,

Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan UII Ziarah ke Makam Pendiri

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar kegiatan ziarah ke makam pendiri dan tokoh UII pada Sabtu (13/07). Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan UII, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, serta para peserta Sekolah Kepemimpinan UII 2024. Kegitan yang juga dalam rangka Milad ke-81 UII ini bertujuan untuk mengingat dan meneladani perjuangan para tokoh serta pendiri UII terdahulu.

Rute perjalanan ziarah kali ini diawali dengan mengunjungi makam tokoh UII di makam UGM Sawit Sari. Ziarah berlanjut ke makam tokoh UII di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Makam Bahoewinangoen, Makam Boharen, dan terakhir di makam Raja-Raja Imogiri.

Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D dalam sambutannya mengatakan ziarah ini merupakan kegiatan tahunan yang tujuannya untuk mengenang jasa pendiri UII dalam perjuangannya membangun UII seperti sekarang.

Di Makam UGM Sawit Sari yang berlokasi di jalan Ringroad Utara, Condongcatur, peserta berziarah ke makam Prof. Dr.H. Ace Partadireja yang saat itu menjabat sebagai Rektor UII periode 1970-1982, Prof. Dr. H. Zanzawi Soejoeti, M.Sc. yang merupakan rektor UII periode 1990-1993, dan Ir. R.H.A. Sahirul Alim, M.Sc yang pernah mengemban amanah sebagai Pembantu Rektor IV periode 1983-1985.

Wiryono Raharjo mengemukakan, Prof. Ace Partadireja pada masanya melakukan perubahan internasionalisasi UII dengan mengirim dosen-dosen ke luar negeri untuk sekolah. Memberlakukan aturan yang sangat ketat dengan mengharuskan dosen-dosen UII sekolah di luar negeri. Ia juga pertama kali menggulirkan program karyasiswa UII yang terus berlanjut sampai sekarang.

Prof. Ace Partadireja juga menginisiasi International Program (IP) yang dibuka pada tahun 1996, dimana UII menjadi yang pertama di Indonesia yang berani membuka program IP tersebut. Program IP ini dikelola oleh alumnus dosen-dosen yang disekolahkan oleh kebijakan Prof. Prof. Ace Partadireja. “Ini adalah milestone dari strategi penguatan SDM UII dari Prof. Ace,” jelas Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII ini.

Sementara itu, sosok Ir. R.H.A. Sahirul Alim, M.Sc. merupakan guru besar FMIPA. Beliau merupakan da’i terkenal yang sering mengisi kajian di berbagai forum keagamaan ataupun akademik. Sempat ditahan oleh pemerintah karena sikap kritisnya. Kemudian ada Prof. Zanzawi yang melanjutkan kebijakan Prof. Ace dalam penguatan SDM dengan lebih terstruktur melalui mobilitas internasional yang berkolaborasi dengan World University Service of Canada. Dengan kolaborasi ini UII mengirim banyak dosennya ke Kanada untuk sekolah. Masa kepemimpinan Prof. Zanzawi  ditandai juga dengan dibangunnya kampus terpadu UII.

Agenda ziarah berlanjut ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara untuk mengenang Prof. Dr. Sardjito. Pada masa kepemimpinannya, UII melebarkan sayap dengan membuka fakultas-fakultas cabang UII di berbagai daerah di Indonesia seperti Surakarta, Madiun, Purwokerto, Gorontalo, Cirebon, Bangli, dan Klaten. Prof. Sardjito mengakhiri tugas sebagai Rektor UII tahun 1970 ketika beliau harus menghadap Allah yang kemudian diabadikan namanya menjadi rumah sakit terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu RSUP Dr. Sardjito.

“Kita bisa meneladani Prof. Sardjito dalam ketekunannya dalam berilmu hingga riset-risetnya sampai dibuat produk untuk membantu masyarakat termasuk vaksin yang sampai hari ini masih digunakan. Selain itu dedikasi dalam inovasi diwujudkan dalam pembuatan biskuiit untuk tentara Indonesia yang pada saat itu bergerilya dan butuh perbekalan makanan kering,” tutur Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.

