Takwa: Menyamping, Mengatas, Mengedepan
Alhamdulillah, Allah telah memudahkan kita dalam menyelesaikan puasa Ramadan dan mengisi Ramadan dengan amalan-amalan terbaik lainnya.
Idulfitri adalah momentum untuk mengevaluasi yang sudah kita lakukan selama bulan Ramadan dan melanjutkan serta meningkatkannya di masa mendatang. Sebuah misi yang tidak selalu mudah, tetapi dengan ikhtiar terbaik dan pertolongan Allah, insyallah kemudahan akan selalu hadir.
Misi akhir puasa seperti dipesankan oleh Allah adalah menjadi orang yang bertakwa. La’allakum tattaqun.
Hanya saja, tak satu ayat pun dalam Alquran yang memberikan previlese atau hak kepada kita untuk menilai takwa orang lain dan menghakiminya. Yang dipesankan oleh Alquran adalah sederet tanda atau ciri yang bisa kita jadikan indikator atau barometer ketakwaan kita. Kata takwa (termasuk derivasinya) muncul lebih dari 200 kali dalam Alquran.
Berikut adalah beberapa ayat yang menggambarkan ciri orang bertakwa, yang terekam dalam Alquran.
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Albaqarah 2: 177)
(133) Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (134) (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, (135) dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzhalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (QS Ali Imran 3: 133-135)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Alhasyr 59: 18).
Tentu, masih banyak ayat yang menggambarkan ciri orang bertakwa. Berdasar ketiga ayat di atas, kita bisa membuat daftar singkat ciri tersebut sebagai pengingat bersama.
Menurut Alquran, orang yang bertakwa itu
- dermawan, suka berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit;
- penyabar, penahan amarah;
- pemaaf, jika orang lain membuat kesalahan kepada kita dan meminta maaf;
- penepat janji, jika berjanji termasuk janji profesional sebagai pemimpin/manajemen, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa;
- pemohon ampun kepada Allah, jika berbuah zalim kepada diri sendiri; dan
- berpikir jauh ke depan, visioner, dan tidak terjebak pada kekinian, apalagi masa lampau.
Ciri tersebut di atas terkait dengan aspek hubungan antarmanusia (hablun minannas) (poin 1-4 di bawah), hubungan dengan Allah (hablun minallah) (poin 5), dan kesadaran akan masa depan (poin 6). Hubungan antarmanusia adalah dimensi menyamping, hubungan dengan Allah adalah dimensi mengatas, dan kesadaran akan masa yang akan datang adalah dimensi mengedepan.
Semoga kita dimudahkan Allah untuk menapak jalan terjal untuk menjadi orang yang bertakwa sesungguhnya. Yang menjadikan takwa menantang adalah dimensi yang menyertainya. Takwa tidak bersifat kadang-kadang. Takwa tidak terbatas waktu dan ruang. Takwa adalah ikhtiar sepanjang hayat, selama nyawa masih melekat dan nafas belum tersedat. Takwa dilakukan di mana pun kita berada.
Semoga kita dimudahkan Allah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dermawan, lebih sabar, lebih murah dalam memberikan maaf, lebih menepati janji, lebih mudah memohon ampunan kepada Allah jika berbuat zalim, dan berorientasi pada masa depan.
Semoga Idulfitri kali ini menjadi momentum untuk menemukan kembali fitrah kita dan menjadikannya sebagai acuan dan mewarnai semua aktivitas kita. Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu meridai dan memudahkan langkah kita dalam beribadah kepadaNya. Amin.
Disarikan dari sambutan pada Syawalan Universitas Islam Indonesia pada 13 Juni 2019.