UII Adakan Roadshow Ungkap Rahasia Turnitin
Publikasi artikel jurnal sudah menjadi rutinitas wajib bagi para dosen dan mahasiswa. Ditambah lagi di era keterbukaan ini, fasilitas untuk menunjang proses penelitian sudah tersedia dengan sangat baik. Meskipun begitu, tidak sedikit mahasiswa yang berkecimpung dalam penelitian akademik mengalami sejumlah problematika dalam proses penulisan artikelnya. Inilah yang mendorong Direktorat Perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Acara Roadshow Turnitin di ruang audiovisual lantai 2 Gedung Moh. Hatta pada Selasa (17/09).
Tidak hanya dihadiri oleh Dr. Drs. Imam Djati Widodo, M.Eng.Sc. selaku Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset, acara bertajuk “Tips and Tricks to Get Published” ini juga menghadirkan pembicara utama Helen Cleak, Doctor of Philosophy, Queensland University of Technology, dan Jack Brazel, Asia Development Manager of Turnitin.
“Bagian terbaik dalam sebuah penelitian adalah rasa keingintahuan,” ungkap Helen, dengan aksen Inggris-Australianya yang melekat, mengawali sesi. Pegiat sosial itu juga menerangkan beberapa tantangan dalam proses penulisan jurnal artikel, antara lain adalah prioritas waktu, pembiayaan untuk penelitian, dukungan dari pembimbing, anggota tim, dan kurangnya pengetahuan.
Berbeda dengan Helen, Jack justru menjelaskan bahwa beberapa orang masih keliru dalam memahami Turnitin–sebuah laman yang menyediakan fasilitas uji plagiasi. Menurutnya turnitin bukan pendeteksi plagiasi, tetapi mencegah plagiasi dalam proses penulisan artikel penelitian. “It has content matching system,” ungkap pria yang akrab dipanggil Joko itu, menjelaskan bahwa Turnitin memiliki sistem untuk mencocokan konten yang tersebar di internet.
Lalu, beliau menanyakan kepada audiens apakah angka 20% –dalam deteksi Turnitin –terbilang buruk bagi para peneliti. “It depends,” Sahut Helen. Jack, lalu, melengkapi bahwa sebanyak apapun persen yang dianggap plagiasi oleh Turnitin tetap masih tergantung dari fokus apa yang diambil peneliti.
Contohnya seperti studi hukum yang mengharuskan peneliti untuk mengutip dokumen undang-undang negara tanpa memparafrase, mungkin akan mendapat nilai plagiasi lebih dari 20%, dan dalam konteks ini, Jack menganggap ini nilai yang adil, dan tidak bisa dibilang murni plagiasi.
Terakhir, Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri UII, Herman Felani, S.S., M.A. selaku moderator dalam acara ini, mengutarakan bahwa baik dipahami bagi para peneliti kalau proses penulisan jurnal artikel tidak hanya berupa kegiatan bertukar ilmu pengetahuan melalui teori dan teknologi. Yang lebih penting adalah proses sosial untuk saling berkolaborasi dan saling mengevaluasi yang berfokus pada lingkup akademik. (IG/ESP)