UII Tuan Rumah Sekolah SR IISMA 2024
Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi tuan rumah rangkaian acara Sekolah Student Representative (SR) Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2024, pada Sabtu (06/07). Acara yang digelar secara daring tersebut bertemakan “Managing Conflict: Problem-Solving, Decision-Making, and Emotional Intelligence” dan menghadirkan Dr.Phil. Emi Zulaifah, M.Sc., Psikolog., dosen Program Studi (Prodi) Psikologi UII, sebagai narasumber.
Sekolah SR sendiri merupakan serangkaian program pembekalan yang ditujukan bagi perwakilan/koordinator mahasiswa di masing-masing host university IISMA, program beasiswa dalam skema Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI untuk studi satu semester di kampus luar negeri. Acara dihadiri 351 SR dan co-SR dari 151 perguruan tinggi di 30 negara untuk IISMA 2024.
Wakil Rektor Bidang Kemitraan & Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., menyampaikan dua tantangan yang mungkin dihadapi oleh SR dan co-SR. Di antaranya, yakni proses beradaptasi terhadap budaya di negara baru, serta kewajiban sebagai perwakilan kelompok. “Ini saya kira membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri, kemampuan leadership/memimpin, dan kemampuan untuk melakukan mediasi,” ucapnya.
Meskipun demikian, Wiryono, Ph.D menyebutkan bahwa pengalaman menjadi SR memberi peluang yang besar, termasuk dalam mengembangkan jaringan. “Semua akan diamanahi untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk menyampaikan berbagai hal yang dibutuhkan dalam rangka menyukseskan program IISMA,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kepala Program IISMA, Dr. Rachmat Sriwijaya, berharap pelaksanaan Sekolah SR dapat menyamakan persepsi antarperwakilan di tiap host university IISMA yang berasal dari berbagai daerah. Isu manajemen konflik dan kaitannya dengan problem-solving, decision-making, dan intra maupun interpersonal skill dinilai penting dalam pembekalan SR dan co-SR.
“Agar teman-teman punya basic knowledge bagaimana me-manage konflik di antara rekan-rekan dalam satu kampus di luar negeri, dan mencari resolusi konflik tersebut, (agar) terselesaikan. Bukan konfliknya semakin besar, atau semakin memanjang, tetapi kalau bisa segera selesai,” terangnya.
SR dan co-SR disebut merupakan awardee “terbaik di antara yang terbaik”, sehingga Rachmat optimis dengan harapan peserta Sekolah SR menjadi global leader di masa mendatang. “Di samping amanah yang luar biasa, tidak mudah, tetapi saya berharap Anda berbangga dan juga bahagia untuk menerima SR dan co-SR ini, dan berusaha untuk melaksanakan sebaik-baiknya,” tandasnya.
Dalam paparan yang dimoderatori oleh Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, S.Psi., M.A. selaku Direktur DK/KUI, Emi Zulaifah menyampaikan materi mengenai manajemen konflik. Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang dapat memicu konflik dalam kelompok. Di antaranya, yakni kesalahpahaman/miskomunikasi, perbedaan pendapat/cara pandang, biases atau stereotypes, serta adanya ketidakadilan.
Emi Zulaifah menerangkan bahwa dinamika kelompok lumrahnya melalui empat tahap, yakni forming(pembentukan), storming (pertentangan), norming (kesepakatan), dan performing (pelaksanaan). Hal yang harus diawasi pada proses tersebut adalah group inertia, yakni kondisi di mana kelompok tidak mengalami perkembangan. Termasuk di antaranya seperti anggota yang cenderung pasif dan progres kelompok yang mandeg.
“Inertia teratasi kalau ada yang kemudian take the lead, which it should be the student representative nanti ya dan wakilnya. Take the lead supaya grup ini enggak diam saja (bisa dengan) mengingatkan, reminding,” tutur Emi Zulaifah.
Selain itu, kecerdasan emosi juga berkorelasi dengan decision-making maupun problem-solving. “Di dalamnya, membutuhkan yang namanya kecerdasan emosi. Ini adalah kemampuan untuk memahami, mengelola, mengenali, dan memengaruhi emosi orang-orang di sekitar kita. Jadi pintar itu enggak cuman kognitif, ya. All emotion matters, so much,” jelasnya.
Berdasarkan riset, Emi Zulaifah menyampaikan posisi orang dengan kecerdasan emosi yang baik dinilai mampu bersikap tenang meskipun di bawah tekanan, dapat menyelesaikan konflik secara efektif, serta dapat memperlakukan rekan sekelompoknya dengan empati.
“Dia kenal dengan emosinya sendiri, bisa membayangkan emosi yang dialami orang, lalu bisa mendayagunakan ini sebagai sesuatu yang bisa mempengaruhi dalam arti positif,” tutup Emi Zulaifah. (JRM/AHR)