Sikapi Perubahan Iklim Perlu Langkah Nyata
Isu tentang perubahan iklim telah memanas sejak beberapa tahun yang lalu. Beberapa pertanyaan timbul apakah perubahan iklim memang terjadi di bumi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL UII) mengadakan forum diskusi pada (2/6) di Auditorium FTSP UII. Tema yang diangkat dalam forum diskusi tersebut adalah “Perubahan Iklim dalam Perspektif Teknik Lingkungan”.
Dosen Teknik Lingkungan UII yang menjadi pembicara pertama Dhandhun Wacano, S.Si., M.Sc menyampaikan materi “konsep dan mekanisme perubahan iklim”. Ia menjelaskan perubahan iklim memang terjadi dan memiliki pola perubahan. Isu perubahan iklim sudah terjadi sejak tahun 1712 saat revolusi industri. Maka mulailah bermunculan istilah “efek rumah kaca” hingga isu pemanasan global menguak.
“Perubahan iklim signifikan semenjak revolusi industri. Para ahli mengatakan bahwa penyebab gas rumah kaca adalah penggunaan energi fossil” Tambahnya. Lalu ia mengatakan di Indonesia peneliti tetang perubahan iklim sangatlah sedikit.
Pemateri kedua, Dr. Aini Iswati H.,S.T.,M.Si membantah tuduhan terhadap Indonesia sebagai penyumbang emisi ke-3 dunia. “Berdasarkan data memang Indonesia masuk 10 besar penyumbang emisi, akan tetapi tidak sebesar yang dituduhkan. Bahkan Indonesia juga menyumbangkan oksigen dengan adanya hutan”, Tambahnya.
Penyumbang terbesar gas emisi dari agrikultur dan kehutanan adalah perkebunan kelapa sawit. Pertanian menyumbangkan gas rumah kaca yaitu CH4 terbesar. Untuk itu dibutuhkan upaya baru yaitu sistem pertanian yang ramah lingkungan dengan penggunaan air dan bibit yang sedikit. Tanah hanya dibuat lembab dan bibit padi yang ditanam hanya satu. Maka keuntungan yang didapatkan adalah hemat air dan bibit.
Sedangkan pembicara ketiga, Fajri Mulya Iresha,S.T.,M.T menyampaikan tentang perubahan iklim di wilayah perkotaan. Permasalahan yang didiskusikan adalah “apakah memang benar jumlah manusia di bumi sangat banyak? Kita ada di zaman anthropocene, manusia penguasa di muka bumi” terangnya.
Dengan bertambahnya manusia di muka bumi maka segala hal yang ada di bumi juga akan mengalami peningkatan seperti penggunaan kertas, pembangunan dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pertumbuhan tersebut adalah kondisi yang tidak baik bagi lingkungan jika tidak disertai dengan tindakan untuk mengimbanginya. Lingkungan memang memiliki kemampuan untuk memulihkan dirinya dari pencemaran. Namun karena zat pencemar melebihi ambang batas, maka lingkungan tidak mampu lagi untuk menampungnya.
Berdasarkan data pada tahun 2016 jumlah penduduk di desa sama dengan di kota. “Kita berada di era disrupsi” tambahnya. Untuk itu ia mengajak audience untuk berani memimpikan berbagai teknologi yang dapat dibuat. (NR/ESP).