Penggunaan Internet Belum Diiringi Sikap Kritis
Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan bahwa lebih dari separuh penduduk indonesia saat ini telah terhubung dalam jaringan internet, yakni 171.176.716 penduduk dari 264.161.600 keseluruhan penduduk indonesia. Hal ini berlaku baik pada urban maupun rural.
Meningkatnya penggunaan internet, berbanding lurus dengan semakin meningkatnya berbagai informasi yang tidak sesuai fakta atau hoaks. Hal ini terjadi karena peningkatan penggunaan internet di Indonesia tidak diiringi dengan sikap kritis terhadap informasi yang beredar di internet.
Beranjak dari permasalahan tersebut, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (FPSB UII) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyelenggarakan Workshop Halfday Factchecking bertajuk Hoaxbusting dan Digital Hygiene di Auditorium Perpustakaan Pusat UII lt. 2, Gedung Mohamaad Hatta, Kampus Terpadu UII pada Sabtu (28/9) atau bertepatan dengan hari Hak Informasi Internasional.
Bekerjasama dengan Google News Initiative dan Internews, penyelenggaraan Workshop bertujuan untuk mengetahui beberapa tools yang ada di internet guna melakukan verifikasi terhadap informasi-informasi yang beredar. Disamping itu, peserta juga diajarkan mengenai kebersihan data digital (digital hygiene), analisis dasar atas informasi, pencarian dan penelusuran data dan banyak tools lainnya.
Layaknya berbelanja di salah satu supermarket. Kita akan dihadapkan pada banyak pilihan barang. Karena itu, kita harus memilih barang mana yang akan kita beli, kapan kedaluarsa dan beberapa informasi lain yang menerangkan bahwa barang tersebut memang layak untuk kita beli. Demikian halnya dengan berselancar di interner. Kita akan berhadapan pada banyak informasi yang belum kita ketahui kebenarannya.
“Melalui kegiatan ini kita akan belajar bagaimana kita melakukan pengecekan apakah informasi yang kita terima tersebut benar atau tidak.” ujar Raden Narayana Mahendra Prastya dalam sambutannya.
Kemajuan teknologi informasi seperti saat ini membuat masyarakat tidak hanya menjadi penerima informasi aktif, tetapi juga memungkinkan seseorang untuk aktif membuat dan menyebarkan informasi. Hal ini memungkinkan semakin banyaknya berita bohong yang beredar. Tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam, bahkan institusi pemerintahan pun terkadang melakukan hal demikian.
Untuk itu, mengetahui informasi tersebut benar atau salah menjadi hal yang sangat penting. kendati demikian, tidak melulu tentang kebenaran. Informasi yang di sebarkan juga seharunya memiliki manfaat bagi siapa saja yang menerimanya. Demikian disampaikan Dekan FPSB UII, Dr. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psikolog.
“Jika kemampuan ini dimiliki (cek fakta Informasi benar atau salah), kita akan mudah mengenali informasi itu benar atau tidak. Sehingga kita bisa menyampaikan informasi yang benar, dan juga bermanfaat,” Jelas Fuad Nashori.
Dua pemateri pada workshop tersebut yang telah tersertifikasi google yakni Rini Yustiningsih dan Agung Purwandono melalui paparannya menyampaikan 4 hal. Pertama Ragam dis-misinformasi yang ada disekitar, tips melawan hoaks, tools melawan hoaks, serta digital hygiene.
Mengawali materinya, Rini menanyakan apakah para peserta telah menerima hoaks hari ini. Benar saja banyak peserta yang mengacungkan tangan, sembari menyampaikan berbagai macam hoaks yang telah mereka dapatkan pada hari itu.
“Saat ini berita bohong atau hoaks semakin banyak. Mulai dari isu agama hingga kesehatan. Jadi sudah seharusnya kita dibekali kemampuan dalam mengetahui kebenaran suatu informasi,” jelas Rini yang saat ini sebagai Direktur Pelaksana SoloPos.com.
Dis-misinformasi
Perlu dibedakan bahwa Disinformasi adalah informasi salah, namun orang yang membagikannya mengetahui bahwa informasi tersebut salah dan secara sengaja membagikannya. Sebaliknya, misinformasi adalah informasi salah, dan orang yang membagikannya percaya terhadap informasi tersebut benar.
Terdapat 7 macam dis-misinformasi antara lain yaitu satire, berupa hal-hal lucu; konten menyesatkan, misalnya berita yang dihubung-hubungkan antara satu kejadian dengan kejadian yang lain; Konten Aspal merupakan berita dengan menyertakan sumber palsu yang seolah-olah menyerupai sumber asli; konten fabrikasi merupakan pernyataan atau cerita yang dibuat untuk menipu; Tidak Nyambung, berita yang strukturnya tidak berkaitan mulai dari judul, isi berita, gambar dan lainnya; Konteksnya salah serta konten manipulatif.
Dibalik dis-misinformasi yang beredar, tentu mempunyai sebab serja tujuan-tujuan tertentu. Diantara tujuan atau sebab tersebut antara lain Jurnalisme yang lemah, buat lucu-lucuan, secara sengaja membuat provokasi, partnership, mencari keuntungan materil, gerakan politik ataupun propaganda.
Mengingat begitu berbahayanya berita bohong yang beredar, maka penting bagi kita untuk menelusuri apakah berita tersebut benar atau sebaliknya. Diantara hal yang dapat kita lakukan adalah pertama melakukan pengecekan terhadap situs berita tersebut. Berita bohong cenderung menggunakan website atau situs secara gratis, atau dengan cara membuka laman domainbigdata.com dan menyalin link berita yang kita dapatkan pada laman tersebut. Informasi mengenai website akan ditampilkan.
