Sebaran Dokter di Indonesia Belum Merata
Tidak meratanya pendistribusian dokter di Indonesia masih menjadi persoalan, terlebihi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang saat ini sudah di tetapkan sebagai bencana nasional oleh pemerintah. Hal ini diharapkan juga menjadi perhatian para dokter lulusan Fakultas Kedokteran UII yang secara resmi dilantik dan diambil sumpahnya pada Kamis (23/4).
Pelantikan dan pengambilan sumpah dokter periode XLIX ini berbeda dari biasanya, yakni dilakukan secara daring. Pada periode ini Fakultas Kedokteran UII melantik 13 dokter baru dengan rincian 9 dokter perempuan dan 4 dokter laki-laki.
Dekan Fakultas Kedokteran UII, dr. Linda Rosita, M.Kes, Sp.PK. menyampaikan harapannya kepada para dokter yang baru saja dilantik, terlebih di saat mewabahnya Covid-19. “Mulai hari ini warnailah hari-hari kalian dengan pengabdian, karena tenaga kesehatan sangat dibutuhkan pengabdiannya pada masa pandemi ini. Jadilah dokter yang mampu berperan dalam situasi sulit sekalipun, karena dokter adalah sebagai benteng terakhir dalam upaya penanganan Covid-19,” paparnya.
Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T. M.Sc., Ph.D. menyampaikan bahwa lulusan kedokteran UII diharapkan menjadi dokter muslim yang baik. “Tiga ciri dokter muslim yang baik adalah mempunyai kompetensi keilmuan yang luas, mempunyai pemahaman praktik keislaman yang istiqomah, dan yang terakhir yaitu profesionalisme yang tinggi,” ungkapnya.
Fathul Wahid juga menyinggung tiga hal yang perlu diingat dalam mendefinisikan profesionalisme. Sebagai profesional maka harus mengasah kemampuan komunikasi yang baik. Keterampilan komunikasi meliputi keterampilan berbicara tetapi juga sekaligus keterampilan dalam mendengarkan. Dokter yang baik seharusnya tahu kapan mulai berbicara dan kapan mata dan telinga terjaga. Cara dokter mengkomunikasikan informasi kepada pasien sama pentingnya dengan informasi yang dikomunikasikan.
Selain itu, Fathul Wahid juga mengajak para dokter untuk mengasah rasa empati. Menurutnya sangat penting bagi seorang dokter memahami perasaan pasien. Dokter yang berempati akan merasakan, menghayati dan menempatkan diri sendiri layaknya yang dialami pasien tanpa harus tenggelam di dalamnya.
Lebih lanjut disampaikan Fathul Wahid, keinginan yang tulus membantu pasien juga merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki seorang dokter. Dokter yang tulus dalam membantu pasien tentu akan membuatnya menjadi pribadi yang disukai oleh pasien. “Hal ini akan memudahkan aktifitas dokter karena pasien menjadi lebih terbuka untuk memberikan informasi yang sebenarnya,” terangnya.
“Saya berharap minimal tiga kemampuan tersebut, yaitu mengasah komunikasi, rasa empati dan ketulusan bisa anda kembangkan, meskipun Anda sudah lulus. Saya ingin menitipkan nama almamater kepada anda dengan cara menjaga nama baik anda sendiri. InsyaAllah dengan anda menjaga nama baik anda sendiri nama almamater juga terjaga,” pungkasnya. (DRD/RS)