Pengembangan ONAR Sebagai Terapi Anti Kanker Payudara
Kanker payudara disebut-sebut sebagai salah satu penyakit yang paling ditakuti kalangan wanita, terutama yang percaya akan mitos seperti “hanya wanita yang berlatar belakang keluarga pengidap kanker, yang dapat terkena kanker payudara”. Padahal faktanya sekitar 70 % wanita penderita kanker payudara, justru tidak memiliki latar belakang tersebut. Namun, jika ada keluarga terdekat yang mengidap kanker payudara, artinya risiko anda terkena kanker payudara pun meningkat.
Dari situlah muncul keinginan dari mahasiswa Universitas Islam Indonesia UII untuk menemukan sesuatu yang setidaknya bisa memecahkan masalah tersebut. Mahasiswa UII ini melalui Pekan Ilmiah Mahasiswa 2018 yang diketuai oleh Setya Dewi Wulandari (2014) dan beranggotakan Puspita Fitri Handayani (2014) dan Reny Mufrikhatun El Walidayn (2015) berhasil membuat sediaan yang dapat digunakan sebagai pendamping kemoterapi (co-chemotherapy). Dimana sediaan ini sudah disesuaikan dengan dosis kanker yang tepat dikarenakan menggunakan bahan aktif sintesis yang terstandarisasi dari jerman.
”Sediaan ini pun menggunakan emas murni batang 24 karat sebagai salah satu bahan aktifnya dikarenakan memiliki kelebihan sebagai carrier ke target site secara langsung dengan tidak merusak organ lainnya, juga dikarenakan ukurannya pun yang berupa nano sehingga harapannya efektivitas sediaan pun lebih baik dibandingkan sediaan biasa pada umumnya,” ungkap Setya Dewi Wulandari pada Senin (21/5).
Disampaikan Setya Dewi Wulandari, dengan kelebihan sediaan ini memiliki keunggulan dibandingkan obat kemoterapi lainnya yang memiliki efek samping dapat menyebar dan menyerang sel yang baik dan bukan hanya yang jahat, sehingga menyebabkan para pasien kemoterapi biasanya mengalami rambut rontok dan organ rusak. ”Kelebihan lainnya pun sediaan ini stabil hingga 5 minggu setelah sediaan dibuat, dan ini pun merupakan keunggulan tersendiri dibanding sediaan antikanker lainnya yang tidak tahan lama seperti paclitaxel yang hanya stabil hingga 40 jam dan cisplatin yang 7 hari,” paparnya.
Setya Dewi Wulandari menambahkan, sediaan ini pun telah melalui uji kanker dan terbukti mampu sebagai antiproliferatif kanker payudara terutama sel T47D. Meskipun menggunakan bahan-bahan yang berkualitas dan mahal tidak menjadikan sediaan ini mahal jika dipasarkan, perkiraan para mahasiswa ini mengatakan bahwa setidaknya dengan 1 gram emas batang seharga Rp 600.000 dapat menghasilkan kurang lebih 400 produk. Harapannya penelitian ini dapat menarik para perhatian investor dan dapat dikembangkan lebih lanjut.