Revolusi Dakwah Diperlukan Untuk Keadilan dan Kemajuan Bangsa
Tahun Baru Hijriah merupakan momentum yang tepat untuk selalu mengawali perubahan. Momentum ini bukanlah sebuah hari raya, atau peringatan waktu dan zaman namun lebih kepada tekanan ketaqwaan. Inilah yang membedakan perayaan tahun baru hijriah dengan tahun baru miladiyah (tahun baru Masehi).
Seperti disampaikan Ustadz Bachtiar Nasir dalam tabligh akbar yang digelar di Masjid Ulil Albab UII pada Jum’at (22/9). Ia menambahkan bahwa pentingnya semangat yang dibangun karena Allah sehingga harapan kepada umat Islam agar senantiasa memberikan yang terbaik.
“Jangan berikan yang sisa untuk Allah, jangan berikan yang sisa untuk Islam, jangan berikan sisa ilmu untuk Islam, masuklah Islam secara kaffah dan berikan yang tebaik untuk Islam”, tuturnya.
Dalam kajian tematik yang diselenggarakan oleh TMUA (Takmir Masjid Ulil Allbab) itu, Ustadz Bachtiar Nasir menceritakan sejarah hijrah Nabi Muhammad sebagai salah satu bentuk ketaatan beliau terhadap perintah Allah.
“Hijrahnya Rasulullah ke Madinah memiliki banyak tantangan dari orang-orang Quraisy yang harus beliau hadapi, namun karena ketaatan dan kepatuhan, beliau dapat melaksanakan hijrah dan dapat menghadapi rintangan hingga membangun peradaban di Madinah”, jelasnya.
Menurutnya, hijrah bukahlah karena tekanan atau suatu strategi namun tidak lain karena perintah Allah Swt. Para Nabi dan Rasul ini memiliki sifat pemberani dan bertanggung jawab dalam menghadapi risiko, begitu pula dengan berdakwah.
Berkaitan dengan revolusi, ia beranggapan yang sebenarnya adalah revolusi akhlakul karimah. Artinya dalam melakukan revolusi yang perlu dibangun ialah infrastruktur sumber daya manusia itu sendiri dan soal ekonomi sehingga jika umat islam bangkit secara revolusioner maka negaranya akan maju
UBN demikian sebutan akrabnya, juga membagikan tips dalam menjalankan hijrah, yaitu prinsip menjadi orang tangguh dengan memulai melaksanakan tugas Allah dengan mulai melangkah. Seperti apa yang telah difirmankan Allah dalam hadits Qudsy riwayat Bukhari Muslim nomor 2675 dan 6970.
“Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta Aku mendekat kepadanya sedepa, Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat”, kutipnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, hal ini tidak terlepas dari perintah Allah SWT untuk masuk Islam secara total (Kaffah) dimana dalam menjalankan pernitah agama harus bersungguh-sungguh begitu juga ketika meninggalkan yang dilarang oleh Allah SWT. (MNA)