Transformasi Digital Semakin Mendekatkan Hukum ke Masyarakat
Forum Kajian dan Penulisan Hukum Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FKPH LEM FH UII) menyelenggarakan Seminar Nasional “Quo Vadis Transformasi Digital dan Pembangunan Hukum” pada Sabtu (26/03). Seminar di Ruang Auditorium FH UII merupakan rangkaian acara Kompetisi Hukum Nasional UII Law Fair Piala Mohammad Natsir 2022 yang digelar tiap 2 tahunan.
Pembicara yang hadir di antaranya Wakil Ketua MK RI Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., D.F.M., sebagai Keynote Speaker dan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Enny Nurbaningasih, S.H., M.Hum., Hakim Konstitusi Dr. Suhartoyo, S.H., M.H., Dosen Universitas Atmajaya Yogyakarta Dr. Aloysius Wisnubroto, S.H., M.Hum., serta Dosen FH UII Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum.
Prof. Aswanto menyampaikan adanya teknologi dipengaruhi oleh kehidupan sosial masyarakat, penegakan hukum, dan kegiatan ekonomi dengan sistem e-commerce. Kemajuan zaman ini membuat hukum harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Tak menampik hal tersebut, MK sebagai salah satu lembaga penegak hukum juga turut beradaptasi dengan melakukan persidangan jarak jauh melalui media teknologi.
Ia mengatakan ini merupakan salah satu ikhtiar MK untuk mendorong masyarakat meningkatkan kesadaran berkonstitusi dan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak konstitusinya.
Lebih lanjut, Prof. Enny menjelaskan bahwa konstitusi memuat berbagai hal seperti perlindungan HAM, hak konstitusional warga negara yang terdiri atas: hak masyarakat rentan, hak politik, dan hak ekonomi sosial budaya. Menurutnya, kedaulatan di tangan rakyat telah diletakkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan prinsip konstitusional. Ia menyatakan bahwa MK terus berusaha menjaga prinsip konstitusionalisme itu terus dijalankan, guna menjaga marwah kehidupan negara yang demokratis.
Selain itu, Prof. Enny juga menyampaikan MK berupaya mewujudkan access to justice bagi warga masyarakat. MK meresponnya lewat kerja sama dengan berbagai lembaga. Salah satunya FH UII mendapatkan smartboard, atau perangkat untuk mengakses persidangan di MK secara virtual.
Senada, Dr. Suhartoyo menyampaikan transformasi digital erat hubungannya dengan semboyan, “keterbukaan adalah roh keadilan, dan keadilan tidak ada artinya tanpa keterbukaan”. Komponen keterbukaan itu, secara rinci dapat terdiri dari enam hal, yaitu: integrity, information, communication, technology, trustworthy, and clean.
Merespon dari perkembangan teknologi saat ini, Dr. Aloysius berpendapat regulasi saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan transformasi digital, melainkan juga harus diiringi dengan pemikiran manusia yang progresif. Hal itu dapat didorong dengan pengaplikasian hukum progresif, optimalisasi penegakan hukum pidana, serta keseimbangan dan keterpaduan antara penegakan hukum dan perkembangan teknologi.
Terakhir, Prof. Budi Agus menyampaikan bahwa teknologi internet memiliki setidaknya enam karakteristik, di antaranya yaitu: 1) tidak ada pembatasan wilayah geografis, 2) pengkaburan identitas, 3) hierarki struktural, 4) interaktif dan dinamis, 5) hubungan secara elektronik, dan 6) berdampak pada desain hukum.
Ia menilai perkembangan teknologi saat ini sangat berpengaruh pada desain hukum baik secara materiil ataupun formil. Beberapa contohnya yaitu, adanya kontrak elektronik, perlindungan konsumen, e-court, bukti elektronik, online dispute resolution, dll.
Untuk itu, ia berpendapat hukum dituntut untuk dapat beradaptasi dan memberikan perlindungan lebih kepada masyarakat, terutama dalam hal perlindungan data pribadi dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. (EDN/ESP)