESP)