Strategi Bisnis Properti di Masa New Normal
Munculnya wabah Covid-19 tidak hanya berakibat banyaknya korban jiwa, namun juga telah memberikan efek domino yang merugikan beragam sektor salah satunya pada bisnis properti. Selain di luar negeri, sektor properti di Indonesia pun juga terkena dampak yang signifikan dari pandemi tersebut.
Charlie Adi Putra, S.T., Business Development Advisor at Diamond Citra Propertindo Tbk dan Business Development Manager at Cowell Development Tbk. menyampaikan paparannya dalam webinar yang diadakan oleh Program Studi Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Universitas Islam Nasional Sunan Ampel Surabaya, IAI Yogyakarta, dan Universitas Aisyah Yogyakarta, pada Sabtu (13/6).
Menurut Charlie Adi Putra, berbicara mengenai arsitek seperti berbicara tentang chef karena bekerja di belakang untuk menyajikan menu-menu yang cocok sesuai kebutuhan masyarakat sekarang. Ia mengatakan sebelum sampai ke tahap eksekusi, sebagai pengembang bisnis terdapat lima proses yang harus dilalui yakni asset, perencanaan desain dan peraturan perizinan, riset pasar dan pesaing, analisis bisnis dan studi keuangan, serta memperoleh inovasi, penetrasi, dan perubahan. “Arsitek peranannya sebagai perencana dan desain. Arsitek adalah pembawa gagasan ide-ide kreatif,” ungkapnya.
Di masa pandemi sekarang, Charlie Adi Putra mengatakan banyak usaha yang harus ditutup seperti hotel, restoran, mall, dan jasa sewa lainnya. Ia menyebut bahwa hasil riset dari Bank Indonesia tingkat property index turun dan di penjualannya minus lebih dari 50%. Ia menjelaskan bahwa sebagai business development di masa wabah harus memiliki cara lain menjalani uasahanya. Strategi yang harus dilakukan pertama adalah menyadari bahwa pasar bagi usahanya merupakan kalangan produktif antara 19-39 tahun. Menurutnya, millenial lebih memilih kepada usaha sewa tempat. Setelah mengetahui pasarnya, lalu lihat tingkat pendapatan milenial yang dikurangi dengan kebutuhan-kebutuhannya sehingga menghasilkan nilai kemampuan dalam menyicil.
Dari kemampuan millenial menyicil sepertiga atau setengah sisa uang yang ditransformasikan ke dalam bunga bank, konvensional, ataupun syariah. Kemudian dicoba di-splid ke dalam tenor periode 20 atau 25 tahun ke depan. Baru ketahuan produk-produk yang dilakukan itu dinilai berapa. “Sebagai pengelola bisnis kita harus peka dan paham betul terhadap pasarnya, bahwa segmen mereka adalah millenial. Di segmen ini kita tahu pendapatannya lalu dikurangi dengan kebutuhannya, kemudian dijabarkan secara finansial seperti apa sehingga kita tahu oh ternyata harga yang mampu diserap millennial seperti apa,” tambahnya.
Dari produk yang dijabarkan sebagai pengelola bisnis atau arsitek perlu untuk melihat lokasi-lokasinya atau fronsheep development. Sebagai contoh menurut Charlie Adi Putra lokasi saat ini tidak perlu area-area inti seperti Jakarta, bisa sedikit menjauh namun dekat dengan kawasan belanja dan KRL. Jadi intinya lihat aspek TOD dan atau Crowd Puller.
Strategi lainnya di masa new normal ini dengan menawarkan sesuatu yang baru dimana dapat dicapai marketnya oleh millenial. Bagi Charlie Adi Putra, masa sekarang adalah masa kolaborasi di era digital. Tren saat ini adalah co-housing community. Jadi dengan latar belakang yang sama bisa kerjasama dengan proses: find, create community, plan, design, calculate, feasibility study, and stay together. “Di covid (masa Covid-19) sekarang bagaimana orang tinggal atau berkoneksi dengan lainnya. Udah saatnya kita terus berkolaborasi, tinggalkan berkompetisi, bersama-sama untuk membuat komunitas,” ungkapnya.
Grade Banirohim, S.T., Head of Business Development Division at PT HK Realtindo, subsidiary of PT Hutama Karya (Persero) mengatakan bahwa kondisi perekonomian di ASEAN tahun 2019 sampai Q2 2020 mengalami penurunan yang sangat drastis (sampai -3,2%) dikarenakan Covid-19. Hal tersebut dimulai dari penurunan harga, penutupan usaha, meningkatnya hutang ke luar negeri, penurunan produksi barang dan jasa.
Melihat bangunan perkantoran mengalami penurunan dalam segi properti. Alternatif di tengah penurunan sewa kantor, yakni dengan memanfaatkan tempat hunian multifungsi dengan tempat kerja, vacancy dari unit apartemen untuk dapat disetting menjadi workspace baik dijual atau disewakan. Menurut Grade Banirohim terdapat empat keuntungan:
Pertama, work life balance. Konsep Small Office Home Office (SOHO) memberikan keamanan dan kenyamanan antara memiliki tempat tinggal dengan bekerja, sehingga lebih efektif. Kedua, efficient dengan konsep seperti apartemen, biaya seperti service change, maintenance, dan security menjadi satu paket diawal. Selain itu rata-rata biaya cicilan setiap bulan sama dengan sewa co-work space. Ketiga, economical cost. Penghematan atau kebebasan biaya service charge saat overtime. Terakhir, saving transport cost. Tidak ada biaya akomodasi atau transportasi sehingga dapat meminimalkan budget untuk biaya employment.
“Melihat pola pikiran bahwa banyak orang sekarang yang lebih ke bisnis online. Sehingga sebagai arsitek untuk membaca kebutuhan atau ruang dari space dari tiap orang untuk menyediakan daring daripada properti yang mereka tangkap. Dalam bisnis development melihat semuanya sebagai rangkaian, mulai dari objek, pasar, kebutuhan, kemudian plan atau desain. Di sinilah letak arsitek untuk menuangkan ide-idenya,” jelasnya.
Sebagai penutup, Grade Banirohim menyebut terdapat empat faktor pertumbuhan properti. Pertama, net population growth dimana permintaan properti dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk secara eksponensial atau migrasi, dampaknya peningkatan nilai properti di daerah urban dan sub urban. Kedua, wages growth and employment. Tingkat pendapatan atau besaran UMK dan menurunnya tingkat pengangguran membuat konsumer lebih bersedia dan membeli properti karena keamanan finansial.
Berikutnya, government policy. Kebijakan pemerintah juga era hubungannya dengan suplai properti, seperti kemudahan perizinan, insentif terhadap pajak, ataupun subsidi perumahan rakyat. Terakhir, access to finance. Kemudahan terhadap kredit pemilikan rumah (KPR) dan keringanan bunga yang berdasarkan tinggi atau rendahnya seven days repo rate juga akan membantu consumer terhadap daya beli. (SF/RS)