,

Tantangan dan Peluang di Era Revolusi Industri 4.0

Sukses Berkarir Sesuai Syariat Islam

Peran teknologi di era revolusi industri 4.0 mengambil alih hampir sebagian besar  aktivitas perekonomian. Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk dunia kerja dan bahkan gaya hidup manusia itu sendiri. Pada dasarnya, revolusi industri 4.0 menggabungkan mesin, alur kerja dan sistem dengan penerapan jaringan cerdas di sepanjang prosesnya. Revolusi industri 4.0 mampu melenyapkan sejumlah jenis pekerjaan, namun di sisi lain juga menghadirkan jenis pekerjaan baru.

Merespon kondisi ini, Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) menggelar kajian keilmuan secara daring bertajuk “Revolusi Industri 4.0: Telat Melangkah Rentan Tertindas” pada jum’at (24/7) dengan menghadirkan narasumber Dosen Fakultas Bisnis Ekonomika Universitas Islam Indonesia Jaya Addin Linando, S.E., MBA.

Mengutip dari Klaus Scwhab, Jaya Addin memulai penjelasannya, bahwa era revolusi industri 4.0 ini merupakan suatu keadaan yang memberikan promise (janji) yang sangat besar yang dibersamai dengan peril (ancaman) yang sangat besar juga. “Jadi jika kita tidak bisa mengikuti kemajuan teknologi di era ini, kita akan terlindas. Ini adalah semacam pisau bermata dua, kalau kita bisa memanfaatkan dengan baik, tentu kita bisa mengambil keuntungan, kalau tidak ya akan tertinggal,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan penanda dari revolusi 4.0 itu sendiri adalah smart technology, yang mana mampu menghubungkan teknologi satu dengan yang lainnya. Kecanggihan ini menciptakan karakteristik tersendiri yaitu ‘Big Data’ (Mahadata) yang mampu digunakan oleh manusia yang tersimpan dan dapat dimanfaatkan. “Kita menggunakan zoom hari ini, pertemuan ini akan tersimpan dalam sebuah data, sehingga data ini berharga dan dibagikan sehingga bermanfaat,” ungkapnya.

Dilansir dari Boston Consulting Group (BCG), Jaya Addan menyebutkan empat area yang terpengaruhi oleh revolusi industri 4.0. Pertama adalah produktivitas, di era ini prosuden semakin gencar meningkatkan produktivitasnya demi mencukupi kebutuhan konsumen, terlebih lagi dukungan kemajuan teknologi yang mempermudah proses produktivitas. Kedua, Revenue Growth (pertumbuhan pendapatan) dengan peningkatan produktivitas yang tajam, pastinya jumlah pendapatan akan meningkat pula.

Yang ketiga Employment (pekerjaan) dapat diartikan juga meningkatnya ketersediaan lapangan pekerjaan. “Hal ini cukup mengejutkan, banyak orang membuat kajian tentang banyaknya peran manusia yang digantikan oleh mesin, jangan-jangan nanti kita akan kehilangan pekerjaan? Akan tetapi, menurut Boston Consulting Group (BCG) sesuai dengan case di Jerman simulasikan diperkirakan akan naik sampai dengan 6 persen selama sepuluh tahun kedepan, dengan syarat skill yang perlukan akan berbeda seiring kemajuan teknologi,” jelasnya.

Keempat, invesment (penanaman modal) yang semakin naik, hal ini dipengaruhi oleh naikknya tiga aspek sebelumnya. Dengan melakukan investasi seseorang mampu mengembangkan perusahaan dan mengembangkan industri sehingga menyebabkan market volatility yang sangat besar. “Jadi pasar ini akan bergejolak, meriah, ini adalah impact yang terjadi mengikuti revolusi industry 4.0,” imbuhnya.

Berikutnya, Jaya Addin mengungkapkan tentang kesiapan Indonesia dalam menghadapi revolusi industry 4.0. Menurut Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI), nilai rata-rata self-assesment INDI 4.0 industri nasional adalah 2,14 persen. Menyikapi hal ini Kementrian Perindustrian Republik Indonesia membuat rancangan berupa 10 Prioritas Nasional Kemenperin dalam menyukseskan Revolusi Industri 4.0.

“Namun pertanyaan yang mendasar adalah Indonesia dibagian mana? Karena masih adanya wilayah yang tertinggal dengan berbagai keterbatasan, seperti belum teraliri listrik dan belum tersentuh internet,” ujarnya.

Terakhir, Jaya Addin menyampaikan bahwa dalam menyukseskan Indonesia 4.0 tidak serta merta berupa ketersediaan akses internet dan kepekaan terhadap sosial media. Diperlukan kesiapan dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, harmonisasi aturan dan lain sebagainya. Tak hanya itu, dukungan dari semua pihak juga perlu, baik pemerintah, pelaku industri dan SDM harus aktif berinovasi dan menjalankan peran masing-masing semaksimal mungkin demi terciptanya sinergi yang baik untuk mendukung kemajuan sektor industri tanah air. (HA/RS)