Tantangan dan Dinamika Kuliah di Era Pandemi
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Universitas Islam Indonesia (UII) Ratna Permata Sari, S.I.Kom., M.A. mengatakan dari waktu ke waktu tantangan dan dinamika perkuliahan semakin berbeda. Tidak sedikit dari mahasiswa yang saat ini telah menikmati perkuliahan secara daring ketimbang harus kembali lagi ke Yogyakarta (kampus).
Hal tersebut dikemukakan Ratna Permata Sari saat menjadi salah satu panelis dalam Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Kuliah di Era Pandemi” yang diselenggarakan oleh Republika dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, pada Sabtu (31/10) secara daring.
Menurut Ratna saat ini dibutuhkan keahlian dan kreativitas para dosen dalam menyampaikan pembelajaran secara daring. Ia menyebut terdapat dua kunci penting bagi perguruan tinggi selama pembelajaran daring, yakni kampus harus tetap menjaga kualitasnya dengan memastikan roda organisasinya tetap berjalan, serta wajib mengedepankan kesehatan dengan terus menerapkan protokol kesehatan.
“Meski daring, kami berharap para dosen juga tetap bisa melakukan riset karena kualitas kampus juga dilihat dari kontribusinya akan penemuan untuk kebutuhan masyarakat. Apalagi zaman sekarang yang mana banyak hoax, maka penting adanya riset,” ungkap dosen Ilmu Komunikasi UII ini.
Selain itu disampaikan Ratna, mahasiswa selama pembelajaran daring juga diharap untuk terus aktif mengikuti perkuliahan. Di sini penting juga adanya kerja sama antara mahasiswa dan dosen. “Misalnya para mahasiswa boleh memberikan feedback kepada dosennya akan pembelajaran yang dilakukan,” tandasnya.
Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D., Sekretaris Majelis Diktilitbang Muhammadiyah, mengaku tantangan setiap kampus berbeda-beda sebab perbedaan wilayah. Selama ini pula banyak mahasiswa yang belum membayar SPP. Meski mengalami kesulitan, ia menyebut solidaritas setiap kampus sangat tinggi seperti membagikan masker, melakukan penyemprotan ke tempat umum, hingga berbagi takjil.
“Filosofi pendidik itu ada lima hal, yakni bisa memberikan ilmunya, memberikan nilai dan etika, mampu menjadi inspirator mahasiswa, mampu memotivasi mahasiswa, dan mampu memberikan contoh baik. Kalau di kelas hal ini gampang dilakukan, tapi kalau daring yang poin tiga, empat, dan lima susah,” kata Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., Kepala Pusat Inovasi dan Kajian Akademik Universotas Gajah Mada.
Meski begitu Hatma Suryatmojo mengiyakan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memberikan tantangan tersendiri. Ia menyebut di Indonesia terdapat 130 kabupaten/kota yang masuk dalam wilayah 3T dengan sekitar 150 ribu siswa atau mahasiswa yang tidak mendapatkan akses internet bahkan gadget. Karenanya ia berharap agar pemerintah memperluas jaringan internet dan gadget yang tepat sasaran.
Erik Hadi Saputra, S.Kom, M.Eng., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Direktur KUI Universitas Amikom Yogyakarta mengatakan tantangan penerapan kegiatan PJJ adalah adanya isu akan kewaspadaan aplikasi pembelajaran, yang menurut pemberitaan dapat memberikan dampak e-banking nya jebol.
“Selama ini pusat jaminan Amikom adalah menyamakan pertemuan pembelajaran luring dengan pembelajaran daring. Misal kalau luring itu dua jam, maka daring juga harus dilakukan dua jam. Lalu agar tidak bosan, saya ingin mengatakan saatnya sekarang ini para dosen jadi youtuber agar mempermudah mahasiswa memahami materi yang ada,” ujarnya.
Sedangkan Bayu Septian, Ketua BEM Universitas Negeri Yogyakarta mengaku telah ada bantuan kuota sebanyak 50 GB dari Kemendikbud. Namun ia merasa bantuan tersebut tidaklah terlalu membantu, sebab dari total tersebut hanya 5 GB saja yang dapat digunakan sebagai kuota utama dan sisanya hanya dapat digunakan untuk platform tertentu. Padahal tidak semua dosen menggunakan platform yang ada di 45 GB yang diberikan pemerintah. Untuk itu ia berharap agar pemerintah segera memperbaiki pemberian kuota ini.
Sementara itu, Pengamat Pendidikan, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. menjelaskan bahwa persoalan pandemi tidak terlepas dari globalisasi. Menurutnya, perguruan tinggi menjadi tempat, ujung tombak, orang berpikir dan riset yang harus mulai berinovasi memberikan pembelajaran yang lebih efektif dan kreatif.
“Diusahakan seoptimal mungkin daring dilakukan. Perbandingan kuliah konvensional dan online justru lebih efektif yang online dengan dibuat video yang lebih berisi dan efektif. Perlu juga relaksasi dan diskonstruksi kurikulum PJJ tanpa mengurangi tujuan konvensional,” sebutnya. (SF/RS)