Sivitas Akademika UII Suarakan Solidaritas Untuk Rohingya
Tragedi kemanusiaan yang menimpa warga etnis minoritas Rohingya di Myanmar tidak saja menimbulkan keprihatinan dan kekhawatiran masyarakat internasional, tetapi juga telah menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak. Tindak kekerasan yang dilakukan aparat militer Myanmar terhadap Rohingya dinilai telah mengarah pada pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang secara spesifik mengarah kepada genosida atau pemusnahan etnis. Oleh karena itu, maka harus diambil langkah-langkah konstruktif untuk mengatasinya, baik secara internal maupun regional. Institusi akademik diminta tidak tinggal diam dan terus menyuarakan perdamaian untuk etnis minoritas tersebut.
Sebagaimana tergambar dalam Aksi Solidaritas untuk Rohingya yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Indonesia, pada Jum’at (13/10) bertempat di Auditorium Kahar Muzakkir, kampus terpadu UII. Aksi tersebut dihadiri sivitas akademika UII dan mendapat dukungan dari lembaga kemanusiaan, Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dalam aksi tersebut, hasil penggalangan dana yang dilakukan UII senilai Rp 100 juta diserahkan oleh Rektor UII kepada Head of Marketing and Communication ACT DIY, R. Bagus Suryanto.
Pakar Hukum Internasional FH UII sekaligus guru besar UII, Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D dalam orasinya menyampaikan bahwa secara juridis formal pelanggaran dan kejahatan HAM berat yang terjadi di Rakhine telah memenuhi kejahatan pidana internasional.
“Pembantaian suku Rohingya tergolong kejahatan genosida, oleh karena itu komunitas akademik tidak akan mundur dan lantang menyuarakan intervensi kemanusiaan untuk menyelesaikan tragedi Rohingya, karena hanya dengan dasar kemanusiaan kita bersatu, bukan yang lain”, ungkapnya.
Menurutnya, Indonesia pada dasarnya tidak berkewajiban menampung pengungsi Rohingya karena Indonesia tidak menandatangani statuta pengungsi PBB. Namun aksi Indonesia lebih kepada kewajiban atas dasar kemanusiaan.
“Pemberian bantuan kemanusiaan penting sebagai bentuk dukungan masyarakat sipil internasional kepada Rohingya sekaligus tekanan kepada pemerintah Myanmar agar memperbaiki kebijakannya”, ujarnya.
Ia juga menilai gelombang pengungsi suku Rohingya di berbagai tempat dapat menjadi masalah multidimensional jika tidak disikapi serius oleh badan-badan internasional dan negara-negara di sekitarnya.
“Pasalnya Bangladesh sebagai negara terdekat terkena dampak paling besar dengan menampung ratusan ribu pengungsi. Sikap pemerintah Aung San Su Kyi di Myanmar yang tidak kooperatif dengan Badan Urusan Pengungsi PBB akan membuat status pengungsi Rohingya semakin tidak jelas di masa mendatang”, tandasnya.
Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum.,Ph.D selaku Rektor UII mengajak masyarakat akademik berperan aktif dalam membantu Rohingya dan memberikan solusi yang membangun. Sikap masyarakat akademik yang peduli dinilai dapat menggerakkan elemen-elemen masyarakat lainnya dalam memberi dukungan moril bagi etnis Rohingya.
“Salah satu upaya solutif yang sejauh ini telah dilakukan oleh sivitas akademika UII antara lain melalui berbagai kajian akademik dan diskusi, baik yang dilakukan oleh internal kampus maupun diskusi yang juga melibatkan pakar dari eksternal”, pesannya.
Ia juga berpesan masyarakat di Indonesia hendaknya tidak melakukan aksi yang berlebihan/merugikan dalam menilai persoalan krisis kemanusiaan Rohingya, yang justru dapat berdampak negatif bagi stabilitas negara. (MHH)