Peran Lembaga Penyiaran Pemerintah Sebagai Media Penyiaran Publik
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia bekerjasama dengan Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar focus group discussion dengan topik bahasan optimalisasi peran Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai media komunikasi pemerintah. Dua lembaga penyiaran tersebut saat ini dinilai membutuhkan optimalisasi dalam perannya sebagai media penyiaran publik.
Diskusi yang digelar pada Kamis (26/10), di Gedung Moh. Hatta UII dihadiri oleh berbagai elemen, selain dari TVRI dan RRI beberapa peserta yang hadir lainnya yakni dari Persatuan Wartawan Indonesia, Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik, praktisi dan akademisi yang konsen di bidang informasi dan komunikasi khususnya penyiaran publik. Jalannya diskusi menghadirkan tiga pembicara dari UII, yakni Anang Zubaidy SH., M.Hum, Masduki S.Ag., M.Si dan Muzayin Nazaruddin S.Sos., M.A. dengan moderator Edwin J.W Sang.
Pembicara pertama Anang Zubaidy yang merupakan Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum UII memaparkan secara detail mengenai dialektika hukum penguatan RRI dan TVRI. Terdapat tiga pembahasan utama yang dipaparkan yakni mengenai kondisi eksisting pengaturan TVRI dan RRI, permasalahan perundang-undangan dalam pengelolaan TVRI dan RRI dan strategi penguatan TVRI dan RRI dalam perspektif hukum.
Pembicara kedua Muzayin Nasrudin yang saat ini merupakan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UII memaparkan mengenai konsep Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Dalam penjelesannya, LPP di Indonesia tidak dapat disamaratakan dengan RRI atau TVRI. Menurutnya LPP merupakan sebuah konsep yang ideal dan mengacu pada negara-negara lain.
Sementara dosen senior Program Studi Ilmu Komunikasi UII Masduki dalam materinya memaparkan topik “Memahami Problematika TVRI Kita”.
Terdapat tiga alur pembahasan utama yang disampaikan yakni ekologi sistem penyiaran dunia dan posisi LPP, problematka TVRI (regulasi, sejarah dan tata kelola) serta skenario dan modal sosial ke depan. Menurutnya ada problem empirik yang terjadi di TVRI, yakni problem historis dimana berdirinya bukan berdasarkan murni untuk pelayanan publik namun proyek mercusuar menjelang Asian Games, di era Orde Baru.
Hal ini menjadi full state apparatus dan problem politik kebijakan dengan amputasi TVRI sebagai lembaga media pelayanan publik dan merajalelanya TV swasta,” ujarnya.
Masduki yang juga merupakan pendiri Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik menuturkan harus ada tindakan urgent yang dilakukan seperti pembuatan UU khusus Radio dan Televisi Republik Indonesia (RTRI) yang mengatur transformasi TVRI. Selain itu menurutnya juga perlu langkah terstruktur dari para pemangku jabatan untuk perubahan tata kelola yang tak hanya kritik atas konten. (BKP/RS)