Merespons Tantangan Generasi Muda Muslim
Kesehatan mental serta berbagai tindakan penyimpangan menjadi isu yang marak diperbincangkan dan sangat berkaitan dengan generasi muda, utamanya mahasiswa di universitas. Merespons topik tersebut, Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) yang bekerja sama dengan Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) menyelenggarakan Penyuluhan dan Webinar Nasional, pada Sabtu (4/11). Bertajuk “Tantangan Generasi Muda Muslim di Tengah Maraknya Perilaku Menyimpang”, kegiatan daring tersebut menghadirkan narasumber yang membahas mengenai kejahatan kekerasan, bahaya narkotika, serta problematika kesehatan mental.
Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dalam sambutannya mengungkapkan kegelisahan atas beredarnya kasus bunuh diri seorang mahasiswi yang diduga terjadi akibat masalah kesehatan mental. Hal lain yang mengkhawatirkan adalah kemunculan sejumlah komentar di linimasa media sosial yang cenderung menyambut tindakan tersebut, seperti ucapan hendak menyusul.
“Komentar di media sosial untuk menyambut atau merespons berita tentang kasus seorang mahasiswi yang bunuh diri. Dan setelah melihat komentar ini, saya merasa bisa jadi apa yang kita lihat di permukaan berbagai pemberitaan di media ini adalah puncak dari sebuah gunung es yang bawahnya tidak kelihatan,” tuturnya.
Menurut Prof. Fathul Wahid, acara seminar menjadi penting untuk mendorong partisipan, utamanya mahasiswa, untuk mengenali potensi kekuatan dan kerentanan diri. “Supaya bisa memitigasi dengan lebih baik. Bisa mengelola diri dengan lebih baik. Bisa mengidentifikasi kekuatan diri dengan lebih baik, dan juga bisa mengembangkan program pengembangan diri yang lebih efektif, yang lebih optimal di masa-masa yang akan datang,” imbuhnya.
Sebagai aktor masa depan bangsa dengan perjalanan yang masih panjang, Rektor berpesan agar para mahasiswa dapat terus menjaga dan mempertimbangkan berbagai pilihan hidup secara matang, termasuk mengenai pentingnya mengenali kekuatan maupun kerentanan diri sendiri.
“Untuk apa? Untuk mendapatkan sinyal, untuk mendapatkan balikan, sehingga kita bisa memitigasi dengan lebih cepat. Bisa mengoreksi dengan lebih tepat. Dan tidak membiarkan masalah berlarut dan membesar,” ungkapnya.
Berdasarkan Teori Jendela Rusak (The Broken Window Theory), Rektor menyampaikan ihwal masalah yang disepelekan ibarat jendela-jendela di gedung berlantai yang pecah dan diabaikan, sehingga berpengaruh secara perlahan dengan pecahnya banyak kaca lain. “Sehingga masalah yang kecil jangan sampai diabaikan, karena itu bisa membesar dan ketika sudah membesar, seperti halnya kebakaran, maka semakin sulit dimitigasi, semakin sulit dipadamkan,” jelasnya.
Menurut Prof. Fathul Wahid, isu kesehatan mental seharusnya tidak hanya dikenali dengan baik oleh mahasiswa, namun juga dosen, tenaga kependidikan (tendik), hingga masyarakat luas pun.
“Karena kesehatan mental ini bisa mengarah pada perilaku yang menyimpang dengan beragam perwujudan. Pelariannya bisa jadi narkotika, minuman keras, kejahatan jalanan, sampai tindakan yang tidak bisa diterima oleh akal sehat, dan juga tindakan tunasusila lainnya,” sebutnya.
Lebih lanjut, menanggapi kejahatan kemanusiaan di Gaza yang sedang berlangsung, Prof. Fathul Wahid menegaskan bahwa posisi Muslim adalah manusia yang semestinya sensitif dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan, khususnya karena menyangkut ribuan nyawa manusia.