Keluarga besar UII berlanjut ke makam di Kotagede untuk berziarah ke Prof. RHA. Kasmat Bahoewinangun yang merupakan Rektor UII periode 1960-1963 menggantikan Rektor sebelumnya yaitu Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir. Dalam memimpin UII, Prof. Kasmat Bahoewinangun berhasil membuka Fakultas Syariah dan Tarbiyah dan dibukanya cabang UII di luar Yogyakarta. Banyak yang bisa diteladani dari ketekunan mencari ilmu dan sikap aktivis yang luar biasa pada lintas organisasi dan bidang minat.

“Ketekunannya dalam berilmu sampai ke negeri Belanda harus bisa memacu semangat untuk terus belajar. Selain itu beliau aktif di Muhammadiyah, kita juga tidak membayangkan beliau juga aktif juga di partai politik saat itu di MIAI dan Masyumi, aktif di Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI),” terang Prof. Fathul Wahid.

Tidak jauh dari makam Prof. Kasmat Bahoewinangun, peserta kegiatan ziarah melanjutkan ke makam Boharen Kotagede tempat peristirahatan terakhir Prof. K.H.A. Kahar Mudzakkir, Rektor UII Magnificus periode 1945-1948 dan 1948-1960. Beliau berjasa dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Sembilan, dan perumus Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal pembukaan UUD 1945 dan menjadi Pancasila

“Banyak kisah yang bisa diteladani dari Prof. Kahar, beliau memiliki relasi yang luar biasa hingga pada tingkat internasional. Ketika UII baru berumur 5 tahun, beliau sudah menggalang kerja sama dengan banyak universitas internasional. Beliau juga negarawan yang luar biasa, visinya melampaui jamannya yang artinya beliau berpikir besar,” tutur Prof. Fathul Wahid.

Prof. K.H.A. Kahar Mudzakkir merupakan sosok yang sangat taat beragama dengan berdakwah menggunakan cara yang luar biasa. Ada hal unik dari Prof. Kahar, beliau sangat memuliakan wanita dengan membawa koran bekas untuk mahasiswi UII sebagai penutup aurat saat perkuliahan berlangsung karena pada saat itu UII belum ada peraturan bagi mahasiswi untuk berhijab. Dari kisah ini bisa ditarik pelajaran bahwa dakwah dilakukan dengan tidak marah tetapi ramah, jangan menghardik tapi mendidik, dan tidak suka membuat gaduh tetapi membawa keteduhan.

Perjalanan kegiatan ziarah berlanjut ke makam Raja-Raja Imogiri. Di tempat ini peserta meniti 425 anak tangga untuk berziarah ke makam GBPH. Prabuningrat atau biasa dipanggil dengan Pak Prabu, Rektor UII periode 1973-1986 dan mantan ketua presidium. Berbeda dengan mengunjungi makam sebelumnya, saat memasuki makam leluhur raja-raja Imogiri, peserta laki-laki diwajibkan menggunakan baju Surjan dan peserta perempuan tetap berada di luar makam.

Kesederhanaan Pak Prabu perlu dijadikan teladan untuk para penerus UII bahkan beliau pernah didemo oleh mahasiswanya karena merasa malu saat mengemban tugas menjadi rektor Pak Prabu lebih memilih naik sepeda ketika menghadiri pertemuan. Mahasiswa berdemo agar Pak Prabu menggunakan mobil. Sehingga UII membeli mobil Fiat untuk digunakan sebagai mobil dinas.

Selain itu, dalam masa kepemimpinan GBPH. Prabuningrat, kemajuan UII meningkat pesat pada pembangunan sarana fisik, sehingga UII berhasil membangun beberapa fasilitas gedungnya sendiri. Pada bidang akademik terjadi peningkatan status di beberapa fakultas, digalakkan pengangkatan dosen tetap, dan peningkatan animo masyarakat untuk bergabung ke UII. (AHR/RS)