,

Srawung Demokrasi #5: Menakar 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Srawung Demokrasi #5 pada Kamis (30/1) di Ruang Teatrikal Lantai 1, Gedung Prof. Dr. Sardjito UII. Dengan mengangkat tajuk “Rapor 100 Hari Pemerintahan Prabowo” acara ini sukses menarik perhatian peserta dari berbagai institusi. Srawung Demokrasi kali ini menghadirkan pengamat politik Rocky Gerung dan pemikir kebhinekaan Dr. Sukidi sebagai narasumber, dengan moderator Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Hukum (FH) UII, Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah memasuki 100 hari pertama masa kepemimpinannya. Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk merealisasikan janji kampanye. Namun, tidak sedikit polemik yang timbul dalam 100 hari pertama ini.

Kepala PSAD UII, Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. dalam sambutannya mengungkapkan banyak rentetan kasus selama 100 hari ini yang sudah semestinya kita sebagai masyarakat sipil mengawal bersama, dan mengetahui bagaimana arah pemerintahan ini.

“Apa yang kami lakukan adalah upaya untuk merekam berbagai peristiwa yang terjadi 100 hari terakhir. Kita tahu banyak sekali pola dari kabinet yang gemuk, lalu juga berbagai kontroversi yang muncul mengenai proyek strategis nasional. Di antaranya adalah IKN, food estate, kenaikan pajak pertambahan nilai 12% yang memicu gelombang protes. Kita juga melihat makan bergizi gratis juga menimbulkan banyak masalah, mulai dari kualitas makanan hingga pelibatan aparat TNI dalam pengelolaaan dapur umum,” ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi UII ini.

Selain itu, pemerintah juga menggunakan buzzer dalam produksi disinformasi, lalu respresi pada seniman, pers mahasiswa, dan juga para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengalami digital surveillance.  Lebih dari itu, kontroversi pagar laut, dan sertifikat hak guna bagi laut yang seharusnya tidak dibekukan. Tak kalah mengejutkan, tawaran kepada kampus untuk mengelola tambang.

Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya kembali menyoroti tawaran tambang yang diberikan ke perguruan tinggi yang akan memengaruhi integritas akademik kampus. Menurutnya tambang akan berlawanan dengan logika kampus itu sendiri, dan sangat berpotensi membuat kampus melupakan misi utamanya sebagai Lembaga Pendidikan.

Sesi pertama diisi oleh Dr Sukidi seorang pemikir kebhinekaan yang tulisannya telah dimuat di berbagai media. Menurutnya pada 100 hari pemerintahan ini seharusnya kita berkabung bersama atas gagalnya menghidupkan kembali demokrasi yang telah mati. Kita harus berani menolak apa yang bukan kebenaran, yang tidak sesuai dengan akal budi dan panduan nurani.

“Nurani ini penting saudara-saudara. Saya teringat pada pesan Jalaludin Rumi, jikalau segala sesuatu disekitarmu gelap, lihatlah lagi barangkali kamu adalah cahayanya. Saya ngin mengajak anda sekalian menjadi cahaya ditengah kerusakan konstitusi, dan kebangkrutan moral. Ini adalah panggilan untuk menjadi lentera penerang ditengah kegelapan dengan keteguhan pada nurani,” tuturnya.

Mengutip dari Bung Hatta, Dr Sukidi menekankan bahwa republik demokratis harus disadarkan pada hukum agar tidak terjadi tirani. Seharusnya hukum dipersenjatai untuk melawan politik dan kekuasaan yang menyeleweng, bukan malah melindungi seperti yang terjadi sekarang ini.

Di akhir acara, Dr Sukidi kembali mengajak seluruh peserta yang hadir untuk meneladani para pendiri UII, yang juga merupakan pendiri republik dengan semangat republik, semangat rakyat, semangat sejahtera bersama. Menjadi masyarakat sipil dengan akal sehat, akan menjadikan masyarakat sipil yang kuat.

Sesi selanjutnya, diisi oleh Rocky Gerung, seorang pengamat politik ternama yang mengungkapkan catatannya terhadap 100 hari pemerintahan Prabowo, salah satunya adalah wacana kampus menambang. “Memang kampus ini seharusnya menambang, menambang pikiran-pikiran yang ditimbun kekuasaan,” ujarnya.

Rocky juga mengkritisi cara pemerintah menyampaikan sesuatu pada masyarakat bak menerangkan bungkus tanpa menerangkan isinya. Banyak hal yang disembunyikan, lalu juga perilaku para pejabat publik yang semestinya mampu menjawab pertanyaan publik, namun kenyataannya hal itu tidak terjadi.

Selain itu, Rocky menyampaikan titipan keluh kesah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) atas pemotongan anggaran kabinet, yang berimbas pada industri hotel, UMKM, jasa transportasi, hingga petani dan peternak sebagai mitra pemasok bahan pangan. Jika terus dibiarkan maka tidak ada ekonomi yang tumbuh disini.

Rocky juga mengapresiasi UII karena ‘berani berpikir’ di tengah gelombang kampus-kampus yang menerima wacana kampus menambang. Tak hanya itu, kegiatan Srawung Demokrasi ini juga mampu membangkitkan gairah berpikir di Indonesia, khususnya di kalangan mahasiswa. (ELKN/AHR)