“Muslim adalah manusia yang membuat manusia lain selamat dari semua tindakan jahatnya, dan Muslim sudah seharusnya mencintai perdamaian, menebarkannya, dan juga mendorong kebaikan-kebaikan yang tidak antiperdamaian,” ujarnya.
Rektor berharap agar tindakan yang menghina nilai-nilai kemanusiaan tersebut dapat segera usai. “Semoga semuanya segera berakhir dan kedamaian yang permanen diwujud dengan diakuinya negara Palestina oleh komunitas internasional. Sikap ini serupa dengan sikap negara Indonesia yang sering dilontarkan diperjuangkan di forum-forum internasional,” ucapnya.
Kegiatan penyuluhan dan seminar yang dimoderatori Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi, S.Psi., M.Psi., Psikolog., dosen Program Studi (Prodi) Psikologi, Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII tersebut turut mengundang AKP Nur Aryanto, S.H., M.H., Kanit 4 subdit 3 Jatanras Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk membahas “Pencegahan dan Penindakan Tindak Pidana Lalu Lintas, Media Sosial, Pencurian, dan Asusila”.
Selain itu, terdapat pula Hindun Kurnia N, S.KM., M.P.H., Penyuluh Narkoba Ahli Muda Badan Narkotika Nasional DIY, sebagai narasumber pada materi “Bahaya Narkoba bagi Generasi Muda”, diikuti Dr. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog., dosen Prodi Psikologi, FPSB UII dalam sesi “Problem Kesehatan Mental Generasi Muda dalam Perspektif Psikologi Islam”.
Narasumber pertama, Nuri Ariyanto menuturkan bahwa semua kejahatan tindak pidana baik dalam bentuk tindak pidana media sosial, penipuan, maupun kejahatan jalanan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, dalam hal ini diperlukan peran besar dari orang tua dalam mendidik anak-anak khususnya remaja, agar tidak terjerumus pada lingkungan yang kurang baik.
“Polda DIY melakukan berbagai upaya dalam menangani tindak pidana yang terjadi di Masyarakat, khususnya para anak muda dari kalangan siswa dan mahasiswa. Upaya yang dilakukan seperti melakukan patrol pada malam hari, mengadakan kegiatan ibu memanggil, dan mengedukasikan secara langsung ke sekolah-sekolah yang ada di wilayah DIY. Kami berusaha membuat rasa aman dan sebagai bentuk tanggung jawab dan tugas kami untuk membuat kota Yogyakarta menjadi aman dan damai,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hindun Kurnia sebagai perwakilan dari BNN turut menyampaikan materi seputar ancaman narkotika di Indonesia, menurutnya “Indonesia mencapai kondisi darurat narkoba, penyalahgunaannya bukan hanya menyerang orang dewasa dan remaja, namun juga anak-anak. Persoalan sosial yang kompleks seperti modernisasi, hedonis, fomo menjadikan narkoba sebagai gaya hidup,” ujarnya.
“Salah satu upaya untuk menciptakan hidup sehat tanpa narkoba perlu peran yang cukup luas, baik individu, keluarga, organisasi, kelompok dan, Masyarakat sekolah,” tambah Hundun Kurnia.
Sesi terakhir dari Webinar Nasional ini diakhiri dengan materi yang disampaikan Retno Kumolohadi. Ia memaparkan bahwasanya akar masalah semua tindakan menyimpang ini adalah pada pemahaman mengenai kesehatan mental terutama pada remaja atau mahasiswa, “Bagaimana cara kita mengenali mental yang sehat? Untuk mengenalinya tidak hanya dari indikator atau tanda-tanda yang muncul, tetapi dapat dilakukan dengan menyadari kemampuan potensi diri, mampu mengelola stress sehari-hari, bekerja secara produktif, mampu memberikan kontribusi pada komunitas, ini juga menjadi tanda-tanda mental yang sehat”, paparnya.
Ia juga menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan mental terdiri dari beberapa dimensi, diantaranya dimensi sosial, dimensi mental, dimensi fisik, dan dimensi iman. (JRM/RS)