Sejarah Pers dan Performance Research dalam Ilmu Komunikasi
Meskipun Ilmu komunikasi masuk ke dalam bidang humaniora, bukan berarti selalu menjadikan kultur masyarakat sebagai kajian keilmuan. Sejarah pers atau proyek eksebisi ternyata dapat dijadikan dasar kajian ilmu komunikasi. Gagasan ini menjadi sajian utama dalam Serial Bincang Sejarah Komunikasi: Penerapan Studi Sejarah Komunikasi: Kasus Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya yang diadakan oleh Program Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) pada Minggu, (26/7) secara daring, dengan menghadirkan Dr. Antoni, M.Si. sebagai pembicara.
Antoni memulai dengan memaparkan luasnya posibilitas kajian yang dapat dilakukan dalam bidang ilmu komunikasi, salah satunya adalah sejarah pers. Ia juga mengungkapkan alasan personalnya bahwa penting melanjutkan riset terdahulu, sehingga ini yang membuat kajian sejarah komunikasi, bagi Antoni sangat melekat. Antoni mengungkapkan bahwa Kesatrian Institute merupakan tonggak awal lahirnya jurnalisme di Indonesia. Masa dimana para wartawan belajar jurnalisme melalui magang dan diskusi bersama rekan jurnalistik.
Setelah jurnalistik berkembang, lahirlah sosok yang kita kenal sebagai Buya Hamka yang berkiprah di Medan. Pada zamannya, lahir pers-pers Islam yang dikelola oleh kalangan tokoh muslim. Pada zamannya juga, jurnalistik bertransformasi menjadi model industri. Tidak sedikit pelaku-pelaku jurnalistik yang bersitegang karena atmosfir yang terasa kompetitif antara masing-masing pers akibat sistem industri. Pada masa ini menurut Antoni, jurnalis yang memiliki kekuatan secara ekonomi dapat menghidupkan korannya secara independen.
Namun yang menarik untuk dikaji, kata Antoni, selain bidang ekonomi dalam jurnalisme, adalah bagaimana pers mempertahankan substansinya di masa ekonomi yang dibilang cukup sulit. “Contoh, Panji Masyarakat. Mereka tidak memiliki kas. Pada suatu hari datang orang iklan, membawa selebritis yang akan mengiklankan korannya. Namun tawarannya ditolak,” ujar Antoni. Penolakan ini penting, menurut Antoni, agar menjaga kepentingan konten jurnalisme di dalamnya.
Performance Research
Selain sejarah pers, model riset yang cukup menarik bagi Antoni adalah Performance Reserach. Dalam Performance Research, sebagian besar riset berpusat pada proyek yang dilakukan. Contohnya adalah program yang Antoni ikuti tiga tahun lalu di Polandia dimana kegiatan utamanya adalah travelling di sepanjang kota besar di Eropa. “Yang menarik adalah banyak kegiatan di sepanjang perjalanan seperti, fotografi, sketsa, musik, cermah, dan lain-lain. Riset ini dilakukan dalam rangka membangun kembali memori kolektif identitias Eropa,” tutur Antoni.
Ini, menurut Antoni, dapat membangkitkan semangat selama proses penggarapan riset. Selain itu, ini juga menunjukan bahwa temuan riset sejarah komunikasi tidak hanya hasil riset murni, tapi juga bahan yang penting dalam konteks kekinian. Lebih lanjut, model riset ini, menurut Antoni juga dapat diimplementasikan di universitas di Indonesia. “Kita bisa memulai dari mengartikulasikan kembali riset sebelumnya seperti membuat eksebisi tokoh-tokoh pers di Indonesia,” usul Antoni. Upaya ini jelas penting dalam rangka melakukan penyadaran pada publik.
Dari segi kebermanfaatan, produk dari Performance Research kaya karena hasil risetnya dan kontribusinya terhadap masyarakat. Tetapi tidak hanya itu, Antoni berpendapat bahwa model riset ini juga dapat menjadi instrumen bagi mahasiswa untuk mengirimkan kritik atau rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka mempengaruhi kebijakan. Terakhir, ia mahasiswa menyerahkan hasil risetnya tidak hanya kepada narasumber, tetapi juga dikirim ke perustakaan nasional atau arsip nasional agar dapat ditindaklanjuti di masa mendatang. (IG/RS)