,

Tandatangani MoU, UII dan KOMNAS HAM Sepakat Jaga Kebhinekaan Indonesia

Beberapa waktu terakhir ini isu perbedaan primordial menjadi tantangan bagi tercapainya kebersamaan di Indonesia. Konflik dan kekerasan yang bernuansa perbedaan makin menggejala. Bahkan agama yang dinilai sebagai penyeru perdamaian seringkali juga malah dilibatkan dalam potensi konflik tersebut.

Hal tersebut melatarbelakangi penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Universitas Islam Indonesia (UII) dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI), sekaligus Seminar dan Workshop bertajuk “Menggelar Kebhinekaan, Merajut Kebersamaan” yang di prakarsai oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII, Rabu (14/6) di Hotel Santika Premiere Yogyakarta.

Direktur PUSHAM UII, Eko Riyadi, SH.,MH., menyampaikan harapan dengan diselenggarakannya kegiatan tersebut agar semua elemen dapat bersinergi untuk meredekan potensi konflik yang terjadi selama ini.

“Kami berharap ada intervensi secara bersama-sama, baik dari kepolisian, universitas, masyarakat sipil, maupun KOMNAS HAM yang sangat concern dengan isu ini agar potensi-potensi tersebut bisa direda dan tidak memunculkan konflik baru”, pungkasnya.

Ditambahkan Rektor UII, Nandang Sutrisno, SH.,LLM.,M.Hum.,Ph.D., dalam sambutannya menuturkan bahwa saat ini kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tengah diuji dengan tantangan adanya sekelompok orang yang ingin memecah belah persatuan.

“Hari ini kebhinekaan kita sedang diuji, sehingga menjadi tugas semua unsur bangsa ini  untuk bekerjasama memulihkannya agar tunggal ikanya muncul kembali”, tuturnya.

Sementara Ketua KOMNAS HAM RI, Nur Kholis, SH.,MA., menyampaikan bahwa kerjasama dengan semua pihak menjadi sangat penting, khususnya dengan universitas dalam memajukan dan menegakkan HAM melaui tridharma perguruan tinggi agar tidak terjadi pendangkalan pemaknaan terhadap pancasila dan nilai-nilai kebhinekaan.

“Karena pemahaman yang kurang atau kemungkinan mengambil sudut pandang sendiri dengan pemahaman yang dangkal tadi, maka seolah-olah mereka paling benar. Sehingga menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada mereka”, paparnya.

Sedangkan Komisioner KOMNAS HAM, Dr. M. Imdadun Rahmat, M.Si dalam materi seminarnya menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya. Namun dalam beberapa tahun terakhir, kasus kebebasan beragama mengalami peningkatan, salah satunya pada saat riuh politik pilkada Jakarta.

“Kasus laporan tindakan intoleransi kebebasan beragama yang dilaporkan ke KOMNAS HAM tahun 2015 sebanyak 87 kasus, sedangkan 2016 sebanyak 97. Bahkan di kepolisian bisa lebih, karena tidak semua kasus masuk ke KOMNAS HAM”, ujarnya.

Ditambahkan oleh Kepala Badan Kesbangpol DIY, Agung Supriyono, SH.,M.Hum., bahwa menjadi agenda bersama dalam menjaga kebhinekaan, pengembangan pemahaman dan implementasi nilai-nilai ideologi pancasila.

“Bahwa kita harus menumbuhkan sikap toleransi terhadap perbedaan agama, budaya, dan etnis sebagai kekayaan Indonesia yang tidak perlu dipedebatkan”, pungkasnya (IHD/MUS)