Pusat Studi Gender UII Kembali Diluncurkan
Guna mendorong pengembangan penelitian yang berperspektif gender serta memperjuangkan kesetaraan dan keadilan di masyarakat, Pusat Studi Gender Universitas Islam Indonesia (PSG UII) berinisiatif menyelenggarakan Relaunching PSG UII dan “Workshop Metode Penelitian Berperspektif Gender” pada Hari Kamis (14/2). Acara yang diadakan di Ruang Auditorium Fakultas Kedokteran UII tersebut diikuti oleh sejumlah dosen dan peneliti dari PSG Universitas, OPD, dan lain-lain yang berasal dari ormas, dan LSM di DIY dan Jateng.
Dr. Trias Setiawati, M.Si selaku Ketua PSG UII menyampaikan kegelisahan dalam menjelaskan apa itu peran dan perspektif gender untuk menyelesaikan masalah-masalah pembangunan menjadi dasar diadakannya acara.
“Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam memasyarakatkan pemahaman kesetaraan dan keadilan gender melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Gender sebagai sebuah kontruksi sosial budaya cenderung berimplikasi pada ketidakadilan salah satu jenis kelamin”, katanya.
Menurutnya, konstruksi budaya tersebut membuat perempuan mengalami ketidakadilan seperti subordinasi, marginalisasi, beban ganda, bahkan kekerasan di ranah domestik maupun di ruang publik. Untuk itu workshop metodologi penelitian berperspektif gender dapat memberikan pemahaman serta wawasan kepada para peserta.
Sementara itu, Dr. Tri Winarni SU dalam keynote-nya menyampaikan laporan kajian gender Kantor Menteri Pemberdayaan Perempuan-APEC gender focalpoint yang semakin menguatkan adanya isu gender dalam banyak aspek.
“Secara ekonomi, perempuan lebih rentan karena lebih memiliki sedikit akses, dan terlebih kontrol kuasa ke sumber-sumber daya ekonomi. Kondisi tersebut juga terjadi dengan anak-anak dan lansia, yang juga tergantung ekonomi kepada laki-laki dewasa”, jelas Ketua Pusat Studi Wanita UGM itu.
Sedangkan, Ir. Kumara Dewi, M.P menekankan perhatian dan kerjasama berbagai kalangan khususnya akademisi di perguruan tinggi untuk mengangkat persoalan ketidakadilan gender di masyarakat. Langkah tersebut salah satunya dapat dijalankan melalui kegiatan penelitian yang memuat isu gender bersifat kritis, transformatif, emansipatif, dan pemberdayaan sosial.
Pada materi terakhir, Alimatul Qibtiyah, M.Si, M.A, Ph.D menyampaikan terkait dengan konsepsi gender dalam Islam. Islam, menurutnya, sebenarnya cukup komprehensif dalam melindungi perempuan dalam kehidupannya baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
“Relasi laki-laki dan perempuan dalam posisi setara, tidak ada superioritas dan subordinasi, masing-masing memiliki potensi, fungsi, peran dan kemungkinan pengembangan diri. Islam mengajarkan kepada pemeluknya bahwa perempuan dan laki-laki setara di hadapan Allah. Nilai-nilai kesetaraan tersebut bersifat qot’i dan mengikat untuk menjadi landasan utama membincangkan relasi gender dalam Islam”, terang dosen UIN Sunan Kalijaga tersebut. (Alif)