Ramadhan, Yuk Stop Maksiat
Bulan Ramadhan memang memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya yakni terbukanya pintu taubat dari perbuatan maksiat di masa lampau. Seperti kajian yang disampaikan Ustadz Sulaiman Rasyid, S.T. di SAFARI Iman Ramadhan UII pada Kamis (7/5).
Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa di bulan Ramadhan pintu surga dibuka lebar, pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Menurut Ustadz Sulaiman Rasyid, setan yang dibelenggu merupakan pimpinan setan, maka tidak heran jika masih ada maksiat.
Sedangkan terhalang akan kebaikan Ramadhan memiliki arti jika dalam bulan Ramadhan seseorang tidak melakukan kebaikan maka di bulan lain ia dimungkinkan tidak mendapat kebaikan pula. “Setan sudah diikat tapi masih maksiat ini menunjukkan sedang sakitnya jiwa seseorang” ucapnya.
Pada bulan Ramadhan juga menjadi momentum untuk menghapus dosa-dosa. Para ulama menjelaskaan dosa yang diampuni merupakan dosa kecil bukan dosa besar. Menurutnya, pengampunan dosa besar harus melalui taubatan nasuha.
Untuk itu, ia mewanti-wanti untuk meninggalkan maksiat di bulan Ramadhan agar dalam berpuasa tidak hanya mendapat lapar dan dahaga. Beberapa maksiat yang perlu dihindari pada bulan suci, antara lain :
Pertama, kesyirikan pada bulan Ramadhan seperti mempercayai para dukun atau dukun bertopeng kyai. Mereka melakukan beberapa ramalan, terlebih pada masa pandemi sekarang ini bermunculan banyak dugaan. Contohnya dukun mampu menghilangkan virus corona dari jalan dan melakukan pengobatan dengan caranya.
“Barang siapa yang datang, bertanya, mendengarkan hanya karena iseng maka ini tetap hati-hati karena bisa jadi puasa 40 hari yang lampau tidak diterima. Ia telah kufur terhadap ajaran Rasulullah,” jelasnya.
Kedua, orang berpuasa tapi tidak shalat. Puasa menjadi pedang dalam menahan diri untuk makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Jika seorang mukmin tidak mampu melaksanakan shalat padahal ia mampu berpuasa penuh, para ulama berpendapat bahwa hal itu membuat puasanya tidak sah. Terlebih shalat menjadi garis pembatas dalam kemaksiatan.
Ketiga, orang yang berpuasa tapi menggunjing orang lain, membicarakan aib yang seharusnya disembunyikan. Misalnya adalah membicarakan para pemimpin kita dengan menyebut keburukan-keburukannya. Padahal sebenarnya kalau kita menggunjing maka kita sedang mentransfer pahala kita ke mereka.
“Inilah orang yang bangkrut. Yakni orang yang puasa, haji, zakat tetapi membicarakan kejelekan orang lain. Ia bangkrut di akhirat,” tegasnya.
Keempat, lepasnya pandangan mata secara liar. Misalnya adalah ketika shalat Idul Fitri atau tarawih banyak yang mengenakan pakaian baru dan wangi-wangian. Lalu banyak pria tidak bisa menahan pandangannya. Oleh karena itu, kita seharusnya bisa menundukkan pandangannya.
Kelima, membuka aurat. Misal pergi ke pasar atau olahraga. Hendaknya masing-masing pribadi muslim memperhatikan pakaiannya sehingga mampu menutupi auratnya.
Keenam, melanggar aturan, instruksi serta nasehat para ulama terkait corona. Instruksi belajar di rumah, kerja dari rumah, beribadah di rumah harus dilaksanakan. Namun, banyak orang yang masih ngabuburit, olahraga, jogging, main, atau mudik yang membuatnya keluar dari rumah masing-masing. Ini menunjukan pelanggaran atas aturan pemerintah.
Ketujuh, tidak berpuasa tanpa ada uzur syar’i. Kecuali dengan alasan-alasan yang diperbolehkan syariat, setiap muslim wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Apabila ada hari di mana ia tidak berpuasa, maka wajib menggantinya di hari lain di luar bulan Ramadhan. (SF/ESP)