Selanjutnya yang juga perlu diperhatikan adalah memperhatikan detail visual. Mulai dari gambar, logo, kalimat, atau nama yang mempunyai kemiripan dengan situs mainstream. Ketiga adalah dengan memperhatikan iklan, biasanya berita bohong akan memuat banyak iklan karena demi penghasilan.
Keempat perhatikan ciri-ciri pakem media. bandingkan antara pakem atau pedoman pokok pada suatu berita misal nama penulis, narasumber, cara penulisan berita dan lainnya. kelima yang juga penting untuk diperhatikan adalah About Us. Media yang tidak benar biasanya tidak menyebutkan tentang mereka.
Selanjutnya Apakah berita tersebut sensasional. Biasanya ditandai dengan judul yang menggemparkan. Dan terakhir cek situs-situs mainstream. Apakah berita yang kita dapatkan juga ada dibeberapa media terpercaya.
Tools melawan hoaks
Umumnya berita yang kita terima pasti menyertakan gambar. Gambar tersebut bisa dianalisis dengan memperhatikan detail-detail yang ada pada gambar tersebut, mulai dari nama gedung, toko, bentuk bangunan, plat nomor kendaraan, nama jalan, dialek orang yang berbicara, huruf yang menandakan bahasa tugu atau monumen, bentuk jalan.
Setelah menemukan detail yang dapat mewakili gambar, selanjutnya bisa dilakukan dengan menelusuri lebih dalam mengenai detail tersebut. Bisa melalui google search engine, google maps, google street view dan lainnya. dari hasil pencarian tersebut kita akan menemukan bahwa apakah informasi tersebut benar, dimana tempat, serta kapan terjadinya.
Penelusuran gambar juga dapat dilakukan dengan mengupload gambar kebeberapa situs, seperti google images. Setelah gambar diupload informasi mengenai gambar tersebut akan ditampilkan. Situs lain yang dapat digunakan adalah Yandex.com dan banyak situs lainnya.
Sementara penggunaan google maps dan google street view dilakukan dengan menelusuri kebenaran tentang keberadaan suatu tempat. Agung mengisahkan bahwa suatu ketika ia diinfromasikan bahwa jembatan di salah satu tempat telah roboh. Melalui dua aplikasi tersebut, Agung menelusuri terkait keberadaan tempat tersebut. Ia meyakini informasi tersebut tidak benar. Karena menurut penelusurannya, aplikasi tersebut menerangkan bahwa di lokasi dimaksud tidak terdapat jembatan sama sekali.
“Jadi ketika kita menerima informasi berupa gambar, video, kita bisa memanfaatkan dua aplikasi ini untuk mengetahui detail lokasi apakah benar gambar atau video yang kita terima ada dilokasi yang dijelaskan atau jangan-jangan gambar atau video tersebut ada di tempat lain,” ujar Agung.
Aplikasi lain yang biasa digunakan untuk mengecek jumlah kerumunan disuatu daerah tertentu adalah mapchecking.com.
Penelusuran video juga dapat dilakukan dengan mencapture tayangan video di menit berapapun, kemudian melakukan langkah sebagaimana mengupload gambar. Hal ini juga dapa dilakukan pada salah satu fitur bernama Fake Video News Debunker By inVID yang telah dieksistensikan ke google chrome, atau Jeffrey’s Image Metadata Viewer dan masih banyak tools lainnya.
“Tidak ada satu cara baku dalam mengecek kejelasan tentang suatu informasi. Jelasnya lebih dari 1001 cara bisa dilakukan,” Jelas Agung Purwandono yang juga sebagai Pimpinan Redaksi Kr.Jogja.com.
Tips lain dalam menggunakan google search engine:
- Menggunakan tanda kuti (“”) untuk mempersempit pencarian Misal “Bencana”
- Gunakan tanda minus (-) untuk mengecualikan pencarian, “Bencana alam” –wikipedia
- Gunakan “site” untuk mendapatkan data dari sumber yang ingin kita tuju, bencana alam site bps.go.id
- Gunakan “filetypes:xls” untuk mendapatkan file dengan format tertentu, filetype:pdf untuk file format PDF, filetype:doc untuk file dengan format documen dan lainnya.
- Gunakan menu pencarian “adcance” pada google untuk mendapatkan data dari negara tertentu dan waktu yang ditentukan.
Digital Hygiene
Hampir setiap orang yang terhubung dengan internet dipastikan mempunyai jejak digital masing-masing. Entah itu akun sosial media, akun bisnis digital, dan lainnya. tidak jarang akun-akun ini diretas dan disalahgunakan oleh beberapa pihak. Seperti yang selama ini sering terjadi pada tokoh baik pemuka agama, politik ataupun konglomerat.
Ada tujuh langkah yang dapat kita lakukan agar tetap menjaga kebersihan data digital (digital hygiene) kita. Pertama selalu Update software yang kita gunakan; gunakan password yang kuat, seperti kombinasi huruf kecil-besar, angka dan simbol; tidak menginstall aplikasi yang tidak jelas; tidak mengklik links yang tidak jelas sumbernya; mengaktifkan antivirus setiap terhubung dengan internet; mengaktifkan dua langkah otentifikasi, dan terakhir melakukan back up terhadap data yang kita miliki.
Beberapa tools yang dapat digunakan dalam digital hygiene yaitu how secureismypassword. Tools ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa kuat password akun digital yang kita gunakan. Selanjutnya haveibeenpwned.com, dapat digunakan untuk mengecek apakah akun kita pernah diretas atau tidak.
“Jika kita telah menggunakan internet dan akun-akun digital lainnya, maka sama saja dengan kita telah membagikan hampir seluruh informasi mengenai hidup kita kepada internet dan orang lain bisa mengetahuinya,” tegas Rini diakhir sesi. (D/RS)