Strategi Pembelajaran Daring Selama Pandemi
Banyak aspek kehidupan yang mulai ditata ulang dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sekolah sebagai tempat belajar harus dilakukan di rumah. Hal ini yang terkadang dapat membuat stress para orangtua dalam mendampingi belajar daring anak-anaknya. Ikatan Keluarga Alumni Teknik Indutri Universitas Islam Indonesia (UII) pada Minggu (26/7) mengadakan webinar bertema strategi pembelajaran daring untuk orangtua selama pandemi. Webinar ini merupakan salah satu bentuk kolaboraksi satu visi menuju 40 tahun Teknik Industri UII pada 2022.
Dr. Rasmitadila, S.T., M.Pd., lulusan Teknik Industri UII tahun 1994 yang sekarang menjadi Dosen PGSD Universitas Djuanda dan Founder Rumah Inklusif, berkesempatan mengisi kegiatan webinar. Menurutnya, pendidikan menjadi hal yang tidak akan pernah mati. Point besar pendidikan tidak hanya mengajar, namun juga mendidik.
Menurut data UNICEF pandemi membuat adanya penutupan sekolah di 188 negara dengan total 91% atau 1,6 siswa. Sedangkan di Indonesia tercatat 60 juta siswa terdampak. Rasmitadila mengaku mendapatkan keluhan dari banyak orangtua melalui chat maupun telepon. Menurutnya keluhan tersebut disebabkan tidak siapnya mereka dalam menghadapi fenomena baru harus mendampingi anaknya belajar, padahal banyak ibu yang juga bekerja di luar rumah.
Tidak hanya Indonesia, negara lain juag dinilai tidak siap 100% dalam mengontrol pendidikan di negaranya. Segala aspek pendidikan harus dirubah termasuk sistem pembelajarannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rasmitadila dengan sampel 451 siswa Sekolah Dasar beberapa provinsi di Indonesia ditemukan bahwa 94,5% siswa lebih mudah diajar oleh guru secara langsung.
Selain di sekolah belajar, murid-murid juga dapat bermain dengan teman-temannya sehingga tidak bosan dibandingkan dengan belajar di rumah saja yang mudah membuat jenuh. Sedangkan orangtua ditemukan lebih sering stress karena mendampingi anak-anaknya belajar setiap hari di samping pekerjaannya dan juga pusing harus sering membeli paketan. Dari sisi guru, ditemukan bahwa pembelajar daring harus memperhatikan aspek siswa, orangtua, dan guru.
Menurut Rasmitadila, sistem pembelajaran tidak dapat hanya melihat dari satu sisi, melainkan dari setiap sisi guru, siswa, dan orangtua. Dengan hal ini maka harus duduk bersama tanpa saling menyalahkan. Bagi guru terdapat beberapa strategi pembelajaran daring seperti membuat video. “Ini akan sulit bagi yang gaptek, maka guru juga harus meningkatkan kemampuannya,” jelasnya.
Selain trategi pembelajaran, guru juga dapat membuat strategi lain yang mempermudah siswa dan orangtua yang mendampinginya. Rasmitadila menyebutkan terdapat dua pembelajaran jarak jauh, yakni dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Pemerintah juga memberikan relaksasi kurikulum bagi setiap guru dengan dibolehkan tidak mencapai target yang dibuat sebelumnya, misal C1-C6 maka boleh diturunkan menjadi C1-C3. “Buat konsep yang disesuaikan dengan kebutuhan. Konsep merdeka belajar juga bisa dipakai. Guru itu boleh mengganti merubah proses belajarnya yang tidak menyusahkan guru, siswa, dan orangtuanya,” jelasnya.
Dalam sekolah biasa terdapat tiga aspek penilaian, berupa afektif (sikat), kognitif (pengetahuan), dan psikomotorik (keterampilan). Hasil survei Rasmitadila, ditemukan bahwa lebih dari 50% nilai kognitif siswa dinilai palsu sebab pekerjaan dikerjakan oleh orangtuanya. Yang dapat dipastikan adalah hanya nilai keterampilan, karena hanya dapat dilakukan oleh siswa yang bersangkutan. Keterampilan ini seperti membaca puisi dan menggambar. Meskipun begitu, Rasmitadila menganggap bahwa ini bukan soal besar sebab penilaian dapat dimodifikasi dengan komunikasi yang baik dengan orang tua. “Pembelajaran daring ini komunikasi efektif dari guru dan orangtua maka harus diterapkan sehingga tidak ada miscom,” tambahnya.
Apapun model pembelajaran akan tetap dilaksanakan jika dikomunikasikan dengan baik antar semua pihak yang terlibat. Sedangkan pembelajaran luring misal bagi orangtua yang tidak memiliki laptop atau telepon genggam, maka dapat difleksibelkan dengan mendownload buku pembelajaran yang telah disediakan oleh kemendikbud lalu dicetak untuk proses belajar mandiri. “Guru dapat memetakan orangtua itu butuhnya daring apa luring misal anaknya berapa punya laptop atau gadget tidak?” sebutnya.
Di akhir sesinya, Rasmitadila mengingatkan kembali bahwa kemendikbud sudah memberikan kemudahan dengan target yang dapat ditambah atau dikurangi. “Yang penting ada prosesnya ada progresnya. Pencapaian anak tidak harus kognitif, yang penting semua harus seimbang,” tutupnya. (SF/RS)