Suplemen Iman di Tengah Pandemi
Kajian Online Penyejuk Iman yang diadakan oleh Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam Universitas Islam Indonesia pada Jumat kemarin (8/5) diisi Direktur DPPAI UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, S.H., M.Hum yang mengangkat tema “Memaknai Bulan Puasa di Tengah Pandemi”.
Aunur Rohim Faqih mengatakan bahwa pertama yang harus dipahami oleh masyarakat adalah tentang iman kepada Allah. Kalau beriman kepada Allah, berarti orang tersebut ingin bertemu dengan Allah, Sang Pencipta. Cara untuk bertemu dengan-Nya adalah jangan terikat dengan sarana-sarana Allah.
“Kalau masih mengikatkan diri dengan sarana Allah, maka kita tidak akan bertemu dengan Allah. Jadi kita harus bertemu dengan pencipta sarana agar mendapatkan sarana dan menikmati sarana itu sendiri. Jadi tujuan kita adalah Allah, bertemu dengannya bukan untuk sarana itu,” jelasnya.
Maksud dari sarana di sini adalah adanya virus corona menjadi hal yang tidak menghalangi kita untuk terus beribadah di bulan Ramadhan ini. Karena nantinya kita akan bertemu dengan pembuat virus tersebut. Sehingga tidak perlu untuk terlalu mengkhawatirkannya, sebab setiap penyakit pasti memiliki obatnya.
“Kita mengakui adanya virus, tapi kita juga harus mengakui kalau ada yang membuat virus itu. Momentum virus ini harusnya dijadikan sebagai kesempatan bertemu sang penciptanya dengan ibadah yang kuat. Untuk menghilangkan virus ini kita juga harus bertawakal dengan Allah,” ucapnya.
Kebanyakan orang salah kaprah dalam menyikapi pandemi. Mereka meninggalkan shalat dan puasa dengan alasan pandemi. Padahal, seharusnya seorang muslim tidak meninggalkan hal itu. Karena Allah akan mengangkat pandemi dengan izin-Nya. Kita pun harus meningkatkan iman dan melakukan perbuatan shaleh sebagai bentuk ikhtiar kepada Sang Pencipta.
Ia juga menyebut zaman sekarang, banyak yang salah kaprah dengan bergantung kepada dunia. Padahal kalau kita tergantung dengan dunia maka akan muncul wabah dari dunia itu sendiri. “Ini menjadi titik tolak bahwa kita manusia memang sangat tidak ada apa-apanya. Menghadapi virus kecil saja tidak bisa. Ini jadi momentum akan eksistensi adanya Tuhan,” terangnya.
Aunur Rohim Faqih mengajak setiap orang untuk memaknai puasa dengan benar. Puasa berarti shaum, yang artinya menahan kemauan diri kita, seperti makan dan minum. Kalau kita memaknai puasa hanya soal makan dan minum maka virusnya akan datang dari persoalan makan dan minum itu. “Jadi melihat dunia dari perspektif si Pembuat Dunia, bukan perspektif kita yang hidup di dunia”, pesannya.
Kehadiran Covid-19 membawa makna dan keberuntungan yang besar jikalau kita tahu hikmah dibaliknya. Covid-19 justru membuat kita intens beribadah dari rumah. Membuat banyak hikmahnya yang luar biasa di dalamnya. Dibandingkan dengan masa sebelum adanya wabah, orang memiliki sedikit waktu untuk berkumpul dengan keluarga.
“Contoh lain kalau dulu mungkin kita shalat di masjid kan jamaah kita jadi makmum. Tapi karena sekarang harus di rumah, kita pun belajar memperbaiki ibadah shalat kita dengan menjadi imam di keluarga,” pungkasnya. (SF/ESP)