,

UII Kukuhkan Dua Profesor dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika

Universitas Islam Indonesia (UII) mengukuhkan dua profesor dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) pada Selasa (3/12) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII. Dua guru besar yang dikukuhkan yakni Prof. Johan Arifin, S.E., M.Si., Ph.D., pada bidang ilmu akuntansi sektor publik, dan Prof. Dr. Drs. Sutrisno, M.M., dalam bidang ilmu manajemen keuangan.

Prof. Johan Arifin menyampaikan pidato bertajuk “Penguatan Praktik Transparansi dan Akuntabilitas Publik: Perspektif Isomorfisme Teori Institusional”. Ia menyoroti banyaknya permasalahan pada lembaga sektor publik meliputi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, serta berbagai patologi birokrasi lainnya yang menghambat akses terhadap ruang publik dan pemanfaatannya untuk kepentingan umum yang akhirnya berdampak pada terhambatnya akuntabilitas dan transparansi.

Maka dari itu, menurut Prof. Johan Arifin penting untuk pemerintah menerapkan konsep public governance yang dicapai ketika pemerintah menerapkan nilai-nilai yang berorientasi pada masyarakat. Pemerintah harus menanggapi kebutuhan warganya dengan cara terbaik. Pemenuhan kebutuhan tersebut juga harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat agar bangsa Indonesia dapat sejahtera.

Lebih lanjut dikemukakan Prof. Johan Arifin, konsep public governance ini juga harus dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan publik. Di era digital saat ini, masyarakat menuntut pemerintah memberikan transparansi kepada masyarakat mengenai program-program dan hasil-hasil pencapaian negara setiap tahunnya.

“Tentu saja, saat ini pemerintah seharusnya sudah memulai mengupayakan hal ini. Hal ini terlihat dari banyaknya data pemerintah yang dapat diakses masyarakat melalui internet, seperti data APBN, APBD, Program-Program Pembangunan Indonesia, dan lain-lain,” jelas Prof. Johan.

Dlam pidatonya dikemukakan Prof. Johan Arifin, telah banyak dilakukan berbagai studi yang membahas tentang transparansi dan akuntabilitas publik yang dikaitkan dengan kualitas laporan keuangan pada lembaga sektor publik khususnya pemerintahan. Beberapa diantaranya menggunakan dasar teori institusional isomorfisme untuk menguji berbagai faktor potensial yang mempengaruhi praktik transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan pada organisasi publik.

Quo Vadis Perbankan Syariah Indonesia

Di tempat yang sama, Prof. Sutrisno menyampaikan pidato pengukuhan bertajuk Quo Vads Perbankan Syariah Indonesia. Ia menyoroti banyaknya permasalahan bank syariah di Indonesia dari masalah pembiayaan yang masih dianggap memiliki konsep yang sama dengan bank konvensional hingga rendahnya kepatuhan bank syariah terhadap maqasid syariah karena hanya dianggap sebagai himbauan bukan kewajiban.

Menurut Prof. Sutrisno, beban manajemen perbankan syariah memang sangat berat, karena selain berorientasi laba, perbankan syariah juga harus beroperasi sesuai maqasid syariah. Manajemen perbankan syariah dalam operasionalnya tidak bebas dan fleksibel pseperti sektor perbankan konvensional. Oleh karena itu, manajemen memang dituntut untuk bisa membawa perbankan syariah agar benar-benar sesuai dengan syariat Islam agar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin baik.

“Manajemen perbankan syariah perlu mengurangi porsi pembiayaan murabahah yang oleh sebagian masyarakat masih dianggap sama dengan produk bank konvensional. Diharapkan Bank syariah lebih utama menerapkan prinsip profit sharing karena pembiayaan ini merupakan pembiayaan yang sesuai dengan syariah yakni ada prinsip keadilan,” tutur profesor UII bidang manajemen keuangan ini.

Selain itu, tugas manajemen perbankan syariah untuk semakin meningkatkan literasi keuangan syariah. Perlu upaya serius untuk sosialisasi perbankan syariah secara berkelnjutan baik melalui media massa, seminar dan workshop, pendekatan komunitas terhadap ustaz-ustaz yang mempunyai jamaah, sosialsasi melalui influencer, atau upaya lain agar perbankan syariah semakin dikenal masyarakat.

Prof. Sutrisno menambahkan, bank syariah perlu mendapatkan dukungan pemerintah baik dari segi regulasi dan kebijakan yang mendukung yang berbeda dari bank konvensional, pengawasan dan penegakan hukum dengan membentuk otoritas khusus yang mengawasi bank syariah dalam hal kepatuhan syariah.

“Selain itu, juga memberikan dukungan fasilitas keuangan untuk mendukung pengelolaan likuiditas bank syariah dengan mengeluarkan berbagai instrument likuiditas bank syariah. Pemerintah juga harus bisa memastikan adanaya persaingan yang sehat antara bank syariah dengan bank konvensional maupun antar bank syariah,” pungkas Prof. Sutrisno. (AHR).