Potensi Energi Terbarukan di Masa Kini dan Masa Depan
Penggunaan energi di dunia akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Guna memenuhi kebutuhan, tak cukup hanya dengan mengandalkan energi fosil. Diperlukan juga sistematis untuk mengembangkan potensi energi baru dan terbarukan. Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat konsumsi energi terbesar di dunia. Meskipun demikian, potensi besar tersebar luas di negeri ini.
Potensi tersebut berupa panas bumi, bahan bakar nabati, coal bed methane (CBM), tenaga air, matahari, hingga angin. Hal ini dikemukakan Tri Mumpuni, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan pada webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Program Studi Teknik Lingkungan UII, pada Sabtu (18/7).
Untuk mengatasi ancaman defisit energi di masa depan, pengembangan energi baru dan terbarukan (renewable energy) di Indonesia menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, potensi yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah. Tri Mumpuni mengatakan setiap orang harus menjaga kelestarian alam melalui aplikasi teknologi mikrohidro sebagai alternatif energi terbarukan.
Di Indonesia pada tahun 2018 total penduduk 110 juta dari 245 juta penduduk yang tersebar dari 33 ribu desa belum mendapatkan penerangan. Solusi yang dapat dilakukan menurut Tri Mumpuni adalah dengan membuat energi bersih dan distribusi dilakukan secara merata. Sebab jika distribusi tidak merata, maka dapat menyebabkan naiknya kemiskinan. Terdapat tiga tingkatan energi daya terbarukan, yakni rendah di bawah 500 KW, medium antara 500 KW sampai 1,5 MW dan tinggi di atas 1,5 MW.
Tri Mumpuni mengungkapkan, di Indonesia memiliki banyak potensi daya kecil, terutama di desa-desa. Meskipun kecil, namun dapat memberikan penerangan kepada lima rumah. Cara mewujudkannya berbeda-beda antar tingkatan. Tingkatan daya rendah dapat dilakukan dengan sistem hibah, tingkat medium dengan pemberdayaan masyarakat di desa yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA), dan tingkatan tinggi yang minimal 1,5 MW dapat diwujudkan melalui investor. Perlu menjadi catatan bahwa para investor harusnya tidak hanya mementingkan profit semata, melainkan juga kelangsungan hidup penduduk lokal sebagai pemilik SDA di daerahnya.
Luasnya lautan di Indonesia jangan sampai diambil alih oleh pihak luar negeri atau investor. Karenanya, perlu ditingkatkan skill masyarakat untuk mengolahnya menjadi energi. Di masa sekarang, haruslah mengedepankan kerjasama antar pihak, sebab sudah saatnya menggunakan paradigama keadilan.
Menurut Tri Mumpuni, kemampuan perlu dimiliki sebelum membangun konstruksi dibangun. Dengan adanya skill yang dimiliki masyarakat, maka dapat mempermudah mereka dalam mengelolanya. “Pihak pemerintah dapat mengelola uang negara untuk mengelola sumber daya yang pro dengan masyarakat lokal agar membangun demokratisasi di negeri kita,” tambahnya.
Banyak orang menganggap bahwa sampah menjadi suatu permasalahan. Paradigma tersebut haruslah dirubah sebab sampah sesungguhnya memiliki potensi besar menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa teknologi dalam mengelolanya. Tidak hanya sampah, seperti kelapa sawit, enceng gondok, dan sisa kotoran hewan dapat juga dikelola menjadi energi.
Limbah-limbah tersebut sebagaimana dijelaskan Dr. Ing. M. Abdul Kholiq, M.Sc., dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dapat berbentuk cair maupun padat yang pengelolaannya dengan beberapa metode yang berbeda. Limbah padatan dapat dilakukan dengan model pretreatment, seperti sand removal, vibrating screen for fiber rennoval, thermo pressure hydrolysis, chemical treatment. Sedangkan limbah cair seperti limbah tahu dapat diolah secara aerobic.
Di rumah, kantor, hingga sekolah sudah seharusnya mulai dilakukan kebiasaan memilah sampah menjadi beberapa macam seperti sampah organik, sampah plastik, sampah kertas. Hal ini yang nantinya mempermudah untuk diolah menjadi energi.
Dr. Eng. Mochamad Syamsiro, ST., Wakil Rektor I Universitas Janabadra, mengatakan truk-truk angkut juga sebaiknya menggunakan truk modern yang dapat memisahkan antar jenis sampah. Bahkan di Jepang sudah dibuat jadwal untuk mengangkut setiap jenis sampah, seperti hari Senin waktunya membuang sampah organik, Rabu membuang sampah plastik. Dengan adanya jadwal ini, pengolahan sampah juga menjadi terjadwal.
“Cara konversi sampah menjadi energi ada beberapa hal teknologi, antara lain Biological conversation, chemical conversation, thermo chemical conversion, dan physical conversion. Sampah jika dikelola dapat menjadi energi listrik atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa),” ungkap Mochamad Syamsiro.
Teknologi pirolisis menjadi salah satu langkah praktis yang dapat dilakukan untuk mengolah sampah, baik plastik atau ban yang jika didiamkan saja maka tanah butuh waktu ratusan tahun dalam mengurainya. Seperti di Yogyakarta sebagai kota pelajar banyak Warmindo, yang menyediakan makanan dengan harga mahasiswa ini, telah menyumbangkan sampah plastik setiap harinya.
Yebi Yuriandala S.T., M.T., Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII, mengungkapkan bahwa satu Warmindo tiap harinya dapat menghasilkan 300-1000 bungkus plastic sachet. Jika ditotal sehari, maka Yogyakarta dari Warmindo sendiri dapat menghasilkan sampah plastik 255-850 Kg per hari.
Di UII sendiri, terutama oleh Program Studi Teknik Lingkungan telah dilakukan riset dan praktik untuk mengelola sampah-sampah yang ada, salah satunya sampah plastik. “Yang harus ditekankan adalah selain menyiapkan teknologi, kita harus juga menyiapkan masyarakatnya dengan melakukan pemberdayaan,” pesan Yebi Yuriandala. (SF/RS)