,

Setahun Tragedi Kemanusiaan Palestina, UII Bersama MER-C Gelar Seminar Nasional

Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Embun Kalimasada Yayasan Badan Wakaf UII bekerja sama dengan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) menyelenggarakan seminar dan pameran lukisan bertema “Dari Indonesia ke Palestina: Refleksi Setahun Tragedi Kemanusiaan” pada Senin (07/10). Kegiatan seminar berlangsung di Gedung Kuliah Umum Sardjito UII, sementara pameran lukisan digelar di Gedung Moh. Hatta UII dan akan berlangsung selama satu bulan ke depan.

Seminar nasional ini menghadirkan berbagai ahli yang mumpuni dibidangnya yakni Prof. Dr. Sefriani, S.H., M.Hum sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional UII, dr. Arief Rachman, Sp.Rad sebagai ketua Emergency Medical Team (EMT) Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia, dan Rizki Dian Nursita, S.IP., M.H.I sebagai Kepala Laboratorium Inovasi Global Program Studi Hubungan Internasional (HI) UII.

Sementara itu, lukisan yang dipamerkan menampilkan karya terpilih dari kegiatan Open Call Lukisan oleh Embun Kalimasada Yayasan Badan Wakaf UII. Sejumlah 65 karya lukisan terkumpul, di mana tiga di antaranya terpilih sebagai karya terbaik dan dua karya lukisan lainnya mendapat apresiasi sebagai juara harapan dari hasil penilaian dewan juri.

Dimoderatori dosen Program Studi HI UII, Farhan Abdul Majiid, S.Sos., M.A., pembicara pertama Prof. Sefriani membahas serangan Israel dari perspektif hukum internasional dan hukum humaniter internasional. Prof. Sefriani memaparkan pelanggaran yang dilakukan Israel dilihat dari hukum internasional dan humaniter sudah sangat masif tidak hanya genosida fisik tetapi sudah masuk pada ranah genosida budaya dalam bentuk yahudisasi.

“Yahudisasi ini meliputi penggantian nama-nama jalan di Arab di Kota Suci Al-Quds dengan nama para nabi, konversi agama di dalam masyarakat, menerapkan kurikulum Zionis di sekolah Arab termasuk mendorong warga Arab untuk mempelajari Bahasa Ibrani agar mudah mendapatkan pekerjaan, dan melenyapkan warisan budaya Palestina yang telah mengakar akar kuat sebelumnya,” ungkap Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional UII ini.

Prof. Sefriani menambahkan banyaknya kontribusi dari masyarakat internasional baik melalui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam bentuk pemberian hak kepada masyarakat Palestina untuk kembali ke rumahnya di Israel hingga pengutukan keras untuk Israel atas serangan yang dilakukannya. International Court of Justice (ICJ) yang hingga saat ini terus berjuang untuk mengadili dan menjatuhkan hukuman atas pendudukan berkepanjangan Israel di Palestina.

“Indonesia sangat berkontribusi dimana I Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi berpidato di Mahkamah Internasional untuk mendukung Advisory Opinion-International Court of Justice (AO-ICJ) dalam menentukan hukuman untuk pendudukan berkepanjangan Israel di wilayah Palestina. Selain itu juga Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung kerja UNRWA (United Nations Relief and Work Agency for Palestine Refugees in the Near East) dalam bentuk peningkatan kontirbusi sukarela sebesar US$ 1,2 juta per tahun mulai 2024 dan hibah sebesar US$ 2 juta,” paparnya.

Lebih lanjut dikemukakan Prof. Sefriani, pelibatan masyarakat Indonesia melalui penjajakan kemitraan dengan lembaga pengelola zakat. Serta komitmen untuk mengirimkan lebih banyak tim medis dan rumah sakit lapangan ke Gaza dan siap mengirimkan kapal rumah sakit, dan berpartisipasi dalam pengiriman bantuan melalui airdrop ke Gaza.

Selain itu, Indonesia siap menerima hingga 1000 pasien dari Gaza untuk dirawat pada RS Indonesia, menyediakan perawatan pasca trauma dan pendidikan bagi anak-anak Gaza, dan mengirimkan berbagai bantuan kemanusiaan lainnya. Prof. Sefriani juga mengajak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam solidaritas bersama dengan Palestina dengan gerakan Boycott, Divestment, dan Sanction (BDS).

