UII Tambah Dua Profesor Baru
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah profesor untuk bidang ilmu hukum pidana serta bidang media dan jurnalisme. Kali ini jabatan akademik tertinggi tersebut diraih oleh Hanafi Amrani, S.H., M.H., LL.M., Ph.D. dan Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si.. Keduanya menerima Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bersamaan pada Senin (27/11) di Gedung Kuliah Umum, Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII.
Prosesi serah terima SK profesor ini dihadiri oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D, Ketua Pengembangan Pendidikan Pengurus Yayasan Badan Wakaf (PYBW) UII, Prof. Drs. Allwar, M.Sc., Ph.D., Kepala Bagian Umum Lembaga Layanan Dikti (LLDikti) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta, Taufiqurrahman, S.E., serta Penyelia Sumber Daya LLDikti Wilayah V DIY, Rahman Hakim, S.E.
Prof. Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan kesyukurannya akan capaian yang diraih oleh kedua dosen UII ini. Dengan jumlah total 40 orang profesor, Prof. Hanafi Amrani menjadi profesor ke-12 di Program Studi Hukum sementara Prof. Masduki adalah yang pertama meraih jabatan akademik tertinggi ini pada studi Ilmu Komunikasi, bahkan di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII sendiri. Capaian ini tentu semakin menggenapi kesyukuran bersama keluarga besar UII, terutama sebagai bentuk prestasi institusional bagi perguruan tinggi ini.
Pada kesempatan kal ini, Prof. Fathul Wahid menyoal kebebasan saintifik sebagai bahan refleksi bersama untuk para hadirin, terutama bagi dua orang profesor baru. Kebebasan menurutnya merupakan pilar utama dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Dengannya lah para ilmuan mampu menjelajahi ide, mencari dan menemukan kebenaran, serta berinovasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.
Ia juga mengutip beberapa pemikiran filsafat klasik tentang ilmu pengetahuan serta kebebasannya. Dari kontemplasinya, ditarik nilai bahwa kebebasan saintifik erat kaitannya dengan kemandirian individu dalam berpikir, sehingga buah pikirnya adalah murni untuk kepentingan pengetahuan universal, bukan untuk ihwal pribadi atau kalangan tertentu semata.
“Kebebasan saintifik, ketika dipandu oleh prinsip etis, berkontribusi pada pengejaran pengetahuan yang universal, memberikan manfaat bagi kemanusiaan secara keseluruhan,” tutur Fathul Wahid di tengah penyampaian materi.
Tentunya, kebebasan saintifik juga menemui beragam hambatan dan tantangan. Etika yang menjadi landasan pada mulanya, dapat berubah muka menjadi tantangan yang perlu dimitagasi. Karena hasil penelitian mungkin saja berdampak pada Masyarakat serta lingkungan. Selain itu, independensi yang menjadi nilai untuk kemandirian intelektual juga kerap terjegal dengan ketergantungan ilmuan akan finansial dan politik. Hal-hal semacam ini yang menurut Fathul perlu dimitigasi demi mengentaskan ketimpangan dalam kebebasan saintifik.
“Tanpa ketaatan terhadap koridor etika, Kebebasan saintifik dapat disalahgunakan, seperti dalam kasus riset yang dapat membahayakan keamanan publik. Karenanya, konsekuensi sosial dari kebebasan saintifik harus dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab,” terang Prof. Fathul Wahid.
Sementara Prof. Allwar menyampaikan ucapan selamatnya bagi kedua profesor baru. Ia mengapresiasi program percepatan yang didesain UII dalam hal menggugah semangat para dosennya untuk meraih jabatan akademik tertinggi tersebut.
Prof. Allwar berharap bahwa para dosen muda juga turut terpacu untuk menambah jumlah profesor di UII. Mengingat menurutnya bahwa akhir-akhir ini, jumlah profesor dalam sebuah institusi menjadi sorotan tersendiri di dunia akademik baik nasional maupun internasional.
“Gelar profesor ini tentunya akan menjadi hal yang positif buat UII di dalam menjalin kerja sama, jadi memang beberapa bulan ini terutama di luar negeri selalu melihat jumlah profesor suatu perguruan tinggi itu,” Imbuh Prof. Allwar dalam sambutannya. (CWN/RS)