SAKAPARI 2019 Ulas Tema Arsitektur Islam Nusantara
Proses belajar dapat kita petik dari berbagai sumber termasuk melalui kegiatan non akademik. Hal inilah yang tergambar dalam Seminar Karya dan Pameran Arsitektur Indonesia atau SAKAPARI 2019. Kegiatan ini telah menjadi wadah bagi mahasiswa Arsitektur untuk mengasah kemampuan menulis. Seperti disampaikan Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D selaku Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan dalam sambutan pembukaan acara.
“SAKAPARI menjadi media yang sangat penting memupuk kecintaan terhadap menulis. Hal yang mendasar adalah menguatkan daya baca“ tegasnya di Gedung FTSP UII pada Sabtu (27/7). SAKAPARI ke-4 tahun 2019 menghadirkan pembicara Prof. Dr. Yulianto Sumalyo dan Dr. Yulianto P. Prihatmaji, IPM., IAI. Kedua narasumber menyampaikan materi Arsitektur Islam di Indonesia.
Prof. Dr Yulianto Sumalyo sebagai pembicara pertama membawa peserta seminar untuk mengenal lebih banyak arsitektur bangunan ibadah pada zaman dahulu. Ia mencontohkan bangunan ibadah melalui gambar-gambar. Bangunan masjid dengan gaya arsitertur hypostyle dan vernakular di Afrika dan Moorish di Spanyol tidak luput dalam pembahasannya.
“Arsitektur masjid berangkat dari arsitektur rumah, di mana rumah merupakan jati diri seseorang. Masjid selalu menggunakan arsitektur termegah yang berada di wilayah tempatnya dibangun. Arsitektur masjid cenderung dibuat sebaik dan seindah mungkin”, terangnya.
Sementara pemateri kedua, Dr. Yulianto P. Prihatmaji, IPM., IAI menggarisbawahi bahwa arsitektur merupakan suatu akibat dengan dasar yang kuat. Dasar-dasar arsitektur adalah kepercayaan, pengetahuan, kemampuan, nilai, sikap dan tradisi.
Berbeda dengan pemateri pertama, Yulianto P memulai materinya dari gambar reruntuhan rumah Nabi Muhammad Saw. Melalui hal itu, ia ingin menyampaikan kisah kesedihan sahabat melihat Nabi yang merupakan utusan Allah namun rumahnya hanya beralaskan pelepah kurma. Sebaliknya para raja pada saat itu bergelimang kemewahan.
“Ikhlaskah kamu jika kemewahan dunia untuk mereka dan kemewahan akhirat untuk kita” jawab Nabi pada sahabat. Berdasarkan jawaban Nabi, ia pun mengartikan bahwa minimalis adalah mempersiapakan perjalanan panjang. Hal tersebutlah yang semestinya masuk pada ruh spirit dari desain-desain yang dibuat para Arsitek muslim.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Islam diibaratkan biji, sehingga jika Islam masuk ke daerah-daerah yang berbeda maka desain bangunan masjidnya juga akan mengikuti desain bangunan khas daerah. Ia memberikan contoh masjid dengan gaya khas bangunan Toraja yang terdapat simbol salib yang tidak mencirikan Islam.
“Tidak semestinya mengklaim bahwa masjid tersebut tidak islami, di mana simbol tersebut merupakan salah satu komponen struktur bangunan. Di sini pentingnya untuk selalu berebut kesalahan untuk memperoleh kebenaran”, pungkasnya. (NR/ESP)