Pusdiklat FH UII Adakan Pelatihan Hukum Negosiasi dan Mediasi

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) mengadakan Pelatihan Hukum Negosiasi dan Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada Selasa hingga Rabu (21-22/05). Hadir tiga pemateri yang berasal dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Indonesia (Kemenkumham RI), yaitu Ruslinda Dwi Wahyuni, S.S., M.Si., LL.M., Erlan Nopri, S.H., M.Hum., C.L.A., C.R.A., dan R. Syaifullah Hadiyanto S, S.H., M.Kn.

Bertempat di Ruang Legislative Drafting Lantai 4 Gedung FH UII, pelatihan yang bertajuk Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Pada Hak Cipta dan Hak Merek di Indonesia, dihadiri oleh 24 peserta yang terdiri dari mahasiswa aktif, fresh graduate, serta alumni FH UII. Kegiatan ini bertujuan untuk mengatasi jumlah sengketa terkait HKI di Indonesia yang semakin meningkat, khususnya pada hak cipta dan hak merek.

Menurut Ruslinda, kekayaan intelektual merujuk pada kreasi di bidang seperti musik, seni, dan lainnya yang merupakan hasil dari olah pikir manusia, berbeda halnya dengan Hak Kekayaan Intelektual.

“HKI memberikan perlindungan hukum kepada karya-karya ini melalui hak-hak seperti copyright dan hak paten. Dengan catatan, telah diberikan hak tersebut oleh negara setelah kreasi atau ciptaan memenuhi persyaratan tertentu,” ujar Ruslinda selaku Pemeriksa Desain Industri Ahli Madya di DJKI.

Berikutnya, Syaifullah Hadiyanto menjelaskan HKI bukan hanya tentang hak merek dan indikasi geografis, namun juga mengenai pentingnya penciptaan merek. “Penciptaan merek dalam HKI ini penting karena memiliki dua manfaat, hak eksklusif dan hak prioritas, untuk mencegah dasar hukum perlindungan terhadap karya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Erlan Nopri menjelaskan mengenai tujuan HKI khususnya hak cipta dan hak merek adalah untuk menyelesaikan ketidaksepakatan para pihak tentang sesuatu hal, oleh karena itu diperlukan langkah negosiasi dan mediasi di antara kedua belah pihak tersebut.

Menurutnya, negosiasi merupakan proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan antara dua pihak. Sedangkan mediasi adalah proses perundingan untuk mencapai kesepakatan dengan bantuan orang ketiga, atau disebut sebagai mediator. Mediasi sendiri bersifat sukarela serta melibatkan mediator yang aktif membantu para pihak dalam memahami dan menemukan solusi.

“Bentuk sengketa hak cipta dapat berupa perbuatan melawan hukum, perjanjian lisensi, dan sengketa mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau royalti,” imbuh Erlan.

Dalam paparan materinya, Erlan turut memberikan contoh terkait perebutan merek antara dua gerai es krim terkenal di Yogyakarta. Adanya perlindungan hak merek ini memunculkan alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui negosiasi dan mediasi.

Pusdiklat FH UII berharap pelatihan negosiasi dan mediasi yang diselenggarakan dapat menjadi bekal bagi para peserta untuk menyelesaikan sengketa HKI, sehingga nantinya dapat mendukung penegakan hukum hak kekayaan intelektual yang lebih efektif di Indonesia. (FA/CWN/RS)