Taliban Berbeda Ideologi dengan ISIS dan Al-Qa’idah
Students Association of International Law Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (SAIL FH UII) menyelenggarakan webinar “Afghanistan Through The Eyes of International Law and International Politics”. Acara yang diselenggarakan secara virtual pada Selasa (12/10) ini menghadirkan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Abdul Kadir Jailani, sebagai pemateri.
Mengawali materinya, Abdul Kadir mengatakan bahwa Indonesia akan tetap melakukan engagement kepada Afghanistan. Dalam hal pengakuan, Abdul Kadir menyampaikan ada dua tipe pengakuan, yaitu: pertama, pengakuan terhadap negara (State Recognition) dan pengakuan terhadap pemerintahan (Government Recognition). Pengakuan terhadap negara adalah prinsip yang sangat dasar, dan sering dilakukan oleh negara-negara di dunia, seperti Inggris, Australia, dan negara-negara Anglo saxon lainnya. Berbeda dengan Government Recognition, yang mana faktor politiknya cukup kental, dan tidak semua negara mengakui adanya mekanisme ini.
Hingga saat ini Kedutaan Indonesia di Afghanistan masih bertahan, dan dilakukan melalui jarak jauh dari Pakistan. Menurutnya, Pemerintahan Taliban belum memenuhi komitmen-komitmen awal perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Di sisi lain, pemerintahan Taliban juga masih didominasi oleh tokoh-tokoh lama pemerintahan Taliban yang dahulu.
Memang saat ini sedikit berbeda dengan dahulu, wanita di Afganistan diperbolehkan sekolah, bahkan sempat terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh para wanita kepada pemerintahan Taliban. Namun ini tidak bisa menjamin bagaimana keberlangsungan hak wanita kedepannya. Menurut hasil pengamatan pihaknya, perbedaan ini terjadi karena ada perbedaan dalam internal kelompok Taliban.
Kelompok yang memberikan komitmen-komitmen internasional itu berasal dari kelompok politik Taliban yang bermarkas di Qatar, Doha. Kelompok ini cenderung lebih moderat dan berbeda dengan kelompok militer yang lebih radikal.
Selanjutnya, Abdul Kadir menyatakan hubungan Taliban dan Al-Qa’idah dulu sangat erat. Ketika Al-Qa’idah mendapat teguran dari Amerika Serikat, dan membutuhkan tempat perlindungan yang lebih aman lagi, dan Taliban menawarkan bantuannya. Tak hanya itu Taliban juga mengumpulkan dana keuangan untuk perjuangannya, serta mendapatkan bantuan finansial dari Al-Qa’idah. Sejak saat itu hubungan mereka menjadi sangat erat, bahkan hingga masuk ke ranah pribadi, seperti banyak dari anggota Taliban yang akhirnya menikah dengan anggota dari Al-Qa’idah.
Menurutnya, Taliban dan Al-Qa’idah memiliki ideologi yang berbeda, dan tujuan utama dari Taliban hanya ingin membebaskan negaranya dari kekuasaan asing. Mereka dengan senang hati menerima bantuan Al-Qa’idah, karena mereka berpikir Al-Qa’idah dapat membantu dalam melawan kekuatan-kekuatan asing di Afghanistan sejak tahun 1979.
“Dengan demikian, ada kesamaan interest antara Taliban dengan Al-Qa’idah tetapi mereka tidak identik. Tema perjuangannya berbeda, agendanya juga berbeda, meski ada titik pertemuannya yaitu sama-sama tidak menyukai kekuasaan asing,” ujar Abdul Kadir.
Taliban juga sangat berbeda dengan ISIS, bahkan ISIS merupakan musuh utama Taliban. Hal ini dibuktikan dengan beberapa hari yang lalu terjadi serangan bom masjid terhadap orang-orang Syiah di Afghanistan. Serangan-serangan ini dilakukan oleh ISIS, dan ISIS secara tegas telah menyatakan berperang melawan Taliban.
Terakhir, Abdul Kadir menyampaikan terkait dampaknya bagi terorisme di Indonesia, “Kita dapat memastikan sejauh ini, tidak ada informasi tentang keterkaitan kelompok terorisme di Indonesia dengan Taliban. Melainkan yang ada hanya keterkaitan kelompok terorisme Indonesia dulu dengan Al-Qa’idah, dan saat ini dengan ISIS. Sedangkan ISIS adalah musuh Taliban, sehingga tidak ditemukan keterkaitan antara kelompok terorisme Indonesia dengan Taliban,” ucapnya mengakhiri penyampaian materi. (EDN/ESP)