UII Respons Situasi Politik Nasional
Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai perguruan tinggi nasional yang didirikan para pendiri bangsa, memiliki tanggung jawab moral untuk turut merawat demokrasi dan menjaga martabat kedaulatan rakyat. Merespons situasi politik nasional mutakhir UII menyampaikan pernyataan sikap bertajuk Indonesia Darurat Kenegarawanan.
Pernyataan Sikap tersebut dibacakan langsung oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., didampingi para Wakil Rektor, pimpinan fakultas, para dosen, dan mahasiswa yang digelar di pelataran Auditorium Prof. K.H. Abdul kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII, pada Kamis (1/2).
Prof. Fathul Wahid menegaskan bahwa pernyataan sikap ini timbul dari kepedulian UII terhadap masalah praktik berbangsa dan bernegara. Mengundang seluruh sivitas akademika UII secara terbuka, Rektor menyampaikan bahwa sulit bagi UII yang lahir dari rahim yang sama dengan republik ini justru berkhianat kepada bangsa Indonesia.
“Pendiri UII adalah juga pembesut bangsa Indonesia. Sehingga, perlu dipahami pernyataan sikap ini sama sekali tidak partisan. Ini adalah betul-betul murni seruan moral anak bangsa yang tersadarkan bahwa bangsa Indonesia, negara Indonesia masih mempunyai daftar pekerjaan rumah yang sangat-sangat panjang,” terangnya.
Melalui pernyataan sikap tersebut, dua pekan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sivitas akademika UII menyoroti kondisi demokrasi Indonesia yang mundur akibat praktik penyalahgunaan wewenang. Situasi demikian kian diperburuk dengan memudarnya sikap kenegarawanan Presiden Joko Widodo, terindikasi dari pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) melalui putusan MK yang sarat dengan intervensi politik dan telah dinyatakan terbukti melanggar etika.
Lebih lanjut, pernyataan ketidaknetralan Presiden Joko Widodo bahwa institusi presiden boleh berkampanye dan memihak, terlebih lagi pada kasus pendistribusian bantuan langsung tunai (BLT) yang sarat akan nuansa politik praktis, hingga mobilisasi aparatur negara dalam mendukung pasangan calon tertentu menjadi sejumlah bukti Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan.
Pernyataan Sikap UII
Menanggapi hal tersebut, UII menyampaikan 6 poin pernyataan sikap. Pertama, UII mendesak Presiden Joko Widodo agar kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon (paslon).
“Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok,” sebut Prof. Fathul Wahid.
UII menuntut Presiden Joko Widodo beserta segenap aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.
Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diserukan agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa. Paslon, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses serta tim kampanye salah satu paslon juga didorong untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan.
Lebih lanjut, UII mengajak segenap masyarakat Indonesia agar terlibat dalam memastikan Pemilu yang berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat. Di samping itu, UII pula meminta seluruh elemen bangsa untuk secara bersama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat. (JRM/CWN/RS)