Vaksin Covid 19: Halal dan Thoyyib
Ustadz Ir. Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., ASEAN Eng., Auditor Halal Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM UII) Yogyakarta turut menyoroti pihak-pihak yang menentang keberadaan vaksin Covid-19. Terlebih spekulasi yang menyebut haram karena vaksin berasal dari babi. Karenanya penting untuk berhati-hati terhadap informasi, senantiasa tabayyun akan kebenaran informasi sebelum menyebarkan pada orang lain.
Ustadz Nanung dalam kajian tematik bertajuk “Vaksin Covid 19: Halal dan Thoyyib” yang diselenggarakan IKA UII Kedokteran pada Minggu (7/2) menyebut vaksin Covid-19 aman dan dipakai lebih dari 193 negara. Menurutnya, hingga saat ini tidak ada negara yang melarang imunisasi, justru semua negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90%.
“Ilmuwan yang sering dikutip pendapatnya bukan ahli vaksin, namun seorang psikolog, ahli statistik, homeopati, kolumnis, dan ahli kanker di tahun 1950-1960. Sumber data yang digunakan kuno. Saat ini teknologi vaksin yang digunakan sudah canggih,” bebernya.
Lebih lanjut Ustadz Nanung dalam pemaparannya menjelaskan, hingga saat ini Uni Eropa sudah memesan 1,4 miliar dosis vaksin Astra Zeneca, Curevac, dan Moderna. Amerika Serikat memesan 800 juta vaksin. Jepang dengan penduduk yang lebih sedikit memesan 540 juta vaksin Astra Zeneca, Moderna, dan Novovax.
Menurut Ustadz Nanung, hoax yang beredar juga menyebut bahwa vaksin Covid-19 mengandung mercuri yang berbahaya pernah terjadi di Teluk Minamata, Jepang pada tahun 1932-1968. Tapi faktanya mercuri yang dibuang di Jepang adalah methyl mercuri, sedangkan yang dipakai di vaksin adalah ethyl mercuri dimana bukan merupakan suatu zat yang berbahaya.
Kemudian hoax yang mengatakan jika vaksin merupakan senjata biologis untuk memusnahkan umat Islam sangatlah tidak benar. Justru banyak negara non-muslim yang mengembangkan vaksin seperti Amerika Serikat, Israel, Kanda, Inggris, Belanda, dan Australia. Negara Israel merupakan salah satu negara yang pertama yang akan bebas dari Covid-19 karena cakupan vaksin yang sangat tinggi. Selain itu juga Israel memakai vaksin Pfizer-BioNTech dengan efficacy 92%.
“Pemerintah akan mencabut bantuan pada anak yang orang tuanya menentang vaksinasi, itu merupakan tanda keseriusan penanganan pandemi Covid-19 di Israel,” terang Ustadz Nanung.
Hal yang paling meresahkan masyarakat menurut Ustadz Nanung adalah hoax mengenai kehalalan vaksin Covid-19. Komisi Fatwa MUI Pusat sendiri sudah memberikan fatwa vaksin Sinovac halal dan suci. Sehingga masyarakat tidak harus ragu dan khawatir pada vaksin Sinovac yang dibuat negara China ini. Banyak negara lain seperti Singapura, Chili, Filipina, Turki, dan Brasil yang juga memesan vaksin Sinovac. “Jadi, berita yang beredar jika Indonesia merupakan kelinci percobaan untuk vaksin Sinovac merupakan hoax,” tandasnya.
Kejadian yang menggegerkan juga dengan beredarnya kejadian di Pondok Pesantren Madinatul Ulum, Jember yang banyak berita mengatakan jika ratusan santri terkapar usai disuntik vaksin Covid-19. “Namun, ternyata itu merupakan berita palsu. Video yang ditayangkan merupakan dokumentasi tahun 2018 usai disuntik vaksin difteri. Kebenaran lainnya pada saat penyuntikan vaksin difteri ada salah satu SOP yang tidak dilaksanakan,” ungkap Ustadz Nanung.
Banyak sekali hoax yang beredar mengenai vaksin Covid-19 ini. Hoax disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan biasanya bukan berasal dari latar belakang ilmu kedokteran. Sering terjadi juga beberapa tokoh yang memainkan politik untuk membuzzer masyarakat. “Masayarakat awam nantinyalah yang akan menanggung akibat paling merugikan. Sebagai masyarakat Indonenesia yang cerdas kita harus bisa menyaring berita. Tidak semata-mata langsung percaya dan harus mencari fakta-faktanya,” tutup Ustadz Nanung. (UAH/RS)