Proyeksi Kesiapan Implementasi Merdeka Belajar
Gagasan Merdeka Belajar memungkinkan mahasiswa untuk mengambil dasar kelimuan yang sepenuhnya berbeda dengan apa yang telah dipelajari di jurusan yang ditempuh. Ibarat berenang dengan berbagai gaya, mahasiswa kini diharapkan dapat membuat keputusan dengan berbagai macam pertimbangan.
Terlepas dari itu, kampus perlu menyesuaikan dan meregulasi jalannya prosedur Merdeka Belajar secara teknis agar tidak terjadi salah sasaran dalam memilih bidang keilmuan. Topik ini menjadi bahasan dalam diskusi Strategi Program Studi Menyongsong Implementasi Pembelajaran Luar Kampus (Merdeka Belajar) yang diadakan oleh Program Studi Teknik Lingkungan pada Sabtu (16/5) secara daring.
“Segala bentuk kegiatan pembelajaran luar perguruan tinggi (PT) harus dilaksanakan pada institusi yang telah direkognisi oleh program studi dan memiliki dokumen kerja sama formal baik dengan universitas, fakultas, atau program studi,” ungkap Agung Nugroho Adi, S.T, M.T. “Pilihan mata kuliah luar program studi dapat dibagi ke dalam beberapa klaster seperti humaniora, komunikasi, teknologi dan komputasi, ilmu alam, ekonomika,” tuturnya walaupun klaster tersebut masih sebagai gambaran besar.
“Sedangkan untuk kegiatan pembelajaran luar kampus non-PT, dapat dilaksanakan minimal satu semester dalam bobot 20 sks,” jelasnya. Agung mengaku salah satu yang menjadi topik hangat dalam rapat adalah asesmen penilaian. “Sebenarnya asesmen bisa dilakukan seperti biasa melalui tes tertulis, lisan, observasi dan lain-lain,” tuturnya.
Sementara Sekretaris Program Studi Informatika Program Sarjana UII, Dhomas Hatta Fudholi, S.T., M.Eng., Ph.D. menyebutkan telah mengkaji ulang kurikulum yang telah diterapkan di program studi informatika UII sejak tahun 2016 yang bernama 3+1. “Artinya tiga tahun belajar di dalam kampus, dan satu tahun belajar di tengah masyarakat,” tuturnya. Dhomas menambahkan bahwa profil lulusan informatika diharapkan menjadi insan solutif yang menghadirkan solusi dalam konteks teknologi dan informasi di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, Dhomas mengungkapkan ada lima jalur yang dapat ditempuh mahasiswa di tahun keempat, di antaranya adalah jalur (1) Research, (2) Community Development, (3) Business start-up, (4) Study abroad, (5) Internship. “Kelima jalur ini tentu memiliki syaratnya masing-masing. Untuk jalur research, mahasiswa perlu menyiapkan judul research yang akan dilakukan minimal sebelum memasuki tahun keempat. Judul ini nantinya akan dibawa ke dalam rapat dan akan didiskusikan oleh pakar apakah judul tersebut memungkinkan untuk dilanjutkan atau tidak,” jelasnya.
Adapun untuk jalur Community Development, mahasiswa perlu membentuk kelompok dalam dua sampai tiga orang. “Berbeda dengan Business Start-up, mahasiswa harus memiliki kelompok berisi tiga orang. Karena dalam jalur ini, mahasiswa telah ditentukan perannya sebagai hipster, hustler, dan hacker. Disini mahasiswa juga dimungkinkan mendapat coaching, dalam hal ini Simpul Tumbuh,” ungkapnya. Sedangkan jalur Internship dan Study abroad, mahasiswa harus mendaftarkan dirinya secara individu. “Untuk magang, kita membuka perusahaan yang bermitra dengan UII dalam rangka memudahkan memonitoring mahasiswa,” tuturnya.
Dhomas mengaku bahwa kekhawatiran mahasiswa adalah apakah mereka dapat melanjutkan studi S2 setelah memilih jalur yang dianggap tidak menunjang di seleksi beasiswa. Merespon kekhawatiran tersebut Dhomas menekankan bahwa apapun jalur yang dipilih oleh mahasiswa, pada akhirnya semuanya akan mengumpulkan hasil pembelajarannya dalam bentuk tulisan atau laporan. “Laporan ini yang nantinya menunjang mahasiswa dalam seleksi beasiswa,” ungkapnya.
Kelima jalur yang telah diberlakukan sejak 2016 tersebut, menurut Dhomas telah menyesuaikan panduan Merdeka Belajar dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Pasal 15 ayat 1 yang berisi delapan jalur. (IG/RS)