Dalam kesempatan yang sama, dr. Arief Rachman memaparkan pengalamannya dan kondisi Gaza saat ia bersama rekan tim EMT MER-C bertugas dalam memberikan pelayanan medis bagi masyarakat Palestina yang menjadi korban serangan. Ia menuturkan kondisi di Gaza saat ini sangat memprihatinkan ditambah bidang-bidang penunjang kehidupan serba kekurangan

“Termasuk yang sekarang ini kita tidak bisa membayangkan pasien yang dalam situasi krisis seperti ini masih ditolak izinnya untuk keluar Gaza untuk mendapat perawatan yang lebih baik,” paparnya.

“Bahkan cerita dari tim medis kami kemarin, saking susahnya situasi sampai kemudian darah di bank darah mereka sampai kosong, jadi pasien yang sudah berdarah-darah secara medis harus diberikan transfusi karena sudah tidak ada lagi (stok darah-red) jadi hanya dimasukkan dari infus, jadi pasien itu sudah betul-betul putih seperti kapas karena tidak ada darah, belum lagi pasien-pasien yang seharusnya tidak menjadi korban khususnya anak-anak dan ibu hamil,” imbuh dr. Arief Rachman.

Ketua EMT MER-C yang juga dokter spesialis radiologi ini juga menambahkan bahwa kondisi yang ada di Gaza juga memotong generasi dalam arti anak-anak Palestina agar tidak bisa melawan kejamnya Israel dibuat menjadi disabilitas bahkan ibu hamil dibatasi nutrisinya selama hamil sehingga bayi yang ada dalam kandungan menjadi malnutrisi hingga meninggal dalam kandungan. Pengelolaan bantuan untuk pengungsi juga terbatas, data pengungsi yang ada di UNRWA hanya berjumlah sekitar 300 ribu jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Gaza sudah mencapai 2 juta jiwa.

“Artinya jatah 200 ribu itu dibagi ke 2 juta penduduk. Misal ada seorang kakek yang berbagi jatah dengan anak dan cucunya karena anak dan cucunya tidak tercantum dalam registrasi pengungsi hanya yang terigstrasi yang mendapat bantuan,” tutur Ketua EMT  MER-C Indonesia ini.

Alih-alih menjadi bangsa yang menjadi lemah, Palestina tidak kehilangan semangatnya untuk terus berjuang menjadi bangsa yang merdeka. dr. Arief menerangkan saat serangan Israel ke Lebanon, masyarakat Palestina berbondong-bondong mengumpulkan dana untuk membantu Lebanon. “Artinya mereka tidak berpikiran sempit bahwa ketika mereka menjadi korban mereka minta diprioritaskan. Saya pikir kata perjuangan itu ada dalam nadi mereka,” tuturnya.

Lebih lanjut, pembicara berikutnya Rizki Dian Nursita, S.IP., M.H.I merespon terkait aktivitas yang terjadi aksi solidaritas terhadap Palestina yang khususnya dilakukan oleh akademisi. Ia mengutip pendapat dari seorang psikiater, Frantz Fanon bahwa pembebasan dari penjajahan yang utama bukan yang sifatnya fisik saja tetapi yang paling penting adalah bagaimana membebaskan mentality-nya

“Disini saya meilihat peran institusi pendidikan terutama kampus sangat penting dan ini terjadi di seluruh dunia, mungkin kawan-kawan disini sering membaca berita di bulan April 2024 sempat ada gerakan encampment yang terjadi di Columbia University, yang mana disitu mahasiswa nge-camp di kampus dengan menyuarakan apa yang menjadi tuntutan dari mereka khususnya divestasi dari lembaga-lembaga yang terafiliasi oleh Israel,” papar Dosen Program Studi HI UII ini.

Menurut Rizki Dian, tidak hanya mahasiswa saja yang terlibat dalam kegiatan encampment ini tetapi terdapat profesor yang terlibat. Selain itu, kegiatan ini tidak terjadi di Columbia University saja tetapi ada 140 kampus yang tersebar di 40-50 di negara bagian Amerika. Selain itu terdapat 25 negara yang melayangkan protes terhadap serangan Israel ini yang dilaksanakan di kampus termasuk di UII.

“Jadi dari akademisi, profesor, dan mahasiswa mereka juga memiliki harapan yang sama terhadap Palestina seperti divestasi dari lembaga yang terafiliasi dengan Israel, selain itu ada juga yang menuntut agar Amerika menghentikan bantuan senjata, dan juga ada yang menuntut hubungan diplomatik dengan Israel dihentikan. Tapi pada intinya nafasnya sama, bagaimana kemudian agar minimal genosida yang terjadi di Gaza itu berhenti,” ujarnya.

Selain akademisi, banyak kota di beberapa negara yang juga ikut melakukan kegiatan serupa berupa longmarch dengan tujuan menyuarakan dukungan terhadap Palestina seperti di Paris, Berlin, London, hingga Maroko. (AHR/RS)