Pasar Modal Syariah Jadi Potensi Baru di Indonesia
Menurut IMF, pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia mengalahkan Jerman, Jepang, dan Mexico. Pasar dalam negeri diprediksi akan semakin diburu investor asing. Hal inilah yang kemudian direspon oleh Prodi Ekonomi Islam UII untuk mengadakan forum bertajuk “Seminar Pasar Modal Syariah dan Investor Gathering 2017”. Menghadirkan Kepala Bursa Efek Indonesia Yogyakarta Irfan Noor Riza dan Staff Eksekutif Trainer Sekuritas Phintraco Resti Kusumawati. Selain seminar diadakan juga Investor Gathering yang dihadiri oleh Senior Equality Research Analyst Valdy Kurniawan dan Branch Manager Phintraco Sekuritas Solo Setiawan Efendi. Acara ini bertempat di Auditorium lt3 Gedung Fakultas Teknik Industri UII pada hari Kamis (21/12).
“Bursa Indonesia merupakan yang terbesar di dunia namun selama 10 tahun terakhir yang menikamti justru investor asing dibanding lokal dengan perbandingan 70:30, kita belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Namun semnejak pemerintah mulai mendorong investor lokal kini membaik dengan perbandingan 51,8:48,2.” Ujar Irfan dalam pembukaan materinya.
Irfan Noor Riza dalam presentasinya lebih menekankan kepada “Literasi Keuangan dan Investasi Syariah”. Indonesia mempunyai potensi ekonomi tinggi saat ini salah satunya didorong dengan program NawaCita Jokowi. Selain itu MEA yang memaksa munculnya persaingan antara investor lokal dengan investor asing. Namun, Indonesia masih mempunyai tantangan besar atas munculnya persaingan antar investor ini yakni sifat konsumtif masyarakat. Pasar modal Indonesia merupakan salah satu yang terbesar namun peran masyarakat begitu minim bahkan kalah dengan Malaysia.
Berdasar fatwa No. 80 tentang penerapan prinsip syariah dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar reguler efek. Terdapat 3 poin utama yang diatur didalamnya yakni Transaksi saham dianggap sesuai syariah apabila hanya melakukan jual-beli saham Syariah. Saham yang sudah dibeli boleh ditransaksikan kembali meskipun settlement baru dilaksanakan pada T+3 sesuai prinsip Qabdh Hukmi. Terakhir yakni transaksi efek di Bursa Efek menggunakan akad Ba’i Al Musawamah.
Sementara Resti Kusumawati lebih menekankan ke ranah bagaimana cara memulai berinvestasi. “Hal pertama ketika ingin berinvestasi harus mulai melakukan analisis, mekanisme transaski dan paling penting mengetahui risiko ataupun keuntungannya”Ujar.
Terdapat dua hal yang akan terjadi dalam memulai berinvestasi yakni Resiko dan Keuntungan.Terdapat beberapa aspek yang dapat dipertimbangkan yakni Capital Loss/Gain, Devidend/No (Laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada para pemilik saham), Likuidasi (Pembubaran perusahaan oleh likuidator dengan penjualan harta perusahaan), Delisting (Penghapusan Perusahaan dari List Bursa). Selain itu juga harus menentukan tujuan investasi baik long term investment atau short term investment (trading). (BKP)