Siasat PTS Tingkatkan Kerjasama Global di Tengah Pandemi
Untuk menjadi pemenang persaingan global, perguruan tinggi perlu intensif membangun kerjasama internasional. Sayangnya, pandemi covid-19 menuntut seluruh negara untuk mengurangi akses kehadiran orang luar negeri. Hal ini tentu memberikan dampak besar bagi keberlangsungan internasionalisasi perguruan tinggi yang berbasis mobilitas fisik. Merespon disrupsi ini, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) bekerjasama dengan Nationwide University Network in Indonesia (NUNI) serta Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) mengadakan webinar series bertema “Strategi Penguatan Kerjasama Global Perguruan Tinggi Swasta di Kala Pandemi”. Acara pada Rabu (22/7) ini merupakan kelanjutan dari dua webinar yang digelar sebelumnya.
Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII, Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D menyampaikan perlu adanya perubahan prioritas yang semulanya adalah pembangunan infrastruktur fisik menjadi penguatan infrastruktur digital. UII telah melakukan penguatan infrastruktur digital bahkan sebelum pandemi muncul. Salah satunya dengan pembukaan akses jaringan Eduroam. Lewat jaringan ini, sivitas akademika UII tetap dapat mengakses internet secara aman ketika melakukan kunjungan ke universitas lain yang juga tergabung dalam Eduroam. Mereka dapat melakukan login hanya cukup dengan id yang dipakai di UII.
Selain itu, UII juga berkomitmen dalam mengemban kerjasama internasional melalui program Erasmus+. Program ini adalah bentuk dukungan Uni Eropa di bidang pendidikan, pelatihan pemuda, dan olahraga. Melalui program ini, UII berpeluang mengikuti International Credit Mobility (ICM) serta Capacity Building for Higher Education (CBHE). ICM merupakan program yang menawarkan pertukaran (exchange) internasional kepada mahasiswa dan staf (dosen dan tendik) universitas.
ICM biasanya dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat yaitu 3-12 bulan. Wiryono Raharjo mengutarakan bahwa internasionalisasi bukan hanya milik mahasiswa, sehingga UII juga mendukung internasionalisasi bagi seluruh dosen maupun tenaga kependidikan. Sedangkan CBHE merupakan kolaborasi konsorsium antar universitas yang biasanya direalisasikan melalui join project.
Salah satu contoh proyek UII dalam Erasmus+ adalah program Erasmus BUiLD. Program ini diselenggarakan bersama dengan 11 universitas yang terdiri dari 7 universitas di dalan Indonesia, dan 4 universitas dari Uni Eropa. Program ini salah satunya bertujuan mengembangkan web portal untuk ketahanan bencana. Erasmus+ tidak dapat diaplikasikan sendirian, melainkan perlu mitra kerjasama di negara Uni Eropa. Untuk itulah, UII bekerjasama dengan beberapa universitas Uni Eropa yang disiasati secara virtual.
Meski tengah dilanda disrupsi pandemi, Wiryono mengakui kemitraan internasional tetap penting untuk dirawat. Menurutnya, UII sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin berkolaborasi dalam membangun kemitraan internasional itu. Pihaknya juga siap membantu membuka hubungan ke mitra-mitra yang telah terjalin dengan UII.
Menakar Strategi Yang Tepat
Sementara itu, Drs. H. Bedjo Santoso, M.T., Ph.D, Rektor Unissula, melihat bahwa setiap universitas sudah memiliki kebijakan sendiri yang disesuaikan dengan tantangan di masing-masing universitas. Namun, kebijakan ini perlu mendapatkan dukungan pemerintah. “Yang diharapkan dari pemerintah dalam hal ini adalah penguatan infrastruktur sehingga dapat membuka akses kerjasama dengan mahasiswa asing.”, ujarnya. Kolaborasi antara pihak universitas dengan pemerintah dinilai sebagai hal yang tidak boleh dilewatkan dari perhatian.
Bedjo Santoso juga menyampaikan perguruan tinggi perlu mempersiapkan kebutuhan tantangan global. Di antaranya dengan mempersiapkan sponsor, memperlakukan orang secara adil, melibatkan karyawan, memberikan komunikasi berkualitas, menyediakan pelatihan memadai, menggunakan ukuran kinerja yang jelas, membangun tim setelah perubahan, berfokus pada budaya yang berubah, menghargai kesuksesan, dan menggunakan juara internal. Tentu tidak mudah untuk melakukan kesemuanya, namun yang lebih penting adalah berfokus kepada beberapa hal.
Menurut data yang ditampilkan pada webinar kali ini, hingga tahun 2019 Unissula telah memiliki 63 MoU aktif kerjasama internasional baik dalam lingkup mahasiswa maupun dosen dan tenaga pendidik. Merespon disrupsi pandemi, Bedjo Santoso menyampaikan strategi Unissula yaitu dengan membangun database kerjasama yang dapat diakses oleh semua mitra, serta melakukan komunikasi dua arah kepada mitra secara online. Ia juga menekankan pentingnya memperkuat sinergi dan kolaborasi antar PTS demi mewujudkan kebaikan bersama.
Dengan segala bentuk keterbatasan, kemitraan global menurutnya tetap harus terus dijalankan. Pandemi memberikan tantangan baru bagi perguruan tinggi dalam membangun kerjasama internasional. Salah satunya yaitu berkurangnya perpindahan secara fisik dari satu negara ke negara lainnya. Mobilitas internasional sebagai realisasi kemitraan awalnya didominasi oleh mobilitas fisik. Namun hal ini telah bergeser, membuat mobilitas fisik harus dihentikan sepenuhnya dan digantikan oleh peran mobilitas virtual secara keseluruhan. (VTR/ESP)