UII dan IFI Adakan Kuliah Umum ‘Sport and Diplomacy’
Kesuksesan Indonesia meneyelenggarakan Asian Games dan Asian Para Games 2018 berdampak signifikan terhadap citra Indonesia di dunia internasional. Banyak pujian yang diterima bangsa Indonesia atas keberhasilannya menyelenggarakan even 4 tahunan ini. Penyelenggaraan pesta olah raga internasional memang menjadi media yang paling efektif dalam mempromosikan sebuah negara. Oleh karena itu banyak negara berlomba untuk menjadi tuan rumah even olah raga baik di tingkat regional maupun internasional.
Akan tetapi, apakah kesusksesan dalam menjadi tuan rumah pesta olah raga berdampak signifikan bagi masyarakat suatu negara atau berpengaruh secara geopolitik ataupun diplomatik? Permasalahan ini dibahas dalam kuliah umum bertajuk Sport and Diplomacy yang diselenggarakan oleh Institute Francais Indonesia (IFI) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada Kamis 6 Desember 2018.
Kuliah Umum ini menghadirkan tiga orang pembicara: Barthélémy Courmont (Dosen Sejarah dari Universitas Chatolique de Lille), Cyrille Brett (Profesor dari Science Po Paris) dan Dodik Setiawan Nur Heriyanto (Dosen Fakultas Hukum UII). Bertempat di Ruang Sidang Utama, Fakultas Hukum, acara diawali dengan sambutan dari dari Wakil Dekan II, Dr. Muntoha. S.H.,M.Ag. dilanjutkan dengan sambutan dari Direktur IFI, Sarah Camara. Selama hampir 2 jam, masing-masing pembicara memaparkan analisis mereka tentang hubungan antara olah raga dan diplomasi sebuah negara.
Dalam presentasinya, Bret mengungkapkan bahwa perhelatan olahraga dapat menjadi media sebuah negara untuk mempromosikan diri ke dunia internasional. Pesta olah raga antara negara seperti Piala Dunia, Olimpiade, dan Asian Games memberikan dampak yang signifikan secara ekonomi dan politik kepada negara yang menjadi tuan rumah. Hal senada disampaikan oleh Dodik yang menilai Asian Games dan Asian Para Games 2018 berdampak sangat signifikan bagi bangsa Indonesia. Pembangunan fasilitas-fasilitas olah raga yang moderen dapat dimanfaatkan oleh atlet-atlet nasional untuk berlatih ketika Asian Games berakhir. Hal ini juga akan membangkitkan kebanggaan tersendiri bagi rakyat Indonesia karena perhelatan olah raga empat tahunan ini berjalan dengan lancar.
Berbeda dengan dua pembicara sebelumnya, Barthelemy lebih menekankan pada aspek lain dari olah raga. Menurutnya, perhelatan olah raga Internasional tidak membawa dampak yang cukup signifikan terhadap relasi antar negara. Negara-negara yang masih bersitegang sampai saat ini, contohnya Korea Selatan dan Korea Utara tidak akan bisa berdamai meskipun mereka berkompetisi dalam sebuah Asian Games atau Olimpiade. Di Asian Games Jakarta Palembang, kedua Korea bahkan bersatu dalam sebuah tim Korea Bersatu. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi ukuran bahwa kedua negara akan berdamai.
Setelah ketiga pembicara menyampaikan uraian mereka tentang dinamika antara olah raga dan hubungan antar bangsa, acara dilanjutkan ke sesi tanya jawab. Para peserta kuliah umum cukup antusias dalam bertanya kepada para pembicara. Salah satu peserta yang juga merupakan salah satu staf pengajar di Fakultas Hukum menanyakan tentang sejauh mana komitmen pemerintah Indonesia untuk membangun olah raga secara berkelanjutan dan bukan hanya sebagai sebuah pencitraan sesaat. Penanya lain yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum menyoroti tentang otoritas lembaga olah raga dunia seperti IOC atau FIFA yang memiliki kewenangan tersendiri bahkan melampaui otoritas lembaga dunia seperti PBB.
Menurut Direktur IFI, Kuliah Umum semacam ini merupakan salah satu cara untuk menjembatani kerja sama antara IFI dan UII. IFI berkomitmen untuk mendatangkan akademisi-akademisi Prancis dari berbagai disiplin untuk berkolaborasi dengan UII di masa yang akan datang.