Mutasi Virus Covid-19 Berbahayakah?
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan Seminar Online Pengabdian Masyarakat FK UII dengan tema “Mutasi Virus Covid-19 dan Upaya Promotif Penanganan Covid-19” pada Minggu (13/6).
Mutasi adalah perubahan struktur genetik yang dapat diwariskan. Bisa terjadi karena kesalahan dalam penyalinan atau pertukaran genom dari virus yang berbeda. Tujuan dari mutasi ini sebetulnya untuk mempertahankan kehidupan dari virus tersebut, meskipun tidak selalu menguntungkan.
“Pada Covid-19 mutasi terjadi pada perubahan asam amino yang menyebabkan perubahan struktur virus,” jelas Dr. dr. Farida Juliantina Rachmawati, M.Kes. ”Efeknya antibodi tubuh akan sulit untuk mengenali si mutasi virus ini,” jelasnya.
Mutasi virus Covid-19 masuk ke dalam kategori Varian of High Consequence yang menyebabkan gejala khas, akan tetapi PCR negatif. “Hal tersebut akan membuat kegagalan diagnosis,” tambahnya.
Sejauh ini di dunia sudah terdapat mutasi sebanyak 54 kasus. ”Mutasi paling banyak di Indonesia adalah B1470 disusul kemudian oleh D614G,” terang dr. Farida.
Kasus mutasi terjadi menyeluruh hampir di seluruh belahan dunia. Muncul varian baru di Inggris yaitu B.1.1.7 dengan tingkat penularan meningkat 50%. Varian B.1.351 muncul di Afrika yang membuat antibodi tidak efektif lagi.
“Varian baru yang kini tengah menghebohkan dunia adalah B.1617.1 dan B.1.617.2 terjadi di India menyebabkan penularan 10x lebih cepat,” imbuhnya.
Antibodi dalam tubuh manusia dapat bertahan sampai delapan bulan. “Pasien rawat inap diketahui akan memiliki tingkat antibodi yang lebih tinggi daripada pasien OTG,” jelasnya.
“Adanya varian baru tentunya membuat masyarakat khawatir. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali dengan ikhtiar vaksin dan penerapan 5M,” pesan dr. Farida.
Pelaksanaan vaksin di Indonesia memiliki target sekitar 40 juta penduduk. Saat ini vaksin dosis pertama telah diberikan pada 19.211.433 penduduk, disusul tahap dua sebanyak 11.488.917 orang.
“Keberhasilan penanganan Covid-19 ini merupakan komitmen dari banyak aspek. Awal pandemi pemerintah menalokasikan dana sekitar 70 triliun. Diutamakan untuk kesehatan dan ekonomi,” ,” papar Dr.dr. Sunarto, M. Kes.
Melihat perkembangan kasus di Indonesia sejauh ini pemerintah lebih memprioritaskan ekonomi daripada kesehatan. ”Itulah yang membuat penangan pandemi jauh lebih lama,” jelas dr. Sunarto.
Transparasi data pandemi secara nasional, pemerintah dianggap kurang transparasi. Kasus yang besar dikecil-kecilkan. ”Harusnya pemerintah pusat bisa mencontoh dari DKI Jakarta yang selalu transparasi apa adanya,” ungkapnya
Pelayanan pemerintah Posbindu dan Posyandu selama pandemi mengalami penurunan. ”Hal tersebut dikarenakan pemerintah lebih banyak mengalokasikan dana untuk pandemi,” tandasnya.
Melihat banyaknya aspek yang terpengaruh oleh pandemi Covid-19, langkah pertama yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah dengan pencegahan. Mencegah berarti menunda dan mengurangi angka kejadian dari infeksi virus Covid-19. ”Tujuan utamanya adalah untuk mengeliminasi serta meminimalisir risiko kecacatan,” jelasnya.
“Pencegahan primer bisa dilakukan dengan promosi kesehatan dan vaksinasi. Selanjutnya bisa dengan diagnosis dini. ”Tingkat yang paling parah adalah dengan pengobatan,” tutup dr. Sunarto. (UAH/RS)