Ramadan Momentum untuk Introspeksi Diri
Penghujung Ramadan menjadi momentum umat Islam introspeksi diri akan amalan-amalan yang telah dilakukannya. Ustadz Ahmad Fathan Hidayatullah, S.T., M.Cs. dalam Kajian Ulil Albab Ramadan Universitas Islam Indonesia (UII) yang digelar secara daring menuturkan kita tidak boleh mengklaim sudah ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan segala amalan.
Agar iman terus meningkat dan menambah kekhusyukan dalam beribadah, Ustadz Fathan Hidayatullah mengajak untuk terus bermuhasabah dengan menambah amalan-amalan saleh lainnya selagi masih ada kesempatan.
Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Hasyr ayat 18-19 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik,” terang Ustadz Fathan Hidayatullah yang dalam kajiannya kali ini mengangkat topik Ramadhan bersama Al-Qur’an.
Dalam ayat tersebut, Allah meminta setiap diri untuk mempersiapkan diri dengan memperhatikan apa yang telah dilakukannya untuk hari esok (akhirat). Mengevaluasi atau muhasabah diri perlu dilakukan agar kita tahu apakah amalan yang dilakukan selama ini berdampak positif untuk ke depannya atau malah membawa pengaruh negatif.
Dijelaskan Ustadz Fathan Hidayatullah, muhasabah berarti kita menghitung diri atau bertanya kepada diri sendiri tentang amal saleh yang akan dihitung oleh Allah pada hari kiamat nanti. Karena muhasabah yang akan menggerakkan kita untuk beramal saleh dan menjadikan sadar akan kebutuhan amal saleh kita di hari kelak.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: “hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian manimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal.”
Di akhir Ramadan ini, Ustadz Fathan Hidayatullah mengajak untuk terus bermuhasabah diri, dan berharap dapat bertemu dengan malam Lailatul Qadar yang di dalamnya dijanjikan sebagai malam yang lebih baik dari 1000 bulan. “Mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an dan mengejar target. Tapi, jangan sampai kita fokus membaca Al-Qur’an saja tanpa memikirkan makna-makana yang ada di dalamnya,” jelasnya.
Hal tersebut selaras dengan QS. Al-Baqarah ayat 185 yang artinya: “Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil.” Di dalam Al-Qur’an terdapat juga keistimewaan lain yakni Allah memudahkan kita mempelajarinya. Hal ini sesuai dalam firmanNya yang artinya “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran. Maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)
Allah mengulanginya sebanyak empat kali di dalam Al-Qur’an. Ustadz Fathan Hidayatullah menjelaskan bahwa terdapat empat makna mudah, yakni:
Pertama. Al-Qur’an itu mudah untuk dibaca. Banyak sekali orang yang belajar membaca Al-Qur’an dimudahkan oleh Allah. Meskipun bahasa di dalam Al-Qur’an berbahasa Arab, namun banyak orang yang bisa membaca bahkan menghafalkannya meskipun bahasa kesehariannya bukanlah bahasa Arab. “Kita tiap hari Bahasa Indonesia tapi Allah mudahkan kita baca bahasa Arab di Al-Qur’an dan sholawat nabi. Orang yang sungguh-sungguh belajar maka akan dipermudah,” tambahnya.
Kedua, Al-Qur’an mudah untuk dihafalkan. Orang yang optimis menghafalkannya, maka Allah telah menjanjikan untuk memberikan kemudahan. Anak kecil yang belum bisa membacanya, juga diberi kemudahan oleh Allah untuk mengingat surat-surat pendek bahkan ada yang sudah mengafalnya 30 juz. Inilah kebesaran Allah untuk menjaga Al-Qur’an.
Ketiga, kemudahan dalam memahami. Bahasa-bahasa di dalamnya lugas dan jelas maka orang mudah memahaminya. Tapi di sini kita tidak bisa bebas dalam memaknainya, karena harus belajar dengan para ulama agar tidak salah dalam memahaminya. “Kisah menarik ada orang musyik yang mambacanya dari kiri. Dia membaca arti dalam surah Al-Ikhlas ayat pertama yang mengatakan bahwa Allah itu Esa. Maka seketika itu pula, orang tersebut bersahadat dan masuk Islam,” ucap Ustadz Fathan Hidayatullah.
Keempat, isi kandungan mudah dipraktekkan setiap hari. Misal interaksi antar ayah dan anak banyak diajarkan di Al-Qur’an melalui kisah-kisah nabi, seperti kisah nabi Ibrahim dengan Ismail, Nabi Lukman dengan anaknya, dan masih banyak lagi.
Ustadz Fathan Hidayatullah juga mengatakan bahwa membaca Al-Qur’an saja itu baik. Namun, sayangnya sebagian besar orang tidak membaca artinya. Bagaimana bisa mempraktekkan ajaran-ajaran di dalamnya. Membaca Al-Qur’an saja pahalanya luar biasa, agar semakin lengkap maka bertadaburlah sebagai bentuk mempelajari Al-Qur’an. “Karena sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an lalu mengajarkannya kepada orang lain,” tutpnya. (SF/RS)