Persiapkan Diri untuk Menghadapi Dunia Kerja
Sadar atau tidak, saat ini kita sedang menghadapi dua fase disrupsi, yaitu Revolusi Industri 4.0 dan Pandemi Covid-19. Bagi yang akan melanjutkan kuliah, tentu perlu dipertimbangkan seperti apa gambaran antara kuliah dan dunia kerja, agar mampu menjawab tantangan kedua fase tersebut. Program Studi Rekayasa Tekstil Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) mengadakan webinar bertajuk Persiapkan Diri Menghadapi Tantangan Dunia Kerja. Pada Sabtu (3/7), webinar tersebut diadakan di ruang virtual.
Webinar menghadirkan Yoski Tan, S.T., M.Sc. dan Galang Galih Gibran, S.T., B.Sc. sebagai narasumser. Keduanya merupakan alumni dari Prodi Rekayasa Tekstil FTI UII. Acara dibuka dengan sambutan dari Ahmad Satria Budian S.T., M.Sc. “Hari ini kita kehadiran dua orang narasumber, mereka adalah profesional dibidang kerjanya masing-masing. Keduanya merupakan alumni dari Prodi Rekayasa Tekstil UII. Bagi teman-teman yang masih memilih ingin kuliah dimana hari ini teman-teman belajar untuk memperoleh gambaran dunia kerja seperti apa. Kemudian untuk teman-teman yang sedang kuliah juga bisa membandingkan apakan teori di kelas dan dunia kerja itu sama,” ujarnya. Ahmad juga mempersilahkan untuk semua peserta webinar agar dapat memanfaatkan kesempatan ini semaksimal mungkin.
Yoski Tan yang saat ini bekerja sebagai Business Development and Marketing Supervisor of Renewable Energy di Hanwa Co., Ltd. menjelaskan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk Industri 4.0 di Masa Pandemi saat sekarang ini. “Yang saya jelaskan ini adalah apa yang saya rasakan, jadi akan ada hard skill dan soft skill,’ ujarnya.
Kita harus memiliki hard skill. Menurut Yoski Tan gelar sarjana di Indonesia sangat dibutuhkan, kemudian kemampuan berbahasa. “Misalnya saya bekerja di perusahaan Jepang tetapi tidak bisa berbahasa jepang jadi akan berbeda antara salary saya dengan salary orang lain karena mereka bisa berbahasa jepang,” jelasnya. Sejauh pandangannya, banyak pekerjaan sekarang ini membutuhkan kemampuan berbahasa inggris, bahasa mandarin, bahasa jepang, atau bahasa jerman. Kemampuan komputer atau software dan lain-lainnya juga dibutuhkan untuk memudahkan pekerjaan. Kita juga wajib memahami digital marketing atau internet.
“Karena dengan pandemi saat ini semuanya kita lakukan secara daring, kita wajib tahu tentang internet,” lanjut Yoski Tan. Ia menyarankan untuk belajar entrepreneurship. “Jujur saja saat ini banyak sekali teman-teman saya mengalami PHK walaupun dia sudah memiliki posisi tinggi di perusahaan BIG 5,” ungkapnya. Kita wajib melakukan sesuatu di luar pekerjaan yang kita geluti sekarang ini, karena ketika kita mengalami hal buruk kita mempunyai pilihan pekerjaan yang lain.
Dari pengalamannya untuk fresh graduate atau baru ingin memulai pekerjaan memang mahasiswa agak idealis. “Misalnya dia lulusan ini dan harus masuk perusahaan ini, kita tidak boleh idealis seperti itu. Karena kalau seandainya kita idealis, kita akan ketinggalan,” jelasnya. Menurutnya jika kita sudah diterima kerja, namun tidak sesuai dengan idealisme, jalanin saja. Karena selama berjalannya waktu kita akan tahu apakah pekerjaan itu akan cocok dengan kita atau tidak. “Misalnya lulusan rekayasa tekstil tidak harus bekerja di perusahaan tekstil, contohnya saya kan tidak bekerja di perusahaan tekstil,” lanjutnya.
Untuk soft skill kita wajib belajar leadership dan melakukan team work. “Kita harus bisa menyesuaikan diri dengan yang lainnya,” ujar Yoski Tan. Kemudian kita wajib untuk bisa berkomunikasi dengan siapapun dan memiliki kemampuan public speaking. “Kalau kita tidak memiliki kemampuan public speaking maka akan jalan ditempat,” tambahnya. Kita juga harus bisa menganalisa situasi dan kondisi serta bisa preventif supaya tidak terjadi lagi. Selanjutnya kita juga harus bisa memanajemen waktu, kreatif, kritis, adaptasi, dan gigih.
Yoski Tan juga memberikan tips untuk persiapan dalam menghadapi tantangan dunia kerja, yaitu belajar dengan sungguh-sungguh, mengikuti kegiatan kampus sesuai minat dan bakat, banyak cari informasi dari dosen, alumni, dan teman. “Kemudian aktif di organisasi dan belajar kepemimpinan serta jangan malu untuk bertanya dan juga bisa mempersiapkan kemampuan berbahasa,” tutupnya.
Selanjutnya pemaparan materi dari Galang Galih Gibran yang bekerja sebagai Jr. Business Development Manager di Tanatex Chemicals B.V. The Netherlands. Galang membuka dengan pertanyaan “Revolusi Industri 4.0 dan Pandemi Covid-19 ini merupakan tantangan atau peluang?” Menurutnya hal ini bisa merupakan tantangan dan juga memberikan peluang, seperti berkurangnya penyerapan tenaga kerja dan adopsi remote working an home office sebagai budaya kerja baru. “Universitas juga menerapkan digitalisasi proses pembelajaran seperti sistem pengumpulan tugas atau sidang skripsi online bahkan magang online,” ujarnya.
Galang menjelaskan bahwa kita harus memiliki kemampuan beradaptasi dan mempelajari hal-hal baru. “Peluang yang didapatkan tidak selalu sesuai dengan jurusan yang dipilih,” lanjutnya. Ia juga menjelaskan bahwa keterampilan bahasa sangat penting untuk dimiliki, minimal baha indonesia dan bahasa inggris. Kita juga harus memiliki etika dalam bersosialisasi, bekerja, dan berkomikasi baik secara offline maupun online. “Apa gunanya kuliah? Kuliah mengajarkan kita bagaimana caranya belajar, berpikir, dan bekerja,” menurut Galang.
Galang juga menyampaikan mengenai kesalahan yang seringkali terjadi di awal merintis karier, seperti tidak tahu arah dan tujuan karier yang ingin dicapai, kurang menggali informasi, takut mencoba, serta kurangnya membekali diri dengan soft skills. Kemudian ia memberikan tips mengatasi kesalahan tersebut, seperti membangun internal dan external advantage mulai dari kuliah, mencari informasi mengenai karir seperti LinkedIn, jobstreet, dan lainnya. Penting juga untuk membangun koneksi secara luas serta merencanakan CV dan membangun portofolio sejak awal perkuliahan.
“Jadi sebenarnya kuliah itu lebih dari miniatur dunia kerja,” ujarnya. Masalah yang sering dihadapi pada dunia kerja, yaitu terjebak dalam rutinitas yang monoton, beban tanggung jawab yang tidak proposional, work overload, rekan kerja yang kurang mengenakkan, dan budaya lingkungan perusahaan yang tidak sesuai idealisme. “Kelima hal ini cukup menjadi concern dimana orang tidak nyaman atau berpindah-pindah kerja,” pungkasnya. (MDL/RS)