UII Sambut Peserta Architectural Conservation Field School
Yogyakarta adalah rumah bagi banyak bangunan budaya yang memiliki eksistensi signifikan dalam sejarah modern Indonesia. Bangunan cagar budaya telah berkontribusi sebagai bagian dari identitas Yogyakarta. Bangunan-bangunan ini, tidak hanya menarik wisatawan untuk berkunjung, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama dalam pendidikan, pemerintahan dan seni.
Demikian disampaikan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dalam acara ‘Gala Dinner Kauman UM–NUS–UII Architectural Conservation Field School’, pada Selasa malam (10/7), di Gedung Dr. Moh. Natsir, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII.
Dalam acara ini turut hadir Wakil Rektor IV UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., dosen pendamping dari National University of Singapore (NUS), Prof. Johanes Widodo M.Arch. Eng. Ph.D., para dosen dari Jurusan Arsitektur UII dan sejumlah mahasiswa dari National University of Singapore (NUS), University of Malaya (UM), UII, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Fathul Wahid menuturkan sudah sepatutnya masyarakat bisa menjaga budaya yang dimiliki, tidak hanya mengandalkan pemerintah untuk melestarikan warisan budaya. Menurutnya, saat ini dalam melestarikan warisan budaya masyarakat dihadapkan dengan banyak tantangan.
”Yang menjadi pertanyaan kunci, mungkinkah menciptakan pembangunan tanpa membahayakan keberadaan warisan budaya kita. Saya yakin, sivitas akademika bisa memainkan peran positif dalam aspek ini, sebagaimana tercermin dalam Program Sekolah Lapang Sekolah Konservasi yang kami selenggarakan hari ini,” ungkapnya.
Disampaikan Fathul Wahid, Program Sekolah Konservasi yang digelar mengundang ahli arsitektur dari Singapura, Malaysia dan Indonesia untuk mengambil bagian dalam upaya konservasi. “Akan menarik untuk mengamati bagaimana kita bisa berkolaborasi dan berbagi ide di bidang konservasi,” tandasnya.
Sementara disampaikan, Prof. Johanes Widodo, bahwa UII, UM, dan NUS memiliki sebuah kesamaan yaitu sama-sama merupakan perguruan tinggi nasional pertama. Ia meyakini bahwa untuk mencapai internasionalisasi pendidikan, maka bekerja sama dan belajar bersama adalah caranya. “Tiga Minggu kedepan akan penuh dengan ilmu dan pengalaman yang berharga, jadi kita harus manfaatkan bersama kebersamaan ini,” ujarnya. (EF)