Tangkal Pengaruh Negatif Media Sosial Lewat Kegiatan Keagamaan
Semakin merangseknya pengaruh media sosial yang masuk hingga ruang-ruang keluarga patut menjadi perhatian bersama. Tidak selalu berkonten positif, informasi yang beredar di media sosial seringkali bercampur baur dengan konten-konten negatif. Tanpa adanya benteng yang kuat, bukan tidak mungkin hal ini akan memberi dampak bagi tumbuh kembang keluarga, khususnya anak-anak dan generasi muda. Salah satu solusi adalah dengan menanamkan nilai agama dan moral di ruang keluarga sejak dini.
“Ketika orang tahu nilainya amal, dan membesarkan suatu amal maka ketika menghadapi berbagai problem maka dia akan kembali kepada amal agama. Karena amal agama adalah solusi setiap masalah kehidupan”, ungkap Ust. Damarsono selaku trainer gerakan taklim tersebut yang digagas dr. Syaefudin Ali Akhmad, M.Sc selaku DPL 1 melalui KKN PPM UII.
UII menginisiasi kegiatan keagamaan berbasis keluarga yang diberi nama GERTAK (Gerakan Taklim). Gerakan yang terlaksana dari 31 Juli-31 Agustus itu juga mendukung program yang sudah berjalan di Kecamatan Samigaluh yaitu program sholat berjamaah di masjid. Ini merupakan respon UII atas keresahan para orang tua yang cemas dengan efek negatif media sosial melalui handphone dan internet serta acara televisi yang kurang mendidik. Mayoritas penduduk desa Gerbosari memang beragama Islam dengan penganut sekitar 4.664 orang dari total jumlah penduduk 4.863 warga.
“Kami merasakan dengan adanya GERTAK membuat kami bersemangat dalam menghidupkan amalan agama di rumah, dengan mendapatkan nasihat pada waktu dan tempat secara istiqomah bersama keluarga yang bisa menjadi alternatif”, demikian tanggapan dari warga dusun Sumbo, Samigaluh, Bp. Lagiman.
GERTAK dimulai dari rumah penduduk di mana masing-masing anggota keluarga berkumpul dan membaca kitab keagamaan, fadhillah amal dengan durasi 5-10 menit secara konsisten. Pembacaan hadist dari kitab fadhillah amal menjadi salah satu aktifitas utama. Di sana terdapat dorongan beribadah dan dakwah seperti menjaga sholat berjamaah di masjid, membaca Al-Qur’an, berdzikir, saling menasihati, bersilaturahmi, dan senantiasa memperbaiki diri.
“Waktu pembacaan kitab itu dimusyawarahkan bersama keluarga, dipilih waktu-waktu yang memungkinkan semua anggota keluarga berkumpul. Jadi mirip seperti menonton TV namun kontennya tentang keagamaan”, tambah dr. Syaefudin Ali Akhmad, M.Sc.
Ditambahkan dr. Syaefudin Ali Akhmad, manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani yang setiap unsur memerlukan nutrisi. “Unsur jasmani membutuhkan makanan dan minuman. Sedang unsur ruhani membutuhkan makanan berupa nilai spiritual keagamaan”, katanya.
Menurutnya, kemajuan teknologi dan perkembangan sosial telah berdampak pada menurunnya asupan rohani yang dibutuhkan seseorang. “Generasi muda akrab dengan gadget semakin jauh dari masjid dan nilai-nilai agama. Hampir semua tempat ibadah sepi dari anak-anak muda”, keluhnya.