Perbankan Syariah Belum Mampu Dominasi Sektor Jasa Keuangan
Market share keuangan syariah di Indonesia sebagai negara berpopulasi muslim terbesar terus mengalami peningkatan dibandingkan sektor keuangan konvensional. Khususnya pertumbuhan market share perbankan syariah, dinilai tetap solid di tengah krisis dan justru semakin menanjak. Pewarisan sistem yang baik dari perbankan syariah ini perlu dijaga konsistensinya dari tahun ke tahun.
Sebagaimana disampaikan Banjaran Surya Indrastomo, Ph.D dalam diskusi daring bertajuk “Merger Tiga Bank Syariah BUMN, Apa Manfaatnya Bagi Bangsa?”. Kegiatan ini diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) bekerjasama dengan Forum Silaturahmi Advokat Alumni FH UII. Narasumber lain yang turut hadir yakni Dosen FH UII, Dr. Siti Anisah, M.Hum.
Dikemukakan Banjaran Surya, hal paling utama dalam ekonomi syariah yaitu menekankan adanya harmonisasi antara self interest dan social interest. Individu yang berada dalam lingkungan Islami mencari keseimbangan pembentukan ulang preferensi individu. Pada akhirnya upaya ini menciptakan pengaruh terhadap keyakinan bagaimana kita berekonomi. Sehingga selalu bersiap untuk jangka waktu yang akan datang terutama pada generasi-generasi selanjutnya.
Ia menambahkan perbankan syariah penting karena dominasi sektor keuangan yang menentukan perkembangan dari hulu sampai hilir terhadap perekonomian. Hal tersebut menimbulkan kerentanan sistem ekonomi terhadap gejolak krisis keuangan dan juga ketimpangan pendapatan antara sektor keuangan dan sektor riil. Keuangan syariah merupakan filterisasi terhadap nilai-nilai perlindungan terhadap hak-hak orang untuk mendapatkan akses perekonomian.
“Usaha membuang hal-hal yang tidak baik melalui moral screening seperti riba, gharar, maysir. Filterisasi dilakukan dengan mengambil baiknya dan membuang buruknya. Praktik bunga yang tidak bertanggung jawab terhadap spekulasi atau kegiatan ekonomi berefek buruk yang sifatnya mengarah kepada yang tidak baik seperti usaha minuman keras dan perjudian dilarang dalam ekonomi Islam. Di sini filterisasi akan berusaha untuk memberikan solusi keuangan yang berorientasi pada pemberdayaan dan kepentingan sosial,” jelasnya.
Sementara itu, Siti Anisah memaparkan, saat ini Indonesia memiliki 107 BUMN dengan 384 anak perusahaan BUMN. Bahkan berkembang pula cucu dan cicit BUMN yang saat ini berjumlah lebih dari 1.043 perusahaan dengan pembagian dari berbagai klaster. Sampai saat ini BUMN telah membentuk 8 holding sektoral guna meningkatkan posisi keuangan dan market share, sinergi bisnis dan operasi, optimalisasi potensi dan konsolidasi bisnis, restrukturisasi keuangan, dan membantu program pemerintah.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Market Share Perbankan Syariah Nasional total asetnya hanya mencapai 8.809 Triliun. Hal ini dikarenakan kurangnya daya saing sebagai dampak permodalan yang terbatas, kualitas dan kuantitas SDM, keterbatasan teknologi informasi dan jaringan serta kurangnya keunikan produk atau bisnis proses. Melihat segmentasi nasabah syariah, dengan presentasi 29 persen rationalist, 26 persen nasabah yang apathist, 23 persen nasabah universalist, dan 21 persen nasabah conformist atau fanatik.
“Bank Konvensional rupanya masih memiliki efisiensi yang lebih tinggi dari Bank Syariah. Posisi Indonesia menurut kemampuan penetrasi syariah ke segmen wholesale (koperasi dan ritel) masih dibilang rendah dengan presentasi 2.0 persen dibanding negara Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Akan tetapi, kepuasan pengguna aplikasi digital Bank Syariah dinilai cukup tinggi,,” tutupnya. (HA/ESP)