Prof Jaka Nugraha Guru Besar UII Ke-23
Dosen Program Studi Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII), Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si., menerima Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor dalam bidang ilmu statistika pada Selasa (15/6) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII.
Surat Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI tersebut diserahterimakan oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V Yogyakarta, Prof. Dr. Didi Achjari, S.E., M.Com., Akt., kepada Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., dan dilanjutkan kepada Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si.
Didi Achjari menyampaikan, saat ini jumlah Guru Besar di LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta sebanyak 115, sedangkan dari UII sendiri sebanyak 23 orang. “Proses menjadi Guru Besar merupakan prosedur panjang, sehingga patut disyukuri,” ujarnya,
”Ilmu yang didapatkan alangkah baiknya untuk diwariskan, untuk menambah keberkahan. Harapannya akan lahir semakin banyak Guru Besar lainnya di UII, khususnya bidang statistika,” imbuh Didi Achjari.
Sementara Fathul Wahid dalam sambutannya menyinggung peran seorang Guru Besar yang diibaratkan “manusia langka”. Menurutnya ada tiga peran seorang Profesor yakni, pemburu, peluru, dan penjuru.
“Seorang profesor adalah pemburu yang akan terus berburu rahasia alam, menguak ilmu Allah. Jabatan Profesor bukanlah akhir, sehingga harus selalu merasa haus ilmu. Senantiasa harus ingat pesan Al-Qur’an bahwasanya manusia tidak diberi ilmu, kecuali hanya sedikit,” jelasnya.
Dalam implementasi praktis, seorang pemburu ilmu akan banyak membaca, konsisten meneliti, dan diskusi untuk memperluas perspektif. Semangat tersebut harus selalu dirawat,” pesan Fathul Wahid.
Peran kedua, menurut Fathul Wahid sebagai peluru yang akan menembus sekat menuju sasaran. ” Sasaran yang dimaksud adalah sekat masa lalu, sekat disiplin ilmu, serta sekat ranah aplikasi,” jelasnya.
“Seorang profesor harus selalu berikhitiar untuk akrab dengan perkembangan terbaru. Seperti mengganti cat tembok agar melekat dengan baik, cat lama harus dikelupas terlebih dahulu, jelasnya. Itulah konsep learn, unlearn, relearn,” tandas Fathul Wahid.
Fathul Wahid menegaskan, seorang guru besar untuk memperluas cakrawala pemikiran perlu melompati pagar disiplin ilmu, tanpa melupakan disiplin ilmu lama. Hanya dengan cara tersebut, pemahaman antardisiplin serta kerjasama akan meningkat.
Hal terakhir menurut Fathul Wahid adalah mengenai pentingnya kebermanfaatan ilmu untuk public. ”Tidak hanya publik akademik, tetapi juga publik awam. Serta bukan hanya sebagai teladan intelektual, tetapi juga referensi moral,” tuturnya.
Sementara Ketua Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Drs. Suwarsono, M.A. menuturkan jabatan Guru Besar merupakan suatu anugerah. Ia berpesan agar jabatan tersebut dapat bermanfaat hingga ke struktural terkecil.
”Seperti dalam sebuah kalimat bijak unfortunately, history does not give discounts yang ditulis oleh Yuval Noah Harari, katanya. Jabatan guru besar juga akan diiringi tanggung jawab yang makin berat,” pesannya. (UAH/RS)