Sudut Pandang Agama Akan Perawatan Jenazah Covid-19
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) kembali mengadakan seminar pengabdian masyarakat dengan mengangkat tema “Tinjauan Medis dan Agama dalam Perawatan Jenazah Covid-19”, pada Sabtu (14/8).
Pemulasaraan jenazah terinfeksi Covid-19 atau diduga kuat terinfeksi disarankan dilakukan oleh orang yang terlatih untuk menangani.
“Namun melihat lonjakan kasus diperlukan peran serta masyarakat dalam proses pemulasaraan jenazah,” jelas dr. D. Aji Kadarmo, Sp. FM, DFM, Kepala Instalasi Forensik RS Bhayangkara Polda DIY. “Sebelumnya masyarakat diberi pengetahuan serta pelatihan terlebih dahulu,” tambahnya.
Keterlibatan masyarakat ini bisa terlaksana dalam dua bentuk. Menurut dr. Aji masyarakat bisa saja menjadi relawan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.
“Melalui koordinasi antara RT dan puskesmas terdekat bisa dibentuk kelompok pemulasaraan jenazah di desa dengan memperhatikan ketentuan syariat agama,” jelas dr. Aji.
dr. Aji juga menjelaskan mengenai upaya penyelarasan antara aspek agama dan kesehatan. Proses protokol kesehatan yang perlu diperhatikan. ”Cairan tubuh pada jenazah berkemungkinan untuk menularkan virus sehingga perlu prosedur disinfeksi,” jelasnya.
Menimbang aturan dari Kemenag dalam hal pemulasaraan jenazah khususnya untuk kaum muslim, jenazah Covid-19 harus ditutup dengan kain kafan lalu menggunakan plastik atau kayu (bahan yang tidak tembus air). Jenazah yang sudah dibungkus tidak dapat dibuka lagi, kecuali keadaan darurat seperti autopsi dengan maksimal disemayamkan selama 4 jam.
Selanjutnya jenazah boleh disholatkan di rumah sakit rujukan atau masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan desinfeksi setelah menyolati dengan.
“Hal lain yang penting adalah lokasi penguburan dengan jarak minimal 50 meter dari sumber air tanah dan 500 meter dari pemukiman,” tegas dr. Aji. “Kedalaman liang adalah 1.5meter dengan tinggi gundukan tanah 1 meter,” tutupnya.
Pada sesi kedua dilanjutkan materi oleh dr. Agus Taufiqurrahman, M.Kes, Sp.S. yang merupakan Dosen FK UII mengangkat judul “Tanggung Jawab Muslim Terhadap Muslim lain yang Meninggal”. Hal tersebut merupakan buah keresahan dari kejadian-kejadian yang dinilai kurang memperhatikan hak kewajiban seorang muslim, seperti penolakan terhadap jenazah Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia.
“Kewajiban muslim terhadap muslim yang lain antaranya adalah menjawab salam, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, mendoakan muslim yang bersin, dan terakhir adalah mengantar jenazah,” jelas dr. Agus.
Proses penanganan jenazah dalam keadaan normal ada 4 hal yaitu memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan menguburkan. “Pertama adalah pejamkan matanya, katupkan mulutnya, sedekapkan tangannya, luruskan badan-kakinya, dan ucapkan kalimat tarji’,” terang dr. Agus saat keadaan normal atau bukan penanganan pada jenazah Covid-19.
Menurutnya untuk penanganan jenazah Covid-19 menurut pada Fatwa MUI No: 18 Tahun 2020 bahwa pengurusan jenazah (tahjiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam hal memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dengan tetap memperhatikan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkan dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19. (UAH/RS)