Tunjukkan Kepedulian, UII Gelar Pembacaan Puisi Bertema Bumi Palestina
Sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinan terhadap Palestina yang hingga saat ini masih dalam kepungan dan pembantaian, Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar kegiatan UIISorenyastra #3 bertajuk Bumi Palestina pada Selasa (11/6), di Selasar Utara Gedung Mohammad Hatta Perpustakaan Pusat UII.
UIISorenyastra merupakan kegiatan pembacaan puisi di depan publik yang digelar oleh UII. Peserta kegiatan adalah civitas academica UII baik dari kalangan dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Dari 29 puisi yang terkumpul, 18 puisi di antaranya dibacakan oleh penulis. Terdiri dari karya dosen sebanyak 9 puisi, tenaga kependidikan 5 puisi, dan mahasiswa sejumlah 4 karya puisi.
Kegiatan UIISorenyastra #3 ditandai dengan prosesi simbolis serah terima antologi Puisi UIISorenyastra #1 Senja Kala Demokrasi Indonesia dan Antologi Puisi UIISorenyastra #2 Manusia dan Agama oleh Sekretaris Eksekutif UII, Hangga Fathana, S.IP., B.Int.St., M.A kepada Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.
Prof. Fathul Wahid dalam sambutannya mengemukakan, tema yang diusung pada UIISorenyastra kali ini pesannya sangat jelas yaitu melantangkan kembali kepedulian dan empati kepada saudara kita yang ada di Palestina yang sampai hari ini hidup dalam penjara terbuka dan terbesar di dunia.
“Kita berharap UIISorenyastra kali ini menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa ada saudara kita sesama manusia yang tertindas, terampas haknya oleh manusia lainnya,” ungkap Prof. Fathu Wahid.
Kegiatan ini diikuti secara antusias oleh para peserta. Karya puisi-puisi yang dibacakan bervariatif. Salah satu puisi yang menarik karya Farhan Abdul Majiid Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII.
“Ditengah malam yang gelap, cahaya lilin akan jauh lebih tampak dari gemintang yang gemerlap sebab ada jarak yang memberi dampak. Di tengah padang gurun yang gemersang, setetes air akan jauh lebih nikmat dari gelombang laut yang menjelam sebab ada waktu yang menderap cegat,” ucap Farhan.
“Politik kita boleh gonjang ganjing tetapi solidaritas kita harus terus berdering. Ekonomi kita boleh pontang-panting tetapi bantuan kita tidak pernah mengering. Keimanan kita boleh compang camping tapi mustahill bagi kita duduk bergeming. Sebab ada keyakinan yang tertanam didalam dada bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa,” tlanjutnya dalam bait puisi yang dibacakan. (AHR/RS)