Pentingnya Perlindungan Hukum atas HKI bagi Pelaku UMKM Industri Kreatif
Komunitas Peradilan Semu menggelar event akbar dua tahunan National Moot Court Competition (NMCC) Piala Abdul Kahar Mudzakkir IX. Tahun ini ada sekitar 16 delegasi dari mahasiswa fakultas hukum di Indonesia yang memperebutkan piala bergilir Abdul Kahar Mudzakkir. Salah satu rangkaian acara dalam penyelenggaraan event ini adalah seminar virtual yang bertemakan “Urgensi Perlindungan Hukum atas Hak Kekayaan Intelektual bagi Pelaku UMKM Industri Kreatif” pada Jum’at (2/7) melalui zoom meeting. Turut hadir dalam seminar ini para narasumber yang ahli di bidangnya, diantaranya Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. (Dosen FH UII dan Ketua Umum Asosiasi Sentra Kekayaan Intelektual Indonesia (ASKNI), Deslaely Putranti, S.H., M.H. (Coorporate Lawyer), dan RL Panji Wiratmoko (Perwakilan Kemenkumham DIY).
Budi Agus mengawali materinya dengan menjelaskan bahwa Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak hukum yang diberikan atas ekspresi ide yang diwujudkan secara nyata. Menurutnya, ada dua karakteristik HKI. Pertama, HKI merupakan hak eksklusif, hak monopoli, yang mencakup tiga hal, yaitu hak untuk menggunakan, hak untuk mengizinkan orang lain menggunakan suatu hak, dan hak untuk melarang orang lain menggunakan suatu hak. Kedua, HKI merupakan aset yang sifatnya tidak berwujud, artinya orang yang memiliki HKI maka orang tersebut berarti memiliki aset, yang seringkali asetnya ini lebih tinggi nilainya dari pada aset yang berwujud.
Budi Agus mengatakan, HKI merupakan ekspresi dari sebuah ide yang telah memenuhi tiga syarat, yaitu pertama, ide itu tidak hanya sebatas ide atau gagasan, tetapi harus diekspresikan dalam bentuk nyata. Kedua, ekspresi dari ide tersebut belum pernah diungkapkan kepada siapapun dan dimanapun, yang biasa disebut dengan orisinalitas ide. Ketiga, ekspresi ide tersebut dapat diwujudkan secara nyata, baik dalam bentuk komersial maupun nonkomersial. Selain itu, Budi Agus juga menambahkan terkait hubungan HKI dengan dunia usaha seperti UMKM dan industri kreatif, HKI memiliki dua peranan penting, yaitu sebagai alat perlindungan dari barang atau jasa yang diproduksi, dan sebagai alat untuk optimalisasi bisnis UMKM dan industri kreatif.
“Perlindungan HKI dalam konteks bisnis ada tiga fase, yaitu perencanaan, produksi, dan pemasaran. Selain itu HKI juga dapat digunakan untuk dijadikan perlindungan hukum dan optimalisasi bisnis UMKM dan industri kreatif,” pungkasnya.
Berikutnya, Deslaely mengatakan penyelesaian sengketa di HKI di Indonesia dikenal dengan dua cara, yaitu dengan jalur litigasi melalui pengadilan niaga atau pengadilan negeri dan jalur nonlitigasi melalui negosiasi, mediasi, konsoliasi, dan arbitrase. Dari sekian banyak sengketa HKI, salah satunya sengketa merek. Deslaely menyebutkan sengketa merek sendiri terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu: 1) Sengketa pembatalan merek terdaftar (Pasal 76 KUHPerdata), 2) Keberatan atau kputusan komisi banding (Pasal 30 ayat 3 KUHPerdata), 3) Sengketa keberatan atas penghapusan pendaftaran merek atas prakara DirjenKI (Pasal 77-73 KUHPerdata), 4), Penghapusan pendaftaran merek oleh pihak ketiga (Pasal 74 KUHPerdata), 5) Gugatan ganti rugi (Pasal 83), dan 6) Penetapan sementas (Pasal 94 KUHPerdata).
“Pada umumnya sengketa merek di Indonesia itu ada dua tahap, yaitu pada saat proses permohonan pendaftaran dan pasca terdaftar,” ujarnya.
Deslaely juga menjelaskan alur terjadinya sengketa merek diawali dari permohonan pendaftaran, kemudian muncul keberatan pihak lain atas pendaftaran merek atau usulan penolakan oleh DitjenKI, yang kemudian dari sanggahan/usulan tersebut akan diajukan penolakan merek. Dari sini akan muncul dua kemungkinan, jika diterima maka Komisi Banding Merek wajib mengeluarkan sertifikat hak merek, namun jika ditolak, sanggahan/atau usulan tadi dapat diajukan gugatan ke Komisi Banding Merek atas keberatan dari keputusan Komisi Banding Merek.
Selanjutnya, dalam hal pengajuan permohonan HKI, Panji mengatakan bahwa surat pencatatatan dan sertifikat merek, paten, dan desain industri saat ini telah berbentuk elektronik. Untuk pembuatannya surat pencatatan dapat diunduh pada aplikasi e-Hak Cipta, sedangkan sertifikat merek, paten, dan desain industri dapat menghubungi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY melalui email [email protected] dengan menyertakan jenis permohonan dan nomor permohonanannya, atau melalui telefon dengan menghubungi nomor (0274) 378431. Tak hanya itu, Panji juga mencontohkan cara mengajukan permohonanan surat pencatatan melalui aplikasi e-Hak Cipta.
Terakhir, Panji mengatakan, “Untuk para mahasiswa terutama bagi pelaku UMKM dan desain industri, jangan pernah berhenti untuk belajar, manfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya, terutama apa yang telah disediakan oleh Pemerintah berkaitan dengan HKI bisa langsung mengunjungi laman dgip.go.id,” pungkasnya mengakhiri penyampaian materinya. (EDN/RS)