Tumbuhkan Nasionalisme dan Cinta Islam Melalui Seminar Nasional
Fenomena beberapa bulan terakhir yang banyak mempertanyakan kredibilitas Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mendapat reaksi yang tegas dari banyak pihak, tak terkecuali oleh Universitas Islam Indonesia (UII). Sebagai institusi perguruan tinggi nasional pertama di Indonesia, UII sangat dekat dengan proses-proses sejarah yang terbentuk dari perjuangan para pejuang bangsa. Berdiri beberapa saat sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tahun 1945, UII terus mendampingi perjalanan NKRI hingga saat ini.
Banyak masa yang dilalui UII mulai dari awal kemerdekaan, Agresi Militer, RIS, Peristiwa G30S PKI, Reformasi 1998, Pemilu Presiden Tahun 2004, hingga saat ini dimana Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Tidak heran jika UII selalu menentukan sikap tegas terhadap ideologi yang kontras dengan dasar negara Indonesia, Pancasila. Falsafah UII memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai-nilai Islam. Seperti tersirat dalam tujuan UII yakni memberikan kemanfaatan kepada masyarakat (rahmatan lil ‘alamin).
Sejalan dengan tujuan UII dalam konteks pembentukan karakter Islami bagi mahasiswa yang berwawasan keislaman dan kebangsaan, Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) UII turut berperan secara global melalui kegiatan Seminar Nasional Keislaman dan Kebangsaan yang bertemakan Memposisikan Pancasila dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan pada rabu (27/12). Selain merupakan agenda rutin dalam skala regional dan nasional, kegiatan ini juga merupakan bentuk nyata UII dalam menyikapi isu-isu kontra-Pancasila yang sempat hangat diperdebatkan beberapa waktu lalu.
Untuk mencapai suksesnya seminar kebangsaan tersebut, DPPAI UII mendatangkan empat narasumber sekaligus yang ahli di bidangnya. Para pembicara tersebut yakni Kepala Seksi Teritorial Korem 072/Pamungkas, Letnan Kolonel Infantri Jaelan, Pendiri PonPes At Taqwa Depok, Dr. Adian Husaini, MA., Guru besar Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Moh.Mahfud MD. dan Guru besar Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sudjito, SH., M.Si. Dibuka langsung oleh Rektor UII Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum.,Ph.D., jalannya seminar dihadiri sekitar 800 orang peserta yang tampak memenuhi Auditorium Prof. Abd. Kahar Mudzakkir UII.
Dalam sambutannya, Nandang Sutrisno menyampaikan Pancasila tidak hanya mengakomodasi golongan Islam semata namun berbagai golongan lainnya. Kesadaran untuk menerima Pancasila ini didasarkan pada sikap para penyusun dasar ideologi negara ini yang sebagian besar berasal dari cendekiawan Muslim. Selain itu, hal ini juga menunjukkan kebesaran hati umat Muslim Indonesia dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara.
“UII sebagai kampus yang didirikan para tokoh pendiri bangsa sekaligus para perumus prinsip dasar negara tentunya tidak akan tinggal diam melihat fenomena tersebut. UII memiliki tanggungjawab moral untuk mengajak segenap elemen bangsa agar kembali menjunjung Pancasila sebagai bagian dari nilai Islam dan Indonesia. Untuk itu, UII akan menggandeng aparatur negara, para pemuka agama, akademisi, dan cendekiawan dalam upayanya membangun kesadaran akan Pancasila sebagaimana tergambar dalam seminar ini,” tandasnya.
Pelaksanaan seminar nasional ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi oleh Prof. Dr. Sudjito, SH., M.Si. dan Letnan Kolonel Infantri Jaelan dengan moderator Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag, M.Ag. Materi seminar yang dibawakan oleh Prof. Sudjito berjudul Memposisikan Pancasila Sebagai Paradigma Ilmu. Menurut Prof Sudjito, nilai-nilai Pancasila telah lama merekat dalam hati masyarakat Indonesia jauh sebelum Pancasila itu sendiri dirumuskan sebagai ideologi bangsa.
“Komponen bangsa ini sudah mengenal konsep berketuhanan, sudah menginginkan konsep hidup yang berkemanusiaan yang adil dan beradap, menginginkan persatuan, suka bermusyawarah dan menginginkan keadilan sosial untuk semuanya,” tandasnya.
Sementara itu, materi mengenai Peran TNI dan Ulama dalam Menjaga Keutuhan NKRI disampaikan oleh Letkol Inf. Jaelan. Menanggapi maraknya penyebaran ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, Letkol Jaelan mengungkapkan bahwa merusak ideologi suatu bangsa adalah cara termudah untuk menghancurkan bangsa tersebut. Untuk itu, TNI hadir untuk memantapkan paradigma bangsa melalui berbagai cara seperti kegiatan bela negara, revolusi mental serta memperkuat konsensus kenegaraan.
Selanjutnya dimoderatori oleh Umar Haris Sanjaya, SH., MH., sesi kedua diisi oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD dan Dr. Adian Husaini, MA. Senada dengan dua materi yang telah disampaikan sebelumnya, Prof. Mahfud MD juga mengkritik munculnya ideologi yang mencoba menggoyahkan Pancasila. Menurutnya, tidak ada satupun di dalam Al-Qur’an dan Hadits yang menunjukkan bagaimana sistem khalifah yang dianjurkan.
“Abu Bakar menjadi pemimpin menggantikan Rasulullah dengan cara dipilih, sementara Umar bin Khattab ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Demikian pula zaman Umayyah yang menerapkan sistem konfederasi hingga pada masa Dinasti Abbasiyah yang menerapkan pola pemerintahan yang berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,” jelasnya.
Seminar diakhiri dengan pembawaan materi oleh Dr. Adian Husaini. Pendiri Institute of Islamic Thought and Civilization – International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) tersebut menyampaikan materi yang diberi judul Ber-Islam dan ber-Indonesia Secara Adil dan Beradab. Adian Husaini banyak menyinggung mengenai hubungan antara Islam dan Pancasila sebagai dasar negara.
Menurutnya, Indonesia merupakan amanah perjuangan para waliyullah dan para ulama yang selama ratusan tahun terus-menerus berusaha mewujudkan sebuah negeri yang adil dan makmur dalam naungan ridha Ilahi. Sehingga, merupakan kewajiban umat saat ini dan seterusnya untuk melanjutkan perjuangan tersebut, perjuangan pejuang-pejuang tanah air Indonesia. (MHH/RS)