,

UII Cegah Plagiarisme Melalui Pemanfaatan Teknologi

Plagiarisme menjadi momok tersendiri bagi sebuah perguruan tinggi. Tidak hanya mahasiswa, dosen pun sering terjerat dalam kasus ini. Sebagai langkah prevenif, Universitas Islam Indonesai (UII) melalui Direktorat Perpustakaan mengadakan workshop bertajuk “Pelatihan Pemanfaatan Aplikasi Pengecekan Plagiasi Turnitin,” pada Senin (8/4). Kegiatan ini berlangsung di Ruang Audiovisual lt. 2, Gedung Moh. Hatta, Kampus Terpadu UII.

Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset UII, Dr. Drs. Imam Djati Widodo, M.Eng.Sc. dalam sambutannya menyebutkan bahwa dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat mempermudah mahasiswa dalam melakukan pengecekan plagiarisme, sehingga mahasiswa dapat menggunakan kaidah-kaidah penulisan yang lebih baik.

Sebelum membuka acara secara resmi, Imam Djati Widodo juga menyampaikan harapannya, dengan diselenggarakannya acara ini, pengecekan plagiarisme dapat dilakukan di setiap Fakultas maupun Prodi. “Syukur bisa dilaksanakan di setiap Fakultas, Prodi, bahkan lebih baik lagi jika itu dapat dilaksanakan oleh setiap dosen pembimbing,” Tandasnya.

Turnitin merupakan sebuah alat yang memungkinkan pendidik memeriksa keaslian karya siswa. layanan berbasis web-base ini, berdiri sejak tahun 1996 di USA, dan telah memiliki lebih dari 10 ribu pelanggan yang tersebar di 129 negara.

Natalia Debora, S.I.Kom, (I Group) sebagai pemateri dalam acara tersebut, mengatakan dalam paparan materinya bahwa untuk menggunakan turnitin, setiap mahasiswa (Student) diharuskan memiliki akun dengan menggunakan class ID dan enroilment key yang didapatkan melalui dosen atau pustakawan yang telah memiliki akun turnitin selanjutnya disebut instructor. Setelah memiliki akun, mahasiswa dapat log in ke akun atau kelas yang telah dibuat oleh dosen (intructor), untuk menguplod karyanya sesuai dengan ketentuan dari dosen. Selanjutnya, baik mahasiswa maupun dosen dapat melakukan pengecekan plagiarisme terhadap karya tersebut.

Disampaikan Natalia Debora, berbeda dengan mahasiswa, dosen atau tenaga pendidik (instructor), agar dapat menggunakan turnitin, harus melalui 4 tahap. Tahap pertama dosen harus membuat instructor account yang didapatkan melalui administrator, dalam hal ini perpustakaan UII yang sebelumnya telah bergabung dengan Turnitin sejak 2016 silam.

Natalia Debora menjelaskan, tahap selanjutnya dosen diminta untuk membuat kelas, serta membuat tugas yang akan dikumpulkan mahasiswa. Dari situ dosen akan mendapatkan class ID dan enrolment password yang digunakan mahasiswa untuk bergabung di kelas tersebut. Tahap terakhir, mahasiswa (student) diminta untuk men-submit karya sesuai ketentuan yang dibuat dosen.

Menurut Natalia Debora, yang membedakan tunitin dengan cek plagiarisme yang lain adalah databasenya. Turnitin mempunyai database yang cukup besar. Database tersebut terdiri dari tiga sumber, yaitu Internet Source. Lebih dari 60 miliar halaman website yang menjadi database turnitin, sehingga memungkinkan untuk melakukan pembaruan dari 60-240 juta halaman per hari.

Database turnitin juga berasal dari buku, jurnal, dan surat kabar. Selain itu, miliaran paper siswa yang terdaftar di turnitin juga termasuk dalam database. Ketiga sumber tersebut akan diperbandingkan dengan paper yang akan kita cek. Selanjutnya akan keluar presentase dari hasil yang terdeteksi. “Turnitin juga akan menunjukkan kalimat-kalimat yang terindikasi merupakan hasil plagiarisme. Termasuk sumber-sumber yang kita gunakan,” ujar Natalia Debora.

Direktur Perpustakaan UII, Joko Sugeng Priyanto, S.IP., M.Hum., melalui wawancara menyebutkan bahwa salah satu tujuan utama diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk mendukung UII terkait dengan pemanfaatan teknologi yang ada. Disamping itu, dengan kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi media pelayanan bagi dosen dan juga mahasiswa agar dapat melihat kemungkinan plagiasi dari karya yang dibuat.

Untuk mendukung pencegahan plagiarisme di UII, Joko Sugeng Priyanto, juga mengharapkan adanya aturan yang tegas dari kampus terhadap mahasiswa yang melakukan plagiasi. “Harapannya ada regulasi yang ketat agar dapat memberi efek jera bagi mahasiswa yang terindikasi melakukan plagiasi. Disamping itu, juga menjadi ancaman tersendiri bagi yang sedang menyelesaikan karyanya,” ungkapnya. (D/